news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kisah Evita Chu, Desainer Indonesia yang Sukses Berbisnis Pakaian Rajut di AS

28 Februari 2021 12:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Evita Chu, desainer pakaian rajut asal Indonesia yang sukses berbisnis di AS. dok. Instagram/@pdr_knitting
zoom-in-whitePerbesar
Evita Chu, desainer pakaian rajut asal Indonesia yang sukses berbisnis di AS. dok. Instagram/@pdr_knitting
ADVERTISEMENT
Evita Chu merupakan salah satu desainer asal Indonesia yang melebarkan sayapnya di ranah internasional. Pemilik dari label pakaian rajut PDR Knitting ini mulai dikenal oleh publik karena beberapa karyanya yang dipakai oleh bintang ternama seperti Michelle Obama, Zac Efron, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Perempuan yang lahir di Bandung ini memutuskan untuk pindah ke USA pada tahun 1990 dan mengharuskan dirinya melanjutkan pendidikan serta karier di luar negeri. Sebelumnya, Evita tidak berminat menjadi seorang desainer, ia justru ingin menjadi pemusik. Sayangnya, cita-citanya tersebut harus terhalang restu dari sang ayah.
"Saya jujur cita-citanya menjadi pemusik, tapi tidak disetujui papa. Diminta sekolah bisnis, ya sudah saya nurut saja. Setelah lulus dari sekolah bisnis di University Southern of California, saya buka butik bareng mama," jelas Evita saat di wawancara oleh kumparanWOMAN, Rabu (24/2).
Lantas, bagaimana kisah Evita Chu hingga akhirnya sukses menjadi seorang desainer pakaian rajut di AS? Simak kisah selengkapnya berikut ini.

Buka butik hingga alami kecelakaan

ADVERTISEMENT
Setelah lulus dari sekolah bisnis, Evita memutuskan untuk membuka butik bersama dengan mamanya yang memang menyukai dunia fashion. Namun karena persaingan pasar yang begitu besar, terpaksa butik tersebut harus dijual.
"Lalu otak bisnis saya mikir kalau jadi manufaktur (penghasil barang), saya bisa jual ke toko-toko. Mama anjurkan saya untuk masuk ke sekolah fashion. Setelah lulus, saya kerja di pabrik supaya mengerti proses produksi. Nah, kerjaan pertama itu di studio knitting, sekarang jadi suka deh," jelasnya.
Sebelum mendirikan PDR Knitting pada tahun 2006, Evita sempat mengalami dua kecelakaan dalam sebulan. Bermula dari kecelakaan ini, Evita memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya di studio knitting dan fokus untuk menjalani terapi fisik.
"Saya mengalami tabrakan mobil dua kali dalam sebulan. Tulang pinggul sebelah kanan saya kena dan ada syaraf yang kejepit, jadi harus rutin ke dokter. Tempat kerja saya sebelumnya jauh dari rumah, apalagi tempat terapinya. Jadi saya minta keluar, karena tidak sanggup kalau bolak-balik," lanjutnya.
ADVERTISEMENT

Cari pegawai dan buka studio kecil

Saat menjalani terapi, Evita sempat diminta oleh temannya untuk membuat sweater rajut. Setelah selesai membuat pesanan tersebut, Evita tidak menyangka kalau akan mendapatkan respon positif dari lingkungan sekitarnya. Rupanya, banyak yang menyukai hasil rajutannya dan karyanya tersebar dari mulut ke mulut. Dari situlah, Evita mendapatkan banyak orderan dan mengerjakan sendiri selama dua bulan lamanya.
Oleh karena itu, Evita berniat untuk mencari orang yang dapat membantunya. Pasalnya selama ini ia hanya mengandalkan mesin handloom (mesin knitting yang dijalankan dengan tangan) dan ia rasa akan lebih baik untuk merekrut pegawai. Namun hal tersebut tentu tidak mudah, ada salah satu calon pegawai yang Evita kontak dan meragukan pekerjaan yang ditawarkan karena tidak memiliki kantor.
ADVERTISEMENT
Merasa putus asa, Evita segera menghubungi mamanya dan langsung mencari tempat penyewaan yang bisa diubahnya menjadi kantor.
"Jadi tanggal 25 Desember 2005, saya cari tempat sewa bareng sama mama. Akhirnya nemu satu yang kecil dan murah, saat itu juga langsung tanda tangan. Setelahnya, saya kontak lagi calon pegawai tersebut dan kasih tau kalau sudah ada kantor. Tanggal 2 Januari 2006 pegawai sudah mulai kerja, mulai dari situ berkembang dari mulut ke mulut," jelas Evita.
Kini, Evita sudah memiliki pabrik pakaian rajut dengan 16 orang pegawai di dalamnya yang berlokasi di Los Angeles, Amerika Serikat.

Sempat burnout hingga ingin berhenti menjadi desainer

Membuat usaha dari nol tentu bukan hal yang mudah bagi semua orang, termasuk juga Evita Chu. Ia mengakui sempat beberapa kali mengalami kesulitan, burnout, dan perasaan ingin berhenti menjadi seorang desainer.
ADVERTISEMENT
Namun Evita selalu memiliki keyakinan bahwa semua kesulitan yang ia hadapi akan cepat berlalu, bak sebuah peribahasa 'badai pasti berlalu'.
"Hidup itu seperti roda, akan ada jalan yang halus, kerikil, bahkan yang penuh bebatuan. Tapi saya selalu ingat kata-kata mama 'badai pasti berlalu'. Dan memang badai pasti berlalu dan membuat kita menjadi semakin kuat karena belajar bagaimana menghadapi badai selanjutnya. Sekarang sudah santai saja, badai pasti berlalu!" ungkapnya.

Butuh kesabaran dan ketekunan tinggi

Di akhir wawancara kumparanWOMAN bersama Evita, ia sempat memberitahu bagaimana tips untuk belajar merajut pakaian untuk mengisi waktu luang. Menurut Evita, hal terpenting yang diperlukan ketika memulai merajut adalah sebuah kesabaran dan ketekunan. Ia juga mengingatkan bahwa melakukan kesalahan adalah hal yang wajar, tapi jangan lupa untuk terus belajar agar menjadi lebih baik.
ADVERTISEMENT
"Jangan berekspektasi segala sesuatu itu harus cepat. Lebih baik berjalan pelan tapi mantap, daripada cepat tapi labil," tutup Evita.
Penulis: Johanna Aprillia