Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Hukuman KDRT yang disahkan pemerintah Indonesia bertujuan agar membuat pelaku jera dan melindungi korban, terutama pihak rentan kekerasan seperti perempuan maupun anak-anak.
Berikut ini penjelasan lengkap soal hukuman KDRT berupa saksi pidana dan denda yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang berlaku di Indonesia.
Hukuman KDRT Sesuai Undang-Undang
Berdasarkan laman Database Peraturan JDIH BPK, untuk melindungi setiap korban KDRT, pemerintah mengesahkan hukuman KDRT dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 yang didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
ADVERTISEMENT
Hukuman ini diatur sesuai bentuk KDRT dan dampak tindak kekerasan yang dilakukan terhadap korban, berikut rinciannya:
1. Hukuman KDRT untuk Kekerasan Fisik
Bentuk kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Hukuman KDRT jenis ini diatur dalam pasal 44 ayat 1-4 dalam UU PKDRT, yaitu:
Ayat 1
Pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp15 juta bagi setiap orang melakukan kekerasan fisik dalam rumah tangga.
Ayat 2
Pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau denda paling banyak Rp 30 juta, jika kekerasan fisik menyebabkan korban jatuh sakit atau menderita luka berat.
Ayat 3
Pidana penjara paling lama 15 belas tahun atau denda paling banyak Rp 45 juta, jika kekerasan fisik yang dilakukan menyebabkan korban meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Ayat 4
Pidana penjara paling lama empat bulan dan denda paling paling banyak Rp 5 juta, jika tindak kekerasan yang dilakukan tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk mengerjakan aktivitas sehari-hari.
2. Hukuman KDRT untuk Kekerasan Psikis
Bentuk kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada korban.
Dalam UU PKDRT, hukuman KDRT psikis diatur dalam pasal 45 ayat 1 dan 2 berikut:
Ayat 1
Pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp 9 juta. Apabila, tindak kekerasan tersebut menimbulkan halangan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan penyakit berat bagi korban.
Ayat 2
Pelaku mendapat hukuman pidana paling lama empat bulan atau denda Rp 3 juta, jika tindak kekerasan tersebut tidak menimbulkan halangan bagi korban untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
ADVERTISEMENT
3. Hukuman KDRT Seksual
Bentuk kekerasan seksual yang diatur dalam UU PKDRT adalah segala bentuk pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga dan pemaksaan hubungan seksual pada salah seorang dalam lingkup keluarga untuk tujuan tertentu seperti komersil.
Hukuman KDRT pelaku kekerasan seksual diatur dalam pasal 48 dan pasal 49. Berikut rinciannya:
ADVERTISEMENT
4. Hukuman KDRT Penelantaran
Bentuk penelantaran yang diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2004 adalah menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya dan menelantarkan orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang korban bekerja dengan layak.
Hukuman KDRT penelantaran tertuang dalam pasal 49, yakni pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp15 juta.
5. Hukuman Tambahan Pelaku KDRT
Selain hukuman KDRT di atas sesuai kategori bentuk kekerasan yang dilakukan, pasal 50 UU PKDRT memberikan kewenangan pada hakim untuk menjatuhkan hukuman tambahan, berupa:
ADVERTISEMENT
Perlindungan Korban KDRT
Sebagaimana disebutkan dalam UU PKDRT, korban KDRT juga memiliki hak sebagai korban yakni mendapatkan perlindungan dan pemulihan yang diberikan pemerintah.
Merujuk pasal 10 UU PKDRT dalam bab IV tentang Hak-Hak Korban, korban KDRT berhak mendapatkan:
Menyadur buku Penyelesaian Hukum KDRT karya Badriyah Khaleed, sebagai upaya perlindungan dan pemulihan korban KDRT, realisasi mewujudkan hak korban KDRT di atas harus dilakukan secara terkoordinasi antar lintas sektor baik pada tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten atau kota.
ADVERTISEMENT
Penyelenggaraannya juga perlu dukungan tenaga kesehatan, pekerja sosial, pembimbing rohani dan relawan pendamping yang memahami tugas dan fungsinya masing-masing. Dengan begitu, tujuan pulihnya kondisi korban KDRT untuk menjalankan aktivitas sehari-hari dapat dicapai dengan baik.
Apabila mengalami atau melihat tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), segera hubungi hotline pengaduan kekerasan pada perempuan dan anak di nomor 129 (telepon) atau 081111129129 (WhatsApp).
(IPT)