Komnas Perempuan Ungkap Kekerasan terhadap Perempuan Naik hingga 50 Persen

19 Oktober 2022 18:15 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi stop kekerasan pada perempuan.
 Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi stop kekerasan pada perempuan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Ladies, kasus kekerasan terhadap perempuan menjadi isu yang jarang diperbincangkan. Padahal nyatanya ini menjadi fenomena gunung es di mana masih banyak perempuan yang enggan buka suara terkait kasus kekerasan yang dialami.
ADVERTISEMENT
Sejak tahun 2001, Komnas Perempuan pun berupaya untuk terus menyediakan dokumen laporan terkait kompilasi kasus-kasus kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan di tingkat nasional setiap tahunnya. Dokumen ini dikenal dengan sebutan Catatan Tahunan alias CATAHU.
Berdasarkan keterangan dari Olivia Chadidjah Salampessy Wakil Ketua Komnas Perempuan, CATAHU bukan sekadar rujukan tentang naik-turun angka kekerasan terhadap perempuan, melainkan juga dokumen rujukan untuk mengembangkan pengetahuan tentang KBG terhadap perempuan, daya penanganan bagi korban untuk memenuhi hak-haknya atas kebenaran, keadilan dan pemulihan.
Pada Senin (17/10) lalu, Komnas Perempuan melakukan sosialisasi laporan CATAHU 2022 kepada Komunitas Internasional secara virtual. Pada acara tersebut dipaparkan data-data terkait kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan ke berbagai lembaga layanan bagi perempuan korban kekerasan dan juga institusi penegak hukum.
ADVERTISEMENT
Berikut beberapa fakta soal Kekerasan Berbasis Gender (KBG) terhadap Perempuan yang perlu kamu ketahui:

1. Laporan Kekerasan Berbasis Gender (KBG) terhadap Perempuan naik hingga 50 persen

Pada CATAHU 2022 terungkap bahwa total ada 338.496 kasus Kekerasan Berbasis Gender (KBG) terhadap perempuan yang dilaporkan kepada Badan Peradilan Agama (BADILAG), Komnas Perempuan dan lembaga layanan. Angka ini pun menunjukkan adanya tren peningkatan yang cukup signifikan hingga 50 persen pada kasus KBG di tahun 2021.
Ilustrasi kekerasan pada perempuan. Foto: Mary Long/Shutterstock

2. KBG sering terjadi di ranah personal

Berdasarkan data yang terkumpul, Komnas Perempuan membagi KBG terhadap perempuan menjadi tiga ranah, yaitu ranah personal, ranah publik, dan ranah negara.
“Kekerasan tertinggi masih terjadi di ranah personal, yakni 335.399 kasus (99,09%). Di ranah publik terdapat 3.045 kasus kekerasan (0,9%) dan ada 52 kasus (0,01%) di ranah negara,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah, S.Ag., M.Si., Ph.D secara virtual, Senin (17/10).
ADVERTISEMENT
Dalam data bersama dari tiga sumber, tidak ada perbedaan mencolok dalam komposisi kasus per lingkup jika dibandingkan dengan kasus pada tahun 2020. Namun, data dari lembaga penyedia layanan menunjukkan kasus kekerasan di ranah publik meningkat dari 21% menjadi 25% kasus. Selain itu, kekerasan di ranah personal menurun dari 79% pada 2020 menjadi 75% pada 2021.

3. Korban KBG berasal dari semua usia

Dalam hal usia, data lembaga layanan memperlihatkan bahwa korban berasal dari semua tingkatan usia. Korban terbanyak di usia 25 sampai 40 tahun. Kemudian disusul usia 14 sampai 17 tahun dan 18 sampai 24 tahun.
Penting dicatat banyaknya jumlah korban berusia di bawah 5 tahun (195 kasus) dan di atas 60 tahun (47 kasus), menunjukkan usia balita dan lansia juga menjadi korban KBG.
ADVERTISEMENT
“Dari segi usia, data lembaga penyedia layanan menunjukkan bahwa korban berasal dari semua tingkatan usia. Itu berarti bahwa balita dan orang tua juga menjadi korban KBG," papar Alimatul.
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. Foto: Shutterstock

4. Pelaku biasanya dianggap sebagai sosok pelindung

Sementara usia pelaku didominasi usia 25 hingga 40 tahun, lalu di posisi kedua 18 hingga 24 tahu kemudian 41 sampai 60 tahun. Jika dilihat dari jenis pekerjaan pelaku, masih ada dari kalangan yang diharapkan menjadi pelindung, contoh dan teladan seperti pegawai negeri sipil (PNS), guru, dosen, tokoh agama, TNI, POLRI, tenaga medis, pejabat publik, aparat penegak hukum (APH).

5. Aturan dalam penanganan Kekerasan Berbasis Gender (KBG) terhadap Perempuan

Berbagai peraturan perundang-undangan untuk penanganan kasus kekerasan berbasis gender telah tersedia termasuk untuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO). CATAHU menyajikan peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai instrumen hukum dalam melakukan pendampingan.
ADVERTISEMENT
Instrumen hukum yang paling banyak digunakan adalah UU Perlindungan Anak, UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, KUHP, UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan UU Informasi Elektronik dan Transaksi.

6. Penangangan dan penyelesaian KBG

Dalam hal penanganan dan penyelesaian kasus, hanya sedikit informasi yang tersedia atau sekitar 15% dari total kasus yang tercatat oleh lembaga penyedia layanan dan Komnas Perempuan. Upaya penyelesaian lebih banyak dilakukan dengan cara legal (12%) dibandingkan dengan cara non-hukum (3%). Namun, dalam banyak kasus penyelesaiannya tidak diinformasikan atau tidak teridentifikasi (85%).
Ilustrasi stop kekerasan pada perempuan. Foto: Shutterstock

7. Komnas Perempuan alami kesulitan dalam menangani KBG

Komnas Perempuan juga mencatat terdapat berbagai kendala dalam penyelesaian kasus KBG terhadap perempuan, yakni segi substansi hukum dilihat dari penggunaan landasan hukum dan pasalnya.
ADVERTISEMENT
Secara spesifik terdapat kendala penerapan UU Penghapusan KDRT sebagaimana disampaikan oleh lembaga penyedia layanan yaitu status perkawinan tidak tercatat (agama/adat) yang menempati urutan pertama, disusul dengan korban mencabut laporan, kurangnya alat bukti, dan cara pandang dari aparat penegak hukum.
Selain itu, kendala lain adalah keterbatasan sarana prasarana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kasus, antara lain sumber daya manusia, fasilitas, dan anggaran.