Respons Komnas Perempuan soal Pemecatan Ketua KPU Buntut Kasus Tindakan Asusila

7 Juli 2024 17:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komnas Perempuan berikan respons terkait pemberhentian Ketua KPU Hasyim Asy'ari buntut dari kasus pelecehan seksual. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Komnas Perempuan berikan respons terkait pemberhentian Ketua KPU Hasyim Asy'ari buntut dari kasus pelecehan seksual. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua KPU Hasyim Asy’ari resmi diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) lewat sidang putusan yang diselenggarakan pada Rabu (3/7). Hal ini merupakan buntut dari kasus tindakan asusila yang dilakukannya terhadap anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag di Belanda pada 3 Oktober 2023.
ADVERTISEMENT
Kasus ini bermula saat korban yang berinisial CAT dilantik sebagai anggota PPLN pada Februari 2023 dan kemudian bertemu dengan Hasyim dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) di Bali pada Juli 2023. Sejak hari itu Hasyim disebut menggunakan relasi kuasa untuk merayu korban agar mau membina hubungan asmara dengannya. Hingga akhirnya, pada 3 Oktober 2023 Hasyim yang saat itu berada di Amsterdam dan bertemu dengan korban memaksa CAT untuk melakukan hubungan badan.
Puncak dari kasus ini terjadi saat korban melaporkan Hasyim ke DKPP atas tindakan asusila yang kemudian membuatnya resmi lengser dari kursi Ketua KPU. Melihat ini, Komnas Perempuan menyatakan sikap dan mengapresiasi putusan DKPP yang telah memberhentikan Hasyim.

Komnas Perempuan Apresiasi Putusan Kasus Tindakan Asusila Ketua KPU

Ilustrasi korban pelecehan seksual. Foto: Shutterstock
“Komnas Perempuan menilai bahwa keputusan tersebut merupakan langkah maju penyelenggara pemilu dalam melaksanakan komitmen penghapusan kekerasan seksual, sejalan dengan mandat UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS),” ujar Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani dalam keterangan persnya pada Kamis (4/7).
ADVERTISEMENT
Menurut Andy, sanksi tegas yang dijatuhkan tidak hanya akan menguatkan proses pemulihan korban –dalam hal ini CAT– tapi juga menguatkan korban-korban lain di luar sana yang mengalami kasus serupa untuk berani melaporkan kasus mereka. Putusan ini juga sekaligus menjadi pesan kuat bagi DKPP dan seluruh anggota penyelenggara pemilu untuk tidak melakukan kekerasan seksual.
Apalagi Komnas Perempuan juga mencatat bahwa apa yang terjadi pada CAT hanya satu dari empat kasus tindakan asusila di ranah DKPP. Andy menuturkan, tiga perkara lainnya adalah kasus H dengan Ketua KPU Hasyim Asy’ri, kekerasan seksual yang dilakukan oleh Ketua KPU Manggarai Barat, dan juga aduan kekerasan berbasis gender oleh Ketua KPU Kabupaten Labuhanbatu Selatan yang hingga saat ini masih dalam proses pemeriksaan.
Ilustrasi kekerasan seksual. Foto: HTWE/Shutterstock
Jenis kekerasan seksual yang dialami korban juga beragam, mulai dari fisik, non fisik, berbasis online, hingga pemerasan dan eksploitasi. Tebalnya relasi kuasa antara korban dan pelaku, serta ketidakmampuan perangkat hukum dalam memberikan perlindungan, hingga dianggap suka sama suka juga membuat korban kerap tidak melaporkan apa yang mereka alami.
ADVERTISEMENT
“Isu kekerasan seksual juga kerap diprasangkai sebagai hubungan suka sama suka yang mengakibatkan korban semakin terbungkam,” imbuh Andy.
Melalui kasus Hasyim dan CAT, Komnas Perempuan merekomendasikan perbaikan sistematis melalui penegasan larangan setiap bentuk kekerasan berbasis gender dan seksual dalam KEPP, membangun kebijakan, pedoman, mekanisme pencegahan, dan penanganan kasus kekerasan di lingkungan KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan DKPP.