Panduan Protokol Pelindungan Pekerja Migran Perempuan selama Pandemi Diluncurkan

24 Desember 2020 11:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perempuan pekerja migran. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan pekerja migran. Foto: Shutterstock
Krisis pandemi COVID-19 berpengaruh pada keberlangsungan kerja dan penghidupan pekerja migran perempuan. Situasi darurat, seperti pandemi COVID-19, telah meningkatkan risiko terjadinya kekerasan terhadap perempuan pekerja migran yang bisa dilakukan oleh majikan, agen atau sponsor, aparat penegak hukum, ataupun penyedia layanan garis depan.
Di situasi ini, perempuan pekerja migran semakin rentan mengalami stigma, diskriminasi bahkan kekerasan di semua tahapan migrasi kerja. Berdasarkan laporan dari lembaga pendamping pekerja migran, perempuan migran yang bekerja di sektor rumah tangga seringkali menjadi pelampiasan amarah majikannya yang stres akibat pandemi.
Mereka juga rentan mengalami pelecehan dan eksploitasi seksual dalam perjalanan kembali ke negara asal atau di fasilitas karantina COVID-19, maupun kekerasan oleh pasangan saat kembali akibat adanya tekanan ekonomi dan karena kehilangan mata pencaharian.
Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, hingga September 2020, terdapat 24,912 perempuan pekerja migran yang pulang ke tanah air. Melihat kondisi ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dengan dukungan dari UN Women, meluncurkan Panduan Perlindungan Bagi Perempuan Pekerja Migran Indonesia Dalam Situasi Pandemi COVID-19 dan Protokol Penanganan Kasus Kekerasan Berbasis Gender & Perdagangan Orang Perempuan Pekerja Migran Indonesia di Masa Pandemi COVID-19.
Panduan maupun protokol yang diluncurkan ini diharapkan dapat menjadi rujukan kementerian dan lembaga lintas sektor dalam memberikan layanan yang responsif gender bagi perempuan pekerja migran di masa COVID-19. Panduan dan protokol ini juga dikembangkan dengan mempertimbangkan kerentanan dan kebutuhan khusus perempuan pekerja migran selama pandemi.
Panduan meliputi pencegahan, penanganan dan pemulihan COVID-19 di semua tahapan migrasi, yang menekankan pentingnya pemberian informasi dan layanan, pendataan yang terpilah, monitoring, jaring pengaman sosial, partisipasi perempuan migran dan koordinasi lintas pihak.
Sementara Protokol memuat diantaranya prinsip dan pendekatan layanan, alur penanganan kasus dan protokol layanan pendampingan kasus, seperti protokol penanganan kasus daring dan luring, protokol pendampingan hukum, pemulangan, hingga rencana penyelamatan, jika korban berada dalam situasi darurat.
Ilustrasi perempuan pekerja migran. Foto: Shutterstock
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan, sebagian besar perempuan pekerja migran bekerja di luar negeri karena mereka adalah pemberi nafkah utama dari keluarga. Karenanya, penting untuk memberikan perlindungan bagi perempuan pekerja migran agar dapat melindungi keberlangsungan hidup keluarga, termasuk anak-anak mereka.
“Melindungi hak pekerja migran, terutama perempuan pekerja migran adalah tugas kita bersama,” ujarnya.

Mengacu pada Konsep Safe and Fair

Panduan dan protokol ini menekankan pentingnya pendekatan yang berpihak kepada korban dan menempatkan mereka sebagai subjek utama layanan. Selain itu, Panduan dan Protokol ini diharapkan bisa menjadi referensi bagi pemberi layanan, baik dari pemerintah, organisasi berbasis komunitas, atau layanan consular untuk memastikan tersedianya layanan terkoordinasi berkualitas.
Panduan dan protokol ini didukung oleh program Safe and Fair: Realizing women migrant workers’ rights and opportunities in the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), sebuah program bersama antara UN Women dan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan merupakan bagian dari Spotlight Initiative yang didanai oleh Uni Eropa. Program Safe and Fair bertujuan untuk memastikan migrasi yang aman dan adil bagi semua perempuan di ASEAN, termasuk Indonesia.
Adapun panduan dan protokol yang diberlakukan harus mengacu pada konsep safe and fair migration. Konsep safe mengacu pada migrasi yang aman itu bebas dari kekerasan dan praktik-praktik yang buruk misalnya fisik, seksual, perdagangan manusia, psikologis, yang dilakukan oleh pasangan dan pihak lain termasuk kekerasan pada proses eksploitasi kondisi kerja dan migrasi.
Sementara konsep fair mengacu pada migrasi tenaga kerja yang adil. Selain itu, Panduan dan Protokol ini diharapkan bisa menjadi referensi bagi pemberi layanan.

Kekerasan Terhadap Perempuan Pekerja Migran di Masa Pandemi

UN Women Representative and Liaison to ASEAN, Jamshed Kazi mengatakan, selama COVID-19, stres, terganggunya jaringan pendampingan sosial, serta akses terhadap layanan dapat meningkatkan risiko kekerasan bagi perempuan, termasuk perempuan pekerja migran. Sayangnya, perempuan pekerja migran seringkali sulit untuk melaporkan kekerasan yang mereka alami karena ketakutan akan dipenjarakan atau dideportasi.
“Apabila kebutuhan khusus perempuan pekerja migran tidak masuk dalam respons terhadap COVID-19, maka mereka bisa menjadi lebih rentan terhadap kekerasan dan pelecehan lebih dari sebelumnya. Kami percaya pedoman dan protokol ini akan relevan dan bermanfaat bagi pemberi layanan dan pemangku kepentingan utama untuk secara efektif membantu mereka yang terdampak kekerasan dan untuk berkontribusi pada ketersediaan ruang aman bagi perempuan pekerja migran,” lanjutnya.
Sementara itu, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Vincent Piket mengatakan, di masa pandemi sangat penting untuk memastikan perlindungan terhadap hak-hak perempuan pekerja migran, serta memastikan bahwa mereka mendapat dukungan kapan pun mereka butuhkan dan di mana pun mereka berada.
“Uni Eropa mendukung penuh pengembangan panduan dan protokol untuk perlindungan hak pekerja migran di masa pandemi COVID-19. Kami percaya, panduan dan protokol ini akan memberikan referensi dan panduan yang efektif bagi para pemangku kepentingan dalam memastikan pemberian pelayanan yang responsif gender bagi perempuan pekerja migran, termasuk bagi mereka yang menjadi korban kekerasan dan perdagangan orang,” paparnya.

Didukung dengan Berbagai Pihak

UN Women bekerja sama dengan pemerintah Indonesia mendukung secara komprehensif perempuan pekerja migran dan terus menjaga hak asasi manusia mereka selama pandemi COVID-19 dan setelahnya.
Sebagai bagian dari upaya ini, UN Women juga berkolaborasi dengan UNFPA untuk mendukung Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam mengembangkan Panduan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak Perempuan dari Diskriminasi dan Kekerasan Berbasis Gender di Masa Pandemi COVID-19.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai pelayanan penanganan kekerasan berbasis gender untuk perempuan pekerja migran pada masa pandemi COVID-19 dan adaptasi kebiasaan baru, sila kunjungi tautan ini.
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan UN WOMEN