Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
ADVERTISEMENT
Siapa yang tidak ingin menjadi Ainun, dicintai oleh sosok laki-laki yang cerdas, setia, taat beribadah, bijaksana, dan berwibawa seperti BJ Habibie . Bagi sebagian perempuan, termasuk saya, menganggap bahwa Ainun adalah perempuan paling beruntung di dunia karena bisa memiliki BJ Habibie, yang mencintainya hingga akhir hayatnya.
ADVERTISEMENT
Kepergian Ainun karena kanker ovarium pada 22 Mei 2010 lalu di Rumah Sakit Ludwig Maximilian University Munchen, Jerman, menjadi duka yang mendalam bagi BJ Habibie. Meski sempat kesulitan melepas kepergian Ainun yang saat itu hidupnya hanya tinggal tergantung dengan alat medis, Habibie harus ikhlas mengantar kepergian sang kekasih hati.
“Ainun, saya sangat mencintaimu. Tapi Allah lebih mencintaimu, sehingga saya merelakan kamu pergi,” ungkap Habibie, ketika harus merelakan kepergian Ainun saat itu.
Semenjak kepergian Ainun, hidup Habibie menjadi begitu hampa. Ia sempat merasa linglung seakan separuh jiwanya ikut pergi bersama sang istri. Setiap hari selama 100 hari pertama setelah kepergian Ainun, ia selalu datang ke pusara sang pujaan hati untuk berdoa. Makam Ainun tak pernah sepi dan selalu dipenuhi bunga. Setiap Selasa dan Jumat, hingga akhir hayatnya, Habibie selalu mengirimkan bunga sedap malam dan anggrek ungu favorit Ainun.
ADVERTISEMENT
Lima tahun setelah kepergian Ainun, rasa cinta Habibie tidak pernah memudar. Ia menuliskan sebuah buku tentang perjalanan cintanya dengan Ainun dan menuangkan rasa rindu yang begitu mendalam lewat buku Habibie dan Ainun yang dirilis pada 2010.
Bagi Habibie, buku tersebut menjadi sebuah terapi untuk melepas kerinduan. Membantu menyembuhkan rasa kehilangan cinta sejati yang sudah 48 tahun menjalani hidup bersama dalam suka maupun duka.
“Bagi saya pribadi, hikmah menulis buku ini telah menjadi terapi untuk mengobati kerinduan, rasa tiba-tiba kehilangan oleh seseorang yang selama 48 tahun 10 hari berada dalam kehidupan saya, dalam berbagi derita dan bahagia, karena antara saya dan Ainun adalah dua raga tetapi hanya satu jiwa,” tulis Habibie dalam pengantar bukunya.
ADVERTISEMENT
Sembilan tahun setelah kepergian sang kekasih hati, BJ Habibie meninggal dunia pada Rabu (11/9) di usia ke-83 di RSPAD Gatot Subroto Jakarta Selatan karena sakit. Kini, Habibie akan bertemu dan melepas rindu dengan kekasih hatinya.
Untuk sedikit mengenang kepergian Habibie dan Ainun, berikut kami telah merangkum perjalanan hidup Hasri Ainun Habibie, cinta sejati dan perempuan hebat di balik kesuksesan BJ Habibie.
Ainun muda dan pendidikannya
Perempuan bernama lengkap Hasri Ainun Besari ini adalah anak keempat dari delapan bersaudara yang lahir dari pasangan R. Mohamad Besari dan istrinya, Sadarmi.
Ainun dan Habibie saling kenal saat keduanya duduk di bangku SMA, di SMAK Dago Bandung. Dulu Habibie mengaku tidak menyukai Ainun meski guru-gurunya sering menjodohkan mereka. Bahkan Habibie mengejek Ainun dengan sebutan Gula Jawa karena kulitnya kecoklatan.
ADVERTISEMENT
Pasca lulus SMA, keduanya tidak saling berkomunikasi dan bertemu karena Habibie melanjutkan kuliah dan bekerja di Jerman. Sementara Ainun meneruskan pendidikannya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan lulus pada tahun 1961 dengan gelar dokter. Di tahun 1962, Ainun lalu bekerja menjadi asisten dokter anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta
Setelah delapan tahun terpisahkan jarak, Habibie kembali bertemu dengan Ainun. Saat mendapat cuti dan pulang ke Bandung, Habibie mampir ke rumah Ainun untuk berdiskusi dengan ayah Ainun. Namun, melihat Ainun yang semakin dewasa dan cantik, hati Habibie luluh. Enam bulan setelah pertemuan itu, Habibie melamar Ainun. Keduanya resmi menikah pada 12 Mei 1962 di Ranggamalela, Bandung.
Berdedikasi di dunia kesehatan
ADVERTISEMENT
Ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa nama adalah sebuah doa. Mungkin itu juga yang ada dalam pikiran orang tua Ainun saat memberikan nama padanya. Menurut laman Wikipedia, arti nama Hasri Ainun adalah mata yang indah.
Semasa hidupnya, istri BJ Habibie ini dikenal sebagai perempuan yang peduli dengan dunia kesehatan, terutama kesehatan mata. Selain karena dirinya juga merupakan seorang dokter, Ainun memiliki keinginan yang kuat dan tulus untuk membantu para tunanetra agar bisa kembali melihat dengan normal.
Di sekitar tahun 1998-1999 setelah BJ Habibie diangkat menjadi Presiden RI, Ainun menjadi salah satu sosok yang memperjuangkan fatwa halal donor mata di Indonesia. Pasalnya, kala itu persoalan tentang bank mata ini masih menjadi pro-kontra karena menurut agama-agama tertentu, donor mata dianggap tidak halal.
Atas dedikasi Ainun yang sangat tinggi di dunia kesehatan, khususnya dalam penanganan penyakit mata di Indonesia, maka Pemerintah Provinsi Gorontalo pada tahun 2013 berinisiasi membangun dan meresmikan Rumah Sakit Provinsi dr. Hasri Ainun Habibie di Limboto, Kabupaten Gorontalo.
ADVERTISEMENT
Saat ini, rumah sakit tersebut sedang dikembangkan menjadi Rumah Sakit Pendidikan. Tak hanya itu, untuk mengenang jasa Ainun dalam bidang kesehatan mata, organisasi Perkumpulan Penyantun Mata Tunanetra Indonesia sepakat untuk menjadikan nama Hasri Ainun sebagai nama sebuah Klinik Mata di Bogor. Klinik tersebut diresmikan sendiri oleh BJ Habibie pada tahun 2010 di Bogor, Jawa Barat.
Sosok perempuan dan ibu yang pekerja keras
Setelah menikah dengan Habibie, Ainun langsung diboyong ke Jerman dan harus merelakan kariernya sebagai seorang dokter. Tiga setengah tahun pertama setelah menikah menjadi tantangan terberat dalam hidup Ainun.
Hidup berdua di negeri orang tanpa ada kerabat dekat bukan menjadi perkara yang mudah. Apalagi ia sering ditinggal oleh Habibie bekerja hingga larut malam dan sama sekali tak punya teman bicara. Meski begitu, Ainun tetap mengenang kehidupannya yang berat bersama Habibie sebagai perjalanan yang manis.
ADVERTISEMENT
Saat baru menikah, BJ Habibie mengaku pernah menawarkan dan memberi pilihan kepada Ainun tentang siapa yang akan berkarier dan menghidupi keluarga. “Nun, kamu pintar, saya yakin kamu lebih pintar dari saya. Sekarang kamu tentukan, kamu maju berkarier, saya tinggal di rumah mengurus keluarga, atau saya yang maju,” ungkap BJ Habibie saat diwawancara Najwa Shihab dalam program Catatan Najwa untuk Narasi TV.
Setelah dua bulan, Ainun mengatakan bahwa Habibie saja yang maju dan berkarier karena kala itu ternyata Ainun tengah mengandung anak pertama mereka, Ilham Akbar Habibie.
Saat bekerja, penghasilan Habibie pun pas-pasan meski sudah banting tulang hingga larut malam. Seakan tidak ingin merepotkan suaminya, Ainun berusaha mengelola keluarga dengan cara yang sederhana, seperti menjahit sendiri baju bayi untuk anak-anaknya, belajar memperbaiki pakaian dan sepatu yang rusak, serta tidak perlu membeli pakaian hangat untuk musim dingin.
ADVERTISEMENT
Ketika merasa anak-anaknya sudah besar dan bisa dititipkan kepada pengasuh, Ainun mulai turut membantu perekonomian keluarga dengan bekerja sebagai dokter anak di sebuah rumah sakit di Hamburg, Jerman.
Lewat pekerjaan tersebut, ibu dua anak ini bisa menjadi perempuan mandiri dengan gaji yang tak jauh berbeda dari Habibie. Namun setelah dua tahun bekerja, Ainun harus rela meninggalkan kariernya sebagai dokter karena anak keduanya, Thareq Kemal Habibie, sakit keras.
“Saya bisa membantu suami membeli tanah dan rumah di Kakerbeck,” demikian ujar Ainun dalam memoar berjudul 'Tahun-tahun Pertama', yang terhimpun dalam 'Ainun Habibie: Kenangan Tak Terlupakan di Mata Orang-orang Terdekat' (hlm. 130).