Kisah Jeni Haynes, Perempuan Korban Pelecehan Seksual dengan Ribuan Kepribadian

30 November 2022 8:23 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pelecehan seksual. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pelecehan seksual. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
“Kami bebas! Kami bebas! Akhirnya, kami bebas.”
Kalimat itu meluncur begitu lepas dari mulut Jennifer Haynes atau kerap disapa Jeni. Perempuan asal Kent, Inggris, itu memang gembira bukan kepalang.
ADVERTISEMENT
Setelah puluhan tahun memperjuangkan kasus penyiksaan dan pelecehan seksual yang dialaminya, Jeni akhirnya mendapat keadilan pada 6 September 2019.
Orang yang tega melakukan perbuatan bejat tersebut adalah ayahnya, Richard Haynes. Untuk mengatasi penyiksaan dan pelecehan ini, Jeni menciptakan ribuan kepribadian agar tidak merasakan rasa sakit.

Penyiksaan dan pelecehan

Kisah memilukan ini dimulai ketika keluarganya pindah dari Inggris ke Australia pada tahun 1974. Saat itu, Jeni baru berusia empat tahun ketika ayahnya berulang kali menyiksa dan melecehkannya. Tak peduli meski saat itu Jeni kecil mengalami perdarahan dan terkencing-kencing.
"Ayah saya melakukan pelecehan berat, sadis, kekerasan yang sama sekali tidak dapat dihindari dan mengancam jiwa. Bahkan, dia melakukannya setiap hari,” kata Jeni seperti dikutip dari Daily Mail.
ADVERTISEMENT
“Dia mendengar saya memohon padanya untuk berhenti, dia mendengar saya menangis, dia tahu rasa sakit dan teror yang dia berikan kepada saya,” sambungnya.
Tak henti di situ, Richard mencuci otak Jeni dengan mengatakan dia dapat membaca pikirannya dan membatasi pergaulannya di sekolah. Dia juga mengancam akan membunuh ibu, saudara laki-laki, dan perempuannya.
"Ibu tidak menginginkanmu dan jika kamu memberitahunya, dia akan mati dan itu akan menjadi kesalahanmu," pungkas Jeni saat memeragakan kembali ucapan ayahnya.

Menciptakan kepribadian lain agar bisa bertahan hidup

Tak tahan menghadapi perlakuan sang ayah, Jeni akhirnya menciptakan alter ego pertamanya yang diberi nama Symphony. Dia adalah sosok gadis kecil yang berusia empat tahun.
Dalam pikiran Jeni, saat ia sedang diperkosa ayahnya, yang menjadi korban bukanlah Jeni, melainkan Symphony.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, Jeni menciptakan alter ego lain untuk mengatasi beban mentalnya. Sekitar 2.500 kepribadian telah tercipta di dalam tubuh Jeni.
Penyiksaan dan pelecehan terus berlanjut sampai Jeni berumur 11 tahun, ketika keluarganya kembali ke Inggris pada tahun 1981. Orang tuanya kemudian bercerai pada tahun 1984. Dia meyakini tidak seorangpun, termasuk ibunya, mengetahui apa yang dialaminya.
Jeni didiagnosa gangguan kepribadian majemuk/multiple personality disorder (MPD) atau disebut juga gangguan identitas disosiatif/dissociative identity disorder (DID). DID dapat menyebabkan kesenjangan dalam ingatan dan halusinasi (percaya sesuatu itu nyata padahal tidak nyata).
2.500 kepribadian ini mengendalikan perilaku mereka pada waktu yang berbeda. Setiap identitas memiliki sejarah, sifat, suka, dan tidak suka pribadinya sendiri.

Sebagian kepribadian yang diciptakan Jeni

Berikut ini adalah beberapa kepribadian yang dimiliki Jeni agar dapat bertahan:
ADVERTISEMENT
Symphony: Seorang gadis muda yang merupakan kepribadian pertama yang dikembangkan Jeni ketika pelecehan dimulai.
Volcano: Seorang laki-laki bertubuh tinggi dan kuat. Dia mengenakan pakaian kulit dari kepala sampai kaki. Rambutnya berwarna pirang.
Muscle: Seorang laki-laki kuat berusia 18 tahun yang kekar. Dia tenang dan protektif, serta tinggi. Dia memakai pakaian yang memamerkan lengannya yang kuat.
Yudas: Seorang anak laki-laki bertubuh pendek dengan rambut merah. Dia selalu terlihat seolah-olah akan berbicara. Dia memakai celana sekolah abu-abu dan jumper hijau.
Linda/Maggot: Seorang perempuan muda elegan bertubuh tinggi dan ramping. Dia mengenakan rok tahun 1950-an dengan appliques pudel merah muda.

Puluhan dakwaan

Jeni baru bernyali melaporkan ayahnya pada tahun 2009, tepatnya di saat ia berusia 39 tahun. Pihak kepolisian butuh waktu 10 tahun untuk menyelidiki dan menyeret Richard ke balik jeruji besi.
ADVERTISEMENT
Richard diekstradisi dari Darlington, Inggris, pada tahun 2017, tempat di mana dirinya dipenjara karena kejahatan lain.
Hakim Sarah Huggett membacakan 25 dakwaan yang menjerat Richard. Ia mencatat kerusakan fisik disertai 'kekejaman brutal yang signifikan', termasuk manipulasi psikologis yang ekstrem. Richard dinyatakan bersalah atas semua dakwaan tersebut.
"Mengingat kebrutalan dan kekerasan yang terjadi, tidak mengherankan bahwa Jennifer percaya apa yang dikatakan ayahnya dan bertahun-tahun berlalu sebelum dia menemukan keberanian untuk melaporkannya," kata hakim.
Richard dijatuhi hukuman penjara 45 tahun dan tidak mendapatkan pembebasan bersyarat selama 33 tahun. Dengan kata lain, laki-laki berusia 77 tahun itu tidak dapat dibebaskan sampai dia berusia 107 tahun.
Ketika mendengar hukuman yang menjerat ayahnya, ribuan kepribadian yang Jeni ciptakan bersukacita serempak.
ADVERTISEMENT
“Suara di kepala saya—itu seperti semua orang berbicara sekaligus. Semua orang di dalam hanya berteriak kegirangan,” ujar Jeni.
Akibat perlakuan sang ayah, Jeni harus menjalani beberapa operasi untuk merekonstruksi tulang ekor, usus, dan anusnya setelah penyiksaan dan pelecehan yang brutal.
Ia mengatakan tidak akan pernah mengerti seperti apa hubungan ayah-anak yang normal atau mengalami kegembiraan memiliki bayi dan mungkin akan selalu sendirian.
Jeni terus belajar hingga mendapatkan gelar S2 dan S3 dalam kajian hukum dan filsafat, tetapi ia kesulitan mendapatkan pekerjaan tetap.
Pada 31 Agustus 2022, Jeni baru saja meluncurkan buku pertamanya bernama The Girl in the Green Dress. Jeni Haynes adalah inspirasi dan keberanian serta tekadnya untuk hidup menunjukkan bagaimana MPD atau DID menyelamatkan hidupnya.
ADVERTISEMENT