Psikolog Ungkap Proses Self Healing yang Tepat untuk Sembuh dari Duka

22 Agustus 2021 20:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi proses self healing yang tepat untuk sembuh dari duka. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi proses self healing yang tepat untuk sembuh dari duka. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 telah membuat banyak orang mengalami duka. Ada yang berduka karena kehilangan keluarga atau kerabat tersayang. Ada pula yang turut bersedih setelah membaca kabar duka yang bermunculan di media sosial.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini pun tidak jarang memicu kecemasan pada beberapa orang. Bila kamu mengalami hal ini dalam waktu yang cukup lama, self healing bisa menjadi salah satu cara untuk mengatasinya.
Menurut psikolog anak dan keluarga di Jakarta, Samanta Elsener, self healing merupakan penyembuhan diri yang dilakukan secara mandiri. Pasalnya, ada beberapa upaya self healing yang memang bisa dilakukan seseorang di rumah, mulai dari detoksifikasi media sosial atau grup percakapan, membaca buku, meditasi, dan lainnya.
Namun dalam melakukan self healing dari kondisi berduka, kamu juga perlu memahami bahwa prosesnya perlu dilakukan dengan tepat. Menurut Samanta, saat berbicara tentang duka, ada beberapa fase yang perlu dilalui seseorang.
“Bicara tentang duka, kalau di gambar kurva Kubler Ross, itu ada fase aslinya lima, sekarang jadi tujuh. Ada penambahannya dua. Jadi dari kita shock, denial, marah, bargaining, depresi, akhirnya kita menerima, move on, moving forward terhadap berita duka. Itu step by step-nya,” ujar Samanta dalam wawancara dengan kumparanWOMAN, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Menurut Samanta, orang yang berduka perlu melalui setiap fase, mulai dari shock (terkejut), denial (penolakan), anger ( kemarahan, frustrasi, cemas), bargaining (tidak berdaya, kewalahan, benci), depression (depresi), acceptance (penerimaan), dan move on.
Dari ketujuh fase itu, yang mengkhawatirkan adalah bila seseorang berada dalam fase depresi dan sulit memasuki fase berikutnya, yakni menerima dan move on.
Biasanya, orang-orang yang berpotensi mengalami ini adalah seorang ibu yang kehilangan anaknya, orang-orang yang ditinggalkan secara tiba-tiba, atau seorang anak yang tidak diberi tahu tentang konsep kematian secara benar.
“Biasanya yang bikin tenggelam, misalnya seorang ibu yang kehilangan anaknya, karena dukanya mendalam banget. Kita kan bicara normalnya itu orang tua yang meninggal dulu, bukan anak yang meninggal dulu. Terus misalnya proses meninggal yang sangat mengejutkan, tiba-tiba,” kata Samanta.
ADVERTISEMENT
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, self healing memang bisa dilakukan oleh orang-orang yang mengalami kecemasan selama lebih dari seminggu akibat membaca berita duka bertubi-tubi. Akan tetapi, untuk orang yang mengalami trauma dan duka secara langsung, Samanta menyatakan perlu pendampingan dari profesional.
“Kalau yang berkaitan dengan trauma dan kehilangan orang, kita merasakan duka yang begitu besar, sebaiknya ada bantuan dari profesional. Karena kalau dilakukan self healing secara mandiri di rumah masing-masing, belum tentu orangnya kuat. Dan itu malah bikin dia jadi terpuruk,” tutur Samanta.