Perjalanan Panjang Cindy Audina yang Tak Menyerah Lawan Dua Kanker

27 April 2019 10:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cindy Audina, Cancer Survivor. Foto: Gina Yustika Dimara/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Cindy Audina, Cancer Survivor. Foto: Gina Yustika Dimara/kumparan
ADVERTISEMENT
Usia sembilan tahun mungkin jadi usia normal saat anak-anak sedang mencari teman dan bermain secara suka cita. Namun, berbeda dengan Cindy Audina. Di usia yang masih kanak-kanak itu, ia divonis mengidap dua kanker sekaligus, yaitu kanker leukemia dan getah bening.
ADVERTISEMENT
Perjuangan Cindy untuk sembuh begitu panjang. Jatuh bangun, rasa lelah berkepanjangan, hingga koma, pernah dialaminya dalam proses penyembuhan dua kanker ganas tersebut. Tapi Cindy pantang menyerah, berkat dukungan orang tua, keluarga, dan orang-orang sekitar, Cindy terus berjuang menerapkan jiwa positif untuk sembuh.
Hingga akhirnya, setelah melalui 3,5 tahun pengobatan penuh dan 5 tahun masa perawatan, Cindy dinyatakan sebagai cancer survivor.
Dalam acara Kebelet Hidup 3 beberapa waktu lalu, kumparan berkesempatan untuk berbincang langsung dengan Cindy Audina yang sekarang berusia 22 tahun mengenai perjalanannya melawan kanker. Simak cerita Cindy kepada kami.
Awal kanker
Vonis kanker leukimia dan getah bening yang dialami Cindy, terjadi di akhir tahun 2005 saat ia masih berusia sembilan tahun. Saat itu, Cindy kecil belum paham apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Cindy kebingungan. Ia hanya bisa melontarkan pertanyaan demi pertanyaan kepada kedua orangtuanya.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, Cindy tidak tahu banyak tentang detail yang terjadi pada dirinya saat itu. Alasannya, dokter tidak memperkenankan dirinya masuk saat pembacaan diagnosis kesehatan. Namun, seiring berjalannya waktu, Cindy pun mulai paham bahwa ia sedang berjuang untuk melawan penyakit yang sangat serius.
"Jujur, dulu saya menjalaninya sangat berat, capek sekali. Karena semua prosedur pengobatan kanker itu sangat menyakitkan," papar Cindy.
Cindy bercerita, salah satu pengobatan yang harus dijalaninya adalah BMP, atau Bone Marrow Test, dengan mengambil contoh tulang sumsum dari tulang belakangnya. Dari hasil BMP tersebut, diketahui bahwa Cindy menderita Leukemia LLA-L3, atau penyakit kanker darah dengan risiko tinggi.
ADVERTISEMENT
Di waktu bersamaan, Cindy sering mengeluhkan sesak nafas. Ia pun harus melalui prosedur Biopsy, operasi kecil untuk pengambilan cairan di area pernapasan dan paru-paru. Dan hasilnya, Cindy dinyatakan positif kanker getah bening. Itu yang menyebabkan selama ini ia sering merasa sesak nafas, karena kanker tersebut memenuhi salah satu paru-parunya.
"Kasarnya, saya itu 'memborong' dua kanker sekaligus. Kasus seperti saya ini, dengan dua kanker di waktu bersamaan, sangatlah langka," kenangnya.
Setelah didiagnosis terkena dua kanker, Cindy sempat terbang ke Malaysia untuk melakukan pengobatan. Namun, hasilnya nihil karena beberapa rumah sakit yang ia tuju, kerap menolaknya secara halus. Cindy pun akhirnya pulang ke Indonesia dan memutuskan untuk berobat di RS Cipto Mangunkusumo.
ADVERTISEMENT
Di RS Cipto Mangunkusomo, Cindy kembali melakukan prosedur BMP. Namun, ia kaget bukan kepalang, karena kali ini prosedur tersebut dilakukan tanpa bius sama sekali.
"Bisa dibayangkan, dalam keadaan sadar, saya tengkurap dan bagian pinggul belakang harus dilubangi dengan sebuah alat seperti bor khusus untuk diambil contoh sumsum. Itu luar biasa sakitnya, saya pun hanya bisa berteriak dan menangis," cerita Cindy.
Pengobatan Cindy pun tak selalu berjalan mulus. Mulai dari salah dosis obat, kejang-kejang, hasil laboratorium yang kian menurun, hingga koma selama beberapa hari, pernah dialaminya.
Cindy Audina, Cancer Survivor. Foto: Gina Yustika Dimara/kumparan
"Di masa down itu, orangtua saya sampai pernah disuruh pasrah karena dua kanker sekaligus bukanlah hal yang biasa. Ketika disuruh tanda tangan surat pasrah, mama saya bersikeras bahwa saya pasti akan bangun dari koma," kata Cindy.
ADVERTISEMENT
Cindy pun sadar, perjuangan sebenarnya justru ada pada kedua orang tuanya. Mereka tak pernah menyerah dengan keyakinan bahwa Cindy akan sembuh. Bahkan, kedua orang tua Cindy sempat menjual rumah agar dapat memperlancar pengobatan Cindy di rumah sakit.
Dukungan demi dukungan terus diberikan orang tuanya agar Cindy selalu semangat. Hal ini yang membuat Cindy terus berpikiran positif untuk sembuh.
"Ditambah, saya dulu tidak terpapar oleh internet. Saya tidak punya akses untuk browsing tentang risiko kanker dan lainnya. Karena di internet itu banyak sekali justru informasi yang membuat orang putus asa. Di masa pengobatan saya, hanya hal positif dan dukungan orangtua yang terus saya dapatkan," jelas Cindy.
Tetap ingin sekolah
Selama pengobatan penuh kemoterapi, Cindy tetap bersikeras untuk sekolah. Ia pun bercerita bahwa setiap hari harus pakai masker dan wig untuk menutupi kepala botaknya. Tentu, pemandangan tersebut adalah hal yang aneh bagi teman-teman sepergaulannya yang masih berusia 10 dan 11 tahun. Tak jarang, Cindy pun pernah mengalami perlakuan bullying di masa sekolahnya.
ADVERTISEMENT
"Teman-teman suka godain kaya: 'Hati-hati tuh nanti rambut palsunya jatoh, ntar ketauan botaknya!' Jadi ya bully itu memang ada," kenangnya.
Meski sedih, Cindy hanya bisa menangis di kamar mandi sekolah. Ia enggan untuk menangisi hal tersebut di rumah. Karena ia khawatir jika kedua orang tuanya akan melarang Cindy untuk kembali sekolah.
Meski demikian, seiring berjalannya waktu, teman-teman Cindy pun akhirnya paham mengapa ia harus menggunakan wig dan masker. Bullying kian mereda, dan Cindy mendapatkan semangat yang besar dari teman-teman sekolahnya.
"Meski saya punya kekurangan dari segi kesehatan dan hanya datang ke sekolah 2-3 hari dalam seminggu, saya selalu masuk lima besar. Bahkan, dapat urutan UN tertinggi," ceritanya.
Cindy Audina, Cancer Survivor. Foto: Gina Yustika Dimara/kumparan
Dinyatakan sebagai cancer survivor
ADVERTISEMENT
Setelah proses kemoterapi dan pengecekan secara berkala, Cindy pun mendapati hasil yang memuaskan. Hingga akhirnya, setelah 3,5 tahun berjuang menjalani pengobatan penuh, dan melalui masa maintenance atau pemeliharaan selama lima tahun hingga awal 2014, Cindy dinyatakan sembuh.
"Setelah dinyatakan bahwa saya adalah survivor kanker, saya pun memulai kehidupan yang baru dengan tubuh yang 'baru' dan kesehatan yang baru. Perjalanan hidup saya tidak biasa, maka saya pun ingin menjalaninya dengan tidak biasa juga," ungkapnya.
Pada 2017, Cindy merilis sebuah buku berjudul 'Nama Tengahku Mukjizat' yang menceritakan perjuangannya melawan dua kanker sekaligus. Bukunya pun mulai diterjemahkan ke dalam versi Bahasa Inggris.
Kini, Cindy sibuk menjalani kuliahnya dengan jurusan Mass Communication dan aktif di komunitas Cancer Buster Community dan Yayasan Onkologi Anak Indonesia. Ia pun berperan sebagai seorang motivator yang kerap memberikan berbagai semangat kepada orang tua dan anak-anak penyintas kanker.
ADVERTISEMENT
Kini, setiap malam Cindy punya kebiasaan untuk 'me-review' hari-harinya. Mulai dari kebaikan apa yang ia lakukan hari ini, dan kebaikan apa yang orang lain berikan kepada dirinya.
"Hal-hal simpel sekali pun, karena saya ingin tidur dalam keadaan positif. Ini adalah hal yang penting bagi saya untuk terus positif. Saya juga belajar untuk tidak pernah menyalahkan sesuatu karena keadaan. Saya percaya bahwa Tuhan menciptakan setiap makhluknya dengan kekuatan yang besar," tutup Cindy Audina.
ADVERTISEMENT