Role Model kumparanWOMAN: Veranita Yosephine, CEO AirAsia Indonesia

31 Maret 2021 13:57 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
CEO AirAsia Indonesia, Veranita Yosephine, untuk Role Model kumparanWOMAN. Foto:  AirAsia Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
CEO AirAsia Indonesia, Veranita Yosephine, untuk Role Model kumparanWOMAN. Foto: AirAsia Indonesia
Satu lagi perempuan Indonesia yang berhasil membuktikan bahwa perempuan mampu menduduki posisi pemimpin, terutama di bidang yang biasa didominasi oleh laki-laki seperti industri penerbangan. Ia adalah Veranita Yosephine (42), CEO AirAsia Indonesia.
Memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun berkarier di bidang komersial, operation, talent, dan strategi, industri penerbangan merupakan hal baru yang belum pernah dijalani oleh perempuan yang akrab disapa Vera ini. Hal ini sempat membuatnya ragu ketika mendapat tawaran untuk menjabat sebagai CEO AirAsia Indonesia. Namun keraguan itu berhasil ditepis oleh Vera sebab prestasi dan karakternya sebagai perempuan yang mandiri, kuat, dan tegas berhasil meyakinkan pendiri AirAsia bahwa ia adalah sosok yang tepat untuk memimpin. Posisi ini kemudian membuat Vera menjadi perempuan pertama di bidang profesional yang menjabat sebagai CEO di industri penerbangan Indonesia.
CEO AirAsia Indonesia, Veranita Yosephine. Foto: AirAsia Indonesia
Sebagai seorang pemimpin perempuan, Vera ternyata juga sangat peduli dengan kemajuan perempuan lainnya, terutama perempuan muda. Setelah resmi memimpin AirAsia Indonesia, ia kemudian membangun sebuah komunitas yang memberikan program mentorship bagi perempuan muda yang ingin menjadi pemimpin di masa depan. Tak hanya itu, ia juga memiliki misi khusus untuk bisa menghadirkan lebih banyak pemimpin perempuan di AirAsia Indonesia.
Untuk mengenal lebih dalam Veranita Yosephine, kumparanWOMAN mendapat kesempatan untuk berbincang singkat dengan CEO AirAsia Indonesia ini melalui wawancara secara online beberapa waktu lalu. Kepada kami Vera membagikan pengalamannya selama berkarier, misinya untuk perempuan, serta tantangan yang dihadapi sebagai pemimpin. Simak perbincangan selengkapnya dalam program Role Model kumparanWOMAN berikut ini.

Saat ini Anda juga menyandang gelar perempuan pertama di Indonesia yang menjabat posisi CEO di perusahaan penerbangan. Bagaimana perasaan Anda terkait hal tersebut?

Saya koreksi sedikit ya, sebenarnya saya adalah CEO perempuan profesional di penerbangan dalam artian yang menjadi karyawan, bukan pemilik perusahaan. Karena kalau CEO dalam artian pemilik perusahaan itu ada Ibu Susi Pudjiastuti yang sudah lebih dulu.
Tentu perasaan saya senang tapi saya juga merasa memiliki tanggung jawab. Sebagai perempuan saya sangat passionate mendorong pengembangan perempuan, women empowerment, dan kesetaraan gender. Untuk itu saya ingin mengambil kesempatan juga untuk dapat mendorong lingkungan saya supaya bisa lebih mendukung perempuan. Artinya, saya tidak hanya bekerja untuk diri sendiri, tapi juga membantu orang lain.
Veranita Yosephine bersama Menteri Parekraf Sandiaga Uno. Foto: AirAsia Indonesia

Bagaimana reaksi Anda ketika ditawarkan posisi direktur utama AirAsia Indonesia? Apakah Anda sempat ragu untuk menerima posisi penting ini?

Jelas, tentu saya mengalami keraguan. Dulu saya pernah ditanya oleh teman tentang masa depan karier saya. Ia bertanya apa yang ingin saya capai, dan saya bilang jika ada kesempatan ingin menjadi CEO.
Tapi ketika kesempatan itu datang, saya malah meragukan diri karena saya perempuan dan saya tidak pernah bekerja di industri penerbangan. Namun ternyata pihak AirAsia mengatakan tertarik dengan profil saya.
Singkat cerita, saya diminta untuk berkunjung ke kantor pusatnya di Kuala Lumpur dan mengobrol langsung dengan Tony Fernandes, pendiri AirAsia. Pada momen itu, saya bilang pada diri sendiri, saya pasti tidak dapat posisi ini.
Dari situ saya sadar, bahwa apa yang saya lakukan ini juga dialami oleh perempuan lain, kita selalu membatasi diri sendiri, padahal belum tentu laki-laki atau orang lain melihatnya tidak seperti itu.
Dan benar saja, Tony mengatakan bahwa profil saya lebih kuat dari kandidat lain. Saat dia bilang begitu, saya pun masih tidak merasa bangga, saya justru bertanya apa yang membuat saya tampak kuat. Lagi-lagi saya tidak percaya diri dan ragu. Nah, hal-hal seperti ini yang bisa membatasi kita untuk maju.

Apa pelajaran yang bisa Anda ambil dari pengalaman tersebut?

Dari pengalaman itu, saya menyadari tantangan atau halangan menjadi CEO itu pasti ada. Tapi saya yakin masih bisa memaksimalkan kemampuan. Artinya saya bisa menjalani profesi ini apa pun tantangannya.

Dari beberapa posisi yang pernah Anda jabat, adakah posisi yang dirasa paling menantang dalam karier Anda?

Tentu posisi paling menantang adalah sebagai CEO AirAsia ini, ya. Karena belum lama saya menjabat, Indonesia mengalami pandemi COVID-19. Itu pengalaman yang luar biasa dan menjadi tantangan terbesar bagi saya.
Sama seperti yang lain, saya sempat kebingungan apalagi saya baru beberapa bulan menjabat sebagai CEO penerbangan. Kondisi pandemi yang baru ini sempat membuat saya merasa stres dan tertekan saat berusaha mencari solusi supaya AirAsia bisa tetap stabil. Tapi saya bersyukur karena adanya dukungan tim dan jajaran direksi AirAsia Indonesia.
CEO AirAsia Indonesia, Veranita Yosephine, untuk Role Model kumparanWOMAN. Foto: AirAsia Indonesia
Mereka tahu apa yang harus dikerjakan dalam divisinya masing-masing dan mereka juga berpikiran terbuka. Mereka menyadari bahwa pemimpin mereka adalah perempuan dan tidak punya latar belakang di bidang penerbangan, tapi mereka mau membantu dan melengkapi komponen yang mungkin belum saya kuasai.
Meski sempat membuat saya stres, tapi saya mengambil sisi baiknya. Saya banyak belajar, sehingga lebih berkembang, lebih baik dalam membangun kepemimpinan dan kepercayaan diri, serta jadi lebih pandai mengelola stres dan emosi.

Sebagai pemimpin, seperti apa gaya kepemimpinan yang Anda terapkan?

Pertama saya sangat percaya pada data dan fakta. Sebab dalam berbisnis, apalagi kalau posisinya sudah tinggi, kadang informasi yang diterima bercampur antara fakta, data, opini, emosi, politik dan lain sebagainya. Hal ini bisa membuat pikiran kita jadi terbelah.
Karen itu, biasanya saya hanya merespon pada data dan fakta. Saya menghargai opini, persepsi, judgment dari rekan kerja. Tapi saya hanya merespon dalam bentuk keputusan, aksi, dan verbal kalau ada data dan fakta yang mendukung opini atau ungkapan yang diberikan. Jadi saya tidak membiasakan diri langsung merespon kalau ada omongan atau gosip.
Veranita Yosephine menerima penghargaan dari Gubernur NTB atas kontribusi AirAsia Indonesia terhadap pariwisata NTB. Foto: AirAsia Indonesia
Nah, ternyata cara saya ini disukai oleh anggota direksi lain yang kebanyakan dari mereka adalah laki-laki. Pemikiran yang berdasarkan logika itu cocok dengan gaya kepemimpinan laki-laki, jadi mereka bisa mempercayai saya. Itu sangat membantu sekali dan efektif karena semua orang bisa bekerja sama dengan baik.
Saya juga sangat transparan, membuka komunikasi dengan semua orang. Saya di kantor membiasakan supaya teman-teman memanggil saya Vera, tidak usah dipanggil dengan sebutan ibu. Sebab menurut pengalaman saya bekerja di bisnis multinasional, hierarki itu bukan sesuatu yang prioritas untuk bisa menghasilkan sesuatu yang bagus di bisnis dan ini membuat alur komunikasi jadi lebih enak.

Apa yang ingin Anda lakukan untuk menciptakan lingkungan kerja yang setara dan lebih memberdayakan perempuan?

Dan posisi ini terutama untuk bidang-bidang yang mungkin tidak sering dilakukan perempuan, seperti insinyur, finansial, atau flight corporation yang selama ini masih identik dengan laki-laki. Mungkin ini tidak bisa dilakukan secara serentak, tapi yang penting secara bertahap saya punya lebih banyak perempuan di jajaran direksi dan kepemimpinan di AirAsia. Semoga pandemi segera selesai supaya ini bisa segera diwujudkan lebih maksimal.
Veranita Yosephine bersama awak kabin AirAsia Indonesia. Foto: AirAsia Indonesia

Selain itu, apa lagi rencana Anda untuk membantu perempuan lain terus maju dalam berkarier?

Selain bekerja di perusahaan, saya juga mengajar di beberapa kampus. Dari pengalaman itu saya melihat banyak perempuan yang sudah ingin jadi pemimpin, seperti dalam himpunan, ketua divisi, dan kalau ditunjuk menjadi ketua kelas yang maju adalah perempuan.
Kemudian saya menyadari keinginan perempuan menjadi pemimpin itu sudah ada tapi mungkin dalam perjalanannya, mereka menemui banyak faktor atau kendala yang membuat semangat mereka redup dan akhirnya cenderung memuaskan diri dengan keadaan yang ada.
Oleh karena itu, saya membuat komunitas Girls for President untuk mengembangkan para perempuan muda yang sudah punya keinginan menjadi pemimpin.
Girls for President adalah program mentorship di mana saya berbagi pengalaman dan pengetahuan mengenai cara tepat menjadi pemimpin. Saya mengajarkan hal-hal seperti cara tampil percaya diri, mengambil kesempatan, dan bagaimana caranya ketika mengalami kegagalan bisa bangkit lagi. Ini yang ingin terus saya lakukan untuk mendukung perempuan terus maju dan tidak membatasi diri.

Biasanya banyak perempuan memiliki sosok panutan untuk menginspirasi mereka, nah siapakah sosok itu untuk Anda?

Saat ini saya tidak memiliki sosok perempuan yang membuat saya ingin seperti dia. Karena bagi saya masing-masing perempuan itu punya karakteristik dan kekuatan berbeda, saya juga belum bisa menemukan satu sosok perempuan yang memiliki semuanya.
Malala Yousafzai adalah sosok perempuan yang menginspirasi Veranita Yosephine. Foto: Christophe PETIT TESSON / POOL / AFP
Tapi kalau idola, saya punya yaitu Malala Yousafzai. Di tengah tembakan peluru, bom, dan lain sebagainya tapi dia tetap semangat pergi sekolah dan memperjuangkan pendidikan untuk anak-anak, terutama perempuan. Dia tidak pernah memikirkan dirinya sendiri, selalu mendahulukan orang lain. Buat saya itu luar biasa.
Jadi karier itu hanya sebuah bagian dalam hidup, namun kehidupan sendiri itu jauh lebih besar dari itu. Hidup itu bagaimana kita bisa membagikan hal positif kepada orang lain dan buat saya aspek itu bisa saya temukan dalam diri Malala Yousafzai. Dia adalah inspirasi saya.

Sebagai perempuan karier, seberapa besar pentingnya support system bagi Anda?

Bagi saya support system itu penting sekali. Kan katanya di balik laki-laki hebat ada perempuan hebat. Nah, tapi kalau di balik perempuan hebat itu ada satu bus orang-orang hebat. Suami memang menjadi pendukung utama tapi selain itu ada banyak orang lain, seperti mentor, saudara, tim, orang tua, babysitter, semua itu menjadi support system bagi saya.
Saya beruntung memiliki suami yang terbuka dan mengerti bahwa saya bisa menjadi versi terbaik dari diri saya, semangat, berenergi, dan antusias dengan anak-anak dan keluarga itu justru saat bekerja. Kalau saya terlalu lama di rumah tidak kerja, saya justru gampang marah.
Jadi suami saya memberikan kesempatan bagi saya untuk tetap bekerja, mencari inspirasi di luar sana, tapi ya kami saling bernegosiasi mengenai berbagai hal supaya bisa seimbang.

Bagaimana Anda membagi waktu antara pekerjaan dengan waktu bersama keluarga?

Saya memiliki jadwal mingguan yang akan saya cek di akhir pekan. Kemudian saya juga mengatur energi dengan cara memilah pekerjaan sulit dan mudah. Pekerjaan sulit pasti saya kerjakan di pagi hari karena saya adalah morning person. Lalu di akhir minggu saya juga melakukan evaluasi, mana yang harus dikerjakan untuk minggu depan mana yang harus ditinggalkan. Kemudian tak lupa saya juga mengkomunikasikan jadwal dengan suami jadi dia juga tahu kegiatan saya sehingga bisa bagi tugas mengurus rumah.