Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Seperti yang biasa ia lakukan setiap kali mudik ke kota asalnya, Yogyakarta, Vita Aprilia (30) selalu membawa oleh-oleh bakpia atau beberapa helai kain batik. Kadang tak sekadar oleh-oleh, ada juga beberapa temannya yang menitipkan barang khas kota Keraton tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun pada Lebaran tahun ini Vita tak mau lagi membawa titipan yang gratis. Melihat banyaknya orang yang tertarik dengan barang-barang khas Yogyakarta, Vita memutuskan untuk sekalian saja membuka bisnis jasa titipan atau yang lebih dikenal dengan jastip. Artinya, jika ada yang meminta dibawakan bakpia, Vita akan menerima ‘upah’ untuk titipan tersebut. Dan ternyata tak sia-sia Vita membuka jastip dari Yogyakarta, dalam perjalanannya ke Jakarta Juni lalu, Vita membawa berdus-dus bakpia dan daster batik. “Banyak banget sampai membludak, hampir tidak muat di mobil saya,” ujar Vita
Sudah beberapa bulan sejak Vita memutuskan menjadi pebisnis jastip. Petualangannya di bidang titip menitip barang ini dimulai sejak Oktober 2018 lalu ketika ia memutuskan resign dari pekerjaannya sebagai staf di sebuah perusahaan multinasional. Dengan bermodalkan nekat dan meminjam uang sebagai modal awal dari ibunya, Vita berangkat ke Bangkok untuk melakukan perjalanan jastip pertamanya.
ADVERTISEMENT
"Saat resign saya belum punya kerjaan lagi, waktu itu baru balik liburan dan uang sudah minus. Terus ingat ada teman saya mau buka jastip ke Bangkok, jadi ya nekat ikut dia jastip. Saya buat grup WA isinya 20 orang, ternyata ada saja yang mau beli. Awal buka jastip saya hanya bawa pulang satu koper beratnya 25kg, sekarang bisa sekitar 4 sampai 5 koper, beratnya 80kg," cerita Vita saat ditemui di kediamannya di Rempoa, Tangerang.
Sejak melakukan jastip tujuh bulan lalu, Vita menjadi 'ketagihan' menjalaninya. Bahkan, Vita mengaku bahwa bisnis jastip adalah mata pencaharian utamanya saat ini. "Sampai Desember mendatang, saya sudah ada jadwal mau kemana saja. Yang terdekat Juli besok mau ke Kuala Lumpur,” cerita Vita.
ADVERTISEMENT
Vita adalah satu dari ribuan pebisnis jastip yang terus bertumbuh sejak dua tahun terakhir. Bisnis jastip berkembang pesat di aplikasi Instagram, khususnya bagi kalangan pebisnis online shop.
Cara kerja jastip cukup mudah, calon pembeli yang ingin mencari suatu barang tertentu akan bertanya kepada penjual jastip (yang saat itu berada atau akan berangkat ke negara tertentu) tentang barang yang diinginkannya. Kemudian, sang penjual akan mencarikan barang tersebut dan menginfokan harganya. Setelah ada kesepakatan dari dua belah pihak, pembeli akan membayar sejumlah harga dengan tambahan 'upah' untuk penjual jastip. Setibanya penjual di Indonesia, barang akan dikirimkan langsung ke alamat pembeli menggunakan jasa ekspedisi.
Di luar negeri, fenomena jastip ini sudah lama hadir dan lebih dikenal dengan istilah personal shopper. Dulunya, personal shopper sering berbelanja atas permintaan kalangan elit atau sosialita yang ingin mendapatkan barang langka atau edisi terbatas tanpa harus merepotkan diri.
ADVERTISEMENT
Tetapi kini, personal shopper mengalami perkembangan. Profesi tersebut menjadi profesi resmi yang digaji mulai dari 2 ribu dolar AS (Rp 28,2 juta) per bulannya. Mereka diharuskan untuk berkomunikasi aktif dan menjalin relasi yang baik dengan para klien. Mereka juga harus mengerti selera yang diinginkan oleh setiap klien, tujuannya agar klien tersebut membeli barang yang ditawarkannya. Di Amerika Serikat, personal shopper bahkan bekerja untuk ritel busana high-end, seperti Saks Fifth Avenue and Neiman Marcus.
Di Indonesia, profesi atau bisnis jastip pada umumnya masih dilakukan sebagai pekerjaan sampingan, untuk menambah penghasilan atau pengisi waktu. Seperti yang dilakukan Ana Azahra (25). Ibu satu anak lulusan fakultas hukum ini baru terjun ke bisnis jastip sejak Desember 2018 lalu, sebab ia mulai bingung tidak ada kegiatan lain selain mengurus anak.
ADVERTISEMENT
“Awal mula saya dirikan ini sebenarnya karena saya nggak tahu mau ngapain, seperti tidak ada kegiatan. Saya sebenarnya lulusan hukum S1. Begitu lulus kuliah, saya langsung menikah dan punya anak. Sebagai ibu rumah tangga, saya cari kegiatan yang nggak perlu membuat saya jauh dari anak. Saat itu, saya hubungi kakak saya dan ajak untuk bisnis jastip ini. Saya bilang sama kakak, bahwa bisnis jastip ini sedang ‘happening’. Akhirnya, kita mulai sejak Desember tahun lalu, bareng dengan kakak saya dan temannya yang hobi traveling,” cerita Ana. Mereka pun menjalankan bisnis jastip mereka melalui akun Instagram @nitip.dikita.
Sejak berbisnis selama 7 bulan, Ana sudah menghasilkan pendapatan yang lumayan. Kadang bisa mencapai Rp 20 juta perbulan setelah dipotong biaya perjalanan termasuk tiket pesawat dan penginapan. Menerima titipan mulai dari barang high-end seperti tas Louis Vuitton hingga barang yang sehari-hari yang juga tersedia di mana-mana seperti cotton bud dan kantong plastik, Ana berbelanja di negara-negara Asia seperti Singapura, Bangkok dan Jepang. “Tapi dengan partner yang hobi traveling, kami juga pernah buka destinasi spesial seperti ke Amerika Serikat, Australia, dan Inggris,” ceritanya.
ADVERTISEMENT
Populer sebagai bisnis yang dilakukan sembari berjalan-jalan ke luar negeri, rupanya bisnis jastip tidak hanya dikhususkan untuk barang-barang luar saja. Banyak juga pebisnis jastip yang memfokuskan bisnisnya untuk barang-barang dalam negeri.
Salah satunya adalah Fitri Dahniati (30) yang fokus menggeluti jastip barang dekorasi rumah dari retail seperti IKEA, Informa, Zara Home dan butik Vivere di Jakarta. Ia melakukannya sejak Juni 2017 lalu sebagai pekerjaan sampingan. Kemudian November 2018 lalu, Fitri memutuskan untuk resign dari pekerjaannya di bidang marketing dan memilih fokus memaksimalkan bisnis jastip yang digelutinya melalui akun @fittigallery. Di akun Instagram tersebut, Fitri memiliki sekitar 9000 followers yang tersebar di berbagai kota di Indonesia mulai dari Aceh, Medan, Kalimantan hingga Papua.
Retail seperti IKEA atau Zara Home memang belum hadir di daerah-daerah luar Jakarta, padahal minat masyarakat terhadap tren dekorasi rumah saat ini makin tinggi dan Fitri melihat ini sebagai sebuah potensi bisnis.
ADVERTISEMENT
Ia rajin datang ke toko perlengkapan dan dekorasi rumah, mengambil gambar produk yang menurutnya akan laku dijual, kemudian mengunggahnya ke akun online shopnya di Instagram. Jika ada pembeli yang tertarik, Fitri akan kembali ke toko tersebut kemudian membelikan pesanan pelanggannya. Bahkan, Fitri sampai akrab dengan para pegawai di toko dekorasi rumah karena sering bolak-balik.
Hal tersebut dilakukannya dengan tekun selama hampir dua tahun. Usaha Fitri membuahkan hasil. "Sejujurnya bisnis ini menguntungkan. Dekorasi ini mudah untuk dibawa, jadi peminat orang-orang di daerah yang tidak ada akses untuk beli langsung bisa lebih mudah karena ada jasa ini. Dalam satu bulan, saya bisa kirim sekitar 20-25 barang dengan keuntungan sekitar Rp 7 jutaan per bulan," ungkap Fitri pada kumparan.
ADVERTISEMENT
Terkesan fun, tapi menantang
Bagi sebagian orang, bisnis jastip memang tampak fun. Jalan-jalan ke luar negeri, sambil belanja ini itu. Atau bolak-balik ke berbagai toko sambil memilih barang yang bagus-bagus, dan kemudian menghasilkan uang. Siapa yang tidak suka? Vita yang sering berbelanja ke Bangkok bahkan mengungkapkan bahwa penghasilan Rp 12-15 juta yang ia raih sekarang lebih tinggi dari gaji dia sebelumnya. Terlebih, ia juga senang melakukannya karena ia bisa melakukan dua hal yang ia suka secara bersamaan; traveling sekaligus shopping.
Tapi bagi yang serius ingin menghasilkan uang dari bisnis jastip, kegiatan ini bukanlah hal yang mudah. Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk bisa sukses menjalankan bisnis jastip.
Vita dan Ana sepakat bahwa membuka jasa titip membutuhkan tenaga besar dan waktu luang. Selain itu, menurut mereka, pebisnis jastip pun harus memiliki mental yang kuat dan tidak boleh cepat mengeluh.
ADVERTISEMENT
"Capek pasti, tapi tidak merasa direpotkan. Makanya tidak semua orang bisa ikutan jastip ini. Harus sabar, ikhlas dan jujur, harus siap panas-panasan. Saya jalan berkilo-kilo dari pagi sampai sore untuk cari pesanan pelanggan, tapi itu tidak saya jadikan beban," ungkap Vita.
Sebagai pemula, Ana mengakui bahwa bisnis jastip ini cukup menantang. “Jujur, awal mula buka jastip ini susah banget. Karena masih baru juga, kita belum paham dengan pasar dan cara menjualnya. Akhirnya, kita minta tolong sama teman-teman untuk bantu promosi di Instagram Story mereka. Saya juga kebetulan punya beberapa teman selebgram. Alhamdulillah, sampai sekarang, followers kami naik terus. Mulai banyak orang yang berminat dan percaya dengan jasa kami. Saya juga sangat rajin posting di Instagram. Memang salah satu kuncinya juga itu, kita mesti aktif di Instagram jastip tersebut.”
Persoalan dengan pelanggan juga jadi bagian dari keseharian mereka. Kerugian tidak bisa dielakkan, karena kadang-kadang orang yang sudah pesan, ternyata tiba-tiba batal. “ Ya, pernah juga merasakan, sudah saya belikan, eh pelanggannya malah hilang nggak bayar. Akhirnya barang itu kita jual jadi barang ready stock,” ujar Ana.
ADVERTISEMENT
Tantangan lainnya adalah, para pebisnis jastip juga harus berurusan dengan aparat negara, apalagi jika menyangkut tindakan membawa banyak barang dari luar ke dalam negeri.
Ketika kami hubungi terkait fenomena bisnis jastip ini, Kasubdit Komunikasi dan Publikasi Direktorat Jenderal Bea Cukai, Deni Surjantoro, langsung menjelaskan aturan yang berlaku. Ia menjelaskan bahwa aturan dasar barang bawaan bagi penumpang pesawat udara terbagi menjadi dua jenis; barang untuk keperluan pribadi dan bukan untuk keperluan pribadi. Untuk barang keperluan pribadi, ada fasilitas pembebasan sebesar 500 dolar AS (Rp 7 jutaan), bila lebih dari jumlah tersebut, akan dikenakan biaya masuk sebesar selisih harga barang yang ditambah dengan PPN dan PPH. Sedangkan untuk barang non keperluan pribadi, pembebasan tersebut tidak berlaku.
ADVERTISEMENT
"Misalnya Anda dititipkan teman beli sepatu seharga 600 dolar AS (Rp 8,4 juta), maka Anda dikenakan biaya masuk sebesar 600 dolar AS dikali biaya masuk 10 persen, PPN 10 persen, PPH 15 persen tanpa NPWP dan 7,5 persen dengan NPWP," kata Deni saat dihubungi kumparan.
Meski demikian, menurut Deni hal ini bukan berarti penumpang pesawat udara tidak boleh melakukan jastip. Jika barang yang dibeli berukuran kecil, bisa dibuktikan sebagai barang keperluan pribadi, atau jumlah barang seharga di bawah 500 dolar AS, hal itu masih diperbolehkan. Tetapi, hal tersebut juga bergantung kepada jenis barangnya. Jika barangnya berupa elektronik, Bea Cukai membatasi hanya dua unit saja. Jika membawa lebih dari dua unit, harus izin terlebih dahulu. Sedangkan untuk garmen, diperbolehkan untuk membawa maksimal 10 potong. Bila melebihi jumlah itu, harus izin ke instansi terkait.
ADVERTISEMENT
"Di otoritas kepabeanan internasional, kata atau fenomena jastip itu tidak dikenal. Yang dikenal adalah barang keperluan pribadi dan bukan keperluan pribadi. Kalau kami menemukan barang berlebih di tas dan ada invoice di dalam tasnya dan barangnya banyak, kan tidak mungkin untuk keperluan pribadi," katanya lagi.
Vita mengakui selama menjalankan bisnis jastip ini ia sudah pernah berurusan dengan pihak Bea Cukai. Suatu kali saat tiba di Bandara Soekarno Hatta dari Bangkok, ia dan beberapa teman-temannya diminta ke terminal kargo untuk mengurus pajak. Di sana, seluruh kopernya diperiksa dengan seksama dan ia harus membayar sejumlah uang karena barang yang dibawanya terlampau banyak.
“Menurut saya Bangkok ini lagi banyak disorot karena banyak orang jastip dari sana. Dan ternyata hampir semua teman-teman jastip juga sempat berhadapan dengan bea cukai. Sempat bingung sih, tapi kata pihak bea cukai memang sudah ada regulasi sendiri, jadi kami harus patuh,” kata Vita.
ADVERTISEMENT
Bisnis jastip bisakah untung besar?
Biaya tiket, penginapan, hingga kadang-kadang pajak yang harus ditanggung, apakah bisnis jastip sebenarnya menguntungkan?
Menurut pengamat ekonomi Eko Endarto, fenomena bisnis jastip ini tidak dapat disebut sebagai bisnis yang menjanjikan dalam skala besar. Eko juga mengatakan bahwa bisnis ini bisa dikatakan sedikit 'nakal' karena mengakali pajak dan bea cukai.
"Untuk menjadi sumber pendapatan jangka pendek mungkin bisa, tapi untuk jangka panjang saya kira tidak. Sebab pasti aturan memasukkan barang akan semakin ketat nantinya dan saya yakin mereka yang sering ke luar negeri pasti juga sudah diperhatikan oleh petugas pajak dan bea cukai," jelas Eko kepada kumparan.
Eko sendiri tidak menyarankan untuk meninggalkan pekerjaan tetap jika ingin memulai bisnis baru ini, sebab bisnis jastip menurutnya agak berisiko untuk jangka panjang. Selain itu, bisnis ini pun harus memperhitungkan biaya yang harus dikeluarkan selama berada di luar negeri, termasuk transportasi dan akomodasi. Ia mengingatkan untuk memperhitungkan keuntungan yang didapat dari jastip, apakah bisa menutupi semua pengeluaran selama di luar negeri atau tidak.
ADVERTISEMENT
Ana sendiri mengakui bahwa untuk sekarang ia belum bisa yakin mengenai prospek bisnis yang ia jalankan ini. “Kalau dibilang menjanjikan, sepertinya masih terlalu panjang ya. Kalau saya sudah punya tim banyak, menurut saya itu baru bisa dibilang menjanjikan. Karena sejujurnya, untuk menebak-nebak kebutuhan setiap orang itu susah.”
Tapi untuk saat ini Ana masih semangat menjalankannya. "Menurut saya peluang jastip itu lebih besar asal kita tidak malas, kita usaha, informatif dan aktif posting foto. Itu buat mereka percaya dan ada peluang di situ. Bisnis jastip juga meminimalisir kerugian, karena kita tidak perlu nombok," tutur Ana.
Ana juga melihat besarnya animo masyarakat untuk barang-barang jastip ini. “Menurut saya, selama orang-orang punya ketertarikan untuk bisa mendapatkan hal dengan mudah, ya pastinya akan terus relevan. Contoh simpel, seperti kita pesan Go-food aja, itu kan sebenarnya kita juga titip dibelikan."
ADVERTISEMENT
Masyarakat, menurut Ana, sekarang sudah terbiasa dengan hal-hal yang dibelikan orang lain, lalu dengan mudah sampai ke rumah. Selain kemudahan tersebut, bagi para pelanggan, jastip juga digemari karena dianggap menguntungkan. Mereka bisa mendapatkan barang-barang yang tidak ada di luar Indonesia dan kadang harganya lebih murah.
"Saya sering ikutan jastip, mungkin lebih dari tiga kali. Barang yang saya mau tidak dijual di sini, pastinya lebih murah dan original juga. Tapi saya tidak mau sembarangan ikut jastip, sih. Biasanya titip ke teman kalau mereka suka pergi ke Inggris, Korea atau Amerika Serikat," tutur Marisha (27) salah satu penggemar jastip.
Perempuan yang bekerja sebagai penulis ini senang menitip skin care dan makanan dari Korea Selatan. Ia pun tidak mempermasalahkan jika harus membayar sejumlah harga tambahan sebagai rasa terima kasih karena telah merepotkan temannya.
ADVERTISEMENT
Pelanggan jastip lainnya, Noni Ilminda (24), juga mengatakan hal yang sama. “Saya pernah beli eyeshadow merek Tarte di AS dengan harga Rp 450 ribu, sedangkan disini harganya Rp 800 ribu. Menurut saya, semakin high-end barangnya, semakin hematnya harganya kalau jastip," kata perempuan yang bekerja sebagai desainer interior itu.
Melihat masih tingginya peminat masyarakat terhadap barang-barang jastip, Ana mengungkapkan bahwa untuk saat ini ia masih akan terus bergelut di bisnis jastip ini.
“Untuk sekarang, ini adalah kegiatan yang saya merasa fun banget melakukannya. Jadi saya belum berpikir untuk menyelesaikannya. Saya harap ini berlangsung lama dan semakin besar,” tambahnya lagi.
Jastip tak hanya digeluti para ‘Sis’
Memang, kebanyakan, aktivitas jasa titip ini dilakukan oleh para perempuan yang biasanya lebih hobi melakukan kegiatan berbelanja. Tetapi ada pula yang laki-laki yang berminat melakukan jastip, salah satunya adalah Fauzi Rachman (27). Fauzi adalah seorang karyawan swasta yang memiliki hobi traveling dan mengaku bahwa awalnya jastip yang dilakukannya hanya iseng dan terbatas untuk teman-teman terdekatnya saja. Ia juga hanya menerima jastip berukuran kecil, seperti makanan ringan, skin care dan makeup, obat-obatan atau vitamin.
ADVERTISEMENT
"Awalnya saya iseng buka jastip aloe vera gel saat ikut tur ke Korea Selatan, tapi waktu itu tidak serius. Kemarin April saya ke Australia bareng teman saya, dia buka jastip juga dan kayaknya kok seru ya, akhirnya saya ikutan juga. Saya pikir, lumayan keuntungannya bisa menutupi pengeluaran selama saya berlibur," cerita Fauzi kepada kumparan.
Fauzi mengaku ia seperti mendapatkan tantangan tersendiri saat mencari barang-barang titipan dari teman-temannya. Tak jarang, ia juga 'tergoda' dan ingin membeli barang tersebut untuk dirinya sendiri. Menurutnya, bisnis jastip ini seolah menjadi motivasi baginya untuk berlibur sembari melakukan usaha sampingan.
"Seru saja rasanya saat cari barang dan harus cepat merespon pertanyaan dari teman-teman yang mau titip barang dan saat itu juga kita harus cepat tentukan harga barang. Seperti ada tantangannya," lanjutnya lagi.
ADVERTISEMENT
Tak hanya pebisnis jastip laki-laki, pelanggan bisnis jastip laki-laki pun banyak. Endro Priherdityo (27) adalah salah satunya yang rajin mengumpulkan merchandise original Harry Potter melalui teman-temannya yang membuka jastip saat bepergian ke luar negeri.
"Saya fans berat Harry Potter, jadi sejauh ini saya pernah jastip T-shirt dan tumbler dari Australia, mug dari Hong Kong, syal dari Belanda dan kaos kaki dari Spanyol. Puas sih ikutan jastip, tapi kualitasnya beragam ya. Ada yang oke, ada yang ternyata sama saja kaya di Indonesia," ujar Endro.
Dalam membeli merchandise original Harry Potter, Endro mengatakan tidak memiliki bujet khusus. Namun, ia tidak mau membelinya jika harganya terlalu mahal. Baginya, Rp 1 juta adalah bujet maksimal yang bisa disisihkan untuk membeli barang-barang favoritnya.
ADVERTISEMENT
"Saya selalu kasih fee lebih untuk upah jastip, tapi karena teman sendiri jadinya tidak ada ketentuan fee jastip. Biasanya saya bulatkan atau bayar sewajarnya, hitung-hitung uang lelah," tutup Endro.
Nah, gimana para Bro dan Sis, tertarik untuk ikut bisnis titip menitip ini?
Simak selengkapnya dalam topik Jastip dong, Sis dan Bisnis Jastip