Olahraga yang Sebaiknya Dilakukan untuk Hindari Kontraksi Otot Vagina

29 November 2019 19:15 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi vagina. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi vagina. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Disfungsi seksual bisa terjadi pada perempuan. Salah satu yang kerap dialami adalah vaginismus atau kontraksi otot di sekitar area vagina.
ADVERTISEMENT
Ketika vaginismus terjadi, otot sekitar vagina mengencang dengan sendirinya saat penetrasi seksual. Walaupun begitu, vaginismus ini tidak mempengaruhi gairah seksual, melainkan hanya menghambat hubungan intim karena menyebabkan rasa sakit dan penis sulit masuk ke vagina.
Kalau sudah begitu, Anda bisa mencoba latihan olahraga agar otot vagina jadi lebih rileks. Olahraga yang dapat dilakukan adalah lower body dan hip stretching. Kedua jenis senam ini dapat mengontrol otot panggul dasar yang juga mengurangi kekuatan otot vagina.
Olahraga seperti itu biasanya didapat dari olahraga jenis yoga dan pilates. “Selain olahraga, biasakan juga membuka paha yang kadang beberapa perempuan merasa hal ini tabu dilakukan,” ungkap dr. Ni Komang Yeni SpOG yang berpraktik di Klinik Bamed Health Care, Jakarta Selatan.
Ilustrasi pilates Foto: Shutterstock
Menurutnya bagi perempuan yang mengalami vaginismus ataupun ingin mencegahnya, bisa melakukan olahraga tersebut. “Dilakukan terus menerus secara teratur sampai teratur dan terbiasa,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Namun akan lebih baik jika olahraga yoga dan pilates dilakukan di bawah pengawasan trainer. Agar gerakan olahraga dilakukan dengan tepat dan efektif sehingga hasilnya pun dapat memuaskan.
Jangan lupa untuk berhati-hati bila melakukan olahraga yang cenderung dapat menyebabkan trauma di daerah genital. Misalnya seperti berkuda, bersepeda, dan olahraga lainnya yang memberikan hentakan atau trauma pada daerah tersebut.
“Terkadang kalau kita melakukan olahraga tersebut dan dalam kecepatan tinggi itu kan bisa memberikan hentakan yang cukup kuat pada vagina, itu dapat menimbulkan pendarahan pada klitoris atau vagina. Tapi tidak semua perempuan mengalami cedera itu, hanya risiko,” demikian tutur dr. Ni Komang Yeni SpOG.