dr. Debryna Dewi Lumanauw

Semangat Kartini Debryna Dewi, Dokter dan Relawan Corona

22 April 2020 18:58 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
dr. Debryna Dewi Lumanauw Foto: Instagram @debrynadewi
zoom-in-whitePerbesar
dr. Debryna Dewi Lumanauw Foto: Instagram @debrynadewi
ADVERTISEMENT
Wabah virus corona telah menyebar hampir ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pandemi ini telah melahirkan sejumlah pahlawan baru, salah satunya para tenaga medis yang bekerja di garda terdepan. Mereka tetap memberikan pelayanan terbaik meski harus mempertaruhkan nyawa demi mengobati pasien COVID-19.
ADVERTISEMENT
Salah satu petugas medis yang layak mendapatkan predikat itu ialah Debryna Dewi Lumanauw (28). Ia merupakan salah satu dokter perempuan yang mengabdikan diri secara sukarela di RS Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat. Kisahnya sempat viral di jejaring media sosial setelah ia menceritakan bagaimana pengalamannya di sana, lewat akun Instagram pribadi @debrynadewi.
“Begitu masuk zona merah ini, kami sudah menganggap diri kami ODP. Sehingga komitmennya adalah, kami tidak akan secara bebas keluar dari sini sebelum dikarantina 14 hari. Untuk informasi, ada tiga area di kompleks ini, yaitu zona merah, kuning, dan hijau,” tulis dr. Debry di salah satu unggahan Instagram Story miliknya.
Dalam rangka merayakan Hari Kartini yang jatuh setiap tanggal 21 April, kami memilih dr. Debryna Dewi Lumanauw sebagai sosok perempuan inspiratif yang memiliki semangat Kartini yang masih bekerja di tengah pandemi corona.
ADVERTISEMENT
Melalui sesi wawancara eksklusif bersama kumparanWOMAN pada Sabtu (18/4) lalu, dokter muda itu berbagi cerita dan pengalamannya saat menangani pasien COVID-19. Dalam menjalankan tugasnya, ia juga mengaku terinspirasi dari semangat Raden Ajeng Kartini untuk tetap berjuang tanpa pamrih dan mengharapkan imbalan lebih.
“Kalau aku baca ceritanya dulu, aku selalu ingin seperti Kartini. Maksudnya ingin belajar dan ingin mendapatkan kesetaraan. Dan memang, di dunia yang ideal seharusnya hal ini tidak menjadi suatu pembatas untuk melakukan hal-hal yang sifatnya kemanusiaan,” terang dokter yang merupakan bagian dari Tim Indonesia Search dan Rescue (INASAR) tersebut.
Dari penuturan dr. Debry, ia mulai mendaftar menjadi seorang dokter relawan untuk penanganan pasien COVID-19 pada 20 Maret 2019. Kala itu, pemerintah mengumumkan 369 jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia dan sedang mempersiapkan Wisma Atlet sebagai RS Darurat.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, keinginan untuk menjadi dokter relawan menurutnya datang dari panggilan hati dan atas keinginannya sendiri. Keinginan itu kemudian semakin didorong oleh rasa ingin menjalankan peran sebagai dokter untuk menolong serta merawat pasien.
dr. Debryna Dewi Lumanauw Foto: Instagram @debrynadewi
Pada 26 Maret 2019, dr. Debry memulai hari pertamanya sebagai dokter relawan IDI (Ikatan Dokter Indonesia). Selama bertugas, dr. Debry beserta rekan-rekan sejawatnya membantu memberikan pertolongan dan juga perawatan terhadap pasien COVID-19, yang terus bertambah setiap harinya.
“Kalau untuk (tugasnya) sehari-hari sih rasanya di mana-mana sama saja, maksudnya sama itu seperti jadi (tugas) dokter pada umumnya saja. Jadi kita liat pasien di UGD, Bangsal, hingga Poli. Cuma bedanya mungkin kalau dalam keadaan sekarang pakai Alat Pelindung Diri (APD), kalau biasa kan tidak pakai APD,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Dalam satu kali shift, dr. Debry bertutur bahwa para tenaga medis akan mendapatkan 8 jam kerja, lalu disusul dengan 32 jam untuk istirahat. Selain itu, tenaga medis juga akan dibekali dengan APD yang meliputi masker bedah, sterile gloves (sarung tangan karet steril), hamzat, goggles (kaca mata pelindung), hingga sepatu boots.
“Aku sempat ngobrol sama teman-temanku, rata-rata mereka bilang salah satu tantangan terbesar di sini adalah saat memakai APD. Soalnya, kalau pakai APD ini kita semacam berkomitmen untuk tidak melepas, kayak kalau sudah pakai sekali ya sudah tidak usah dicopot-copot, apalagi harus pakai APD yang baru. Sedangkan kita tidak tahu pandemi ini akan berakhir sampai kapan, jadi kita tidak boleh asal pakai APD lalu buang begitu saja,” katanya.
ADVERTISEMENT

Sempat Terganjal Restu Orang Tua

Sudah hampir satu bulan dr. Debry berada di Wisma Atlet. Selama kurun waktu tersebut, ia telah menjalani masa tugas selama 14 hari, dan kini tengah menjalani masa karantina selama 14 hari.
Namun, untuk menjalankan peran tersebut dr. Debry bercerita bahwa ia juga sempat mengalami ganjalan terkait dengan restu dari keluarganya. Ia mengungkapkan bahwa ia sempat tidak diperbolehkan oleh keluarga untuk menjadi dokter relawan penanganan pasien COVID-19.
“Bahkan untuk negosiasinya saja cukup alot hingga ancam-ancaman. Tapi lama-lama oke sih, akhirnya mereka ikhlas juga,” katanya.

Berjuang Melawan Musuh yang Tak Terlihat

dr. Debry mengakui, karantina menjadi salah satu tantangan terberatnya saat menjalani tugas sebagai relawan dokter di RS Darurat Wisma Atlet. Sebab, ia tidak bisa bertemu keluarganya, teman-temannya, hingga melakukan aktivitas kesukaannya.
ADVERTISEMENT
Namun di samping itu, tantangan lain juga datang karena ia harus berperang melawan musuh yang tak terlihat. Dalam praktiknya, ia mengibaratkan bahwa virus corona adalah musuhnya yang tak terlihat.
“Kalau di INSAR kan gempa, tsunami, banjir, hingga bangunan runtuh itu aku bisa lihat. Jadi aku bisa lebih hati-hati dan menghindar dari bahaya. Kalau ini, aku sama sekali buta musuhku di mana. Anggap saja musuhku ada di mana-mana dan bahkan ada di depan mata,” tambah dr. Debry.
dr. Debryna Dewi Lumanauw Foto: Instagram @debrynadewi
Karena tantangan itulah, dr. Debry juga sempat merasa terbebani secara mental karena merasa banyak hal yang ia tidak tahu soal penyakit tersebut. Selain itu, juga merasa bahwa sangat buta soal kondisi yang ada di luar dan seperti apa risikonya.
ADVERTISEMENT
“Aku sempat berpikir, apakah aku sekuat seperti apa yang aku pikiran atau enggak. Itu yang sering jadi bikin aku parno, kepikiran, dan juga cemas,” curhat perempuan lulusan Ilmu Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung, tersebut.
Sama seperti masyarakat pada umumnya, dr. Debry juga sempat memiliki kekhawatiran jika dirinya terinfeksi virus corona. Namun, ia selalu berusaha meyakinkan diri bahwa ia memiliki fisik yang kuat.
“Aku selalu berusaha menyakinkan diriku berdasarkan dari ilmu dan penelitian yang aku baca. Selain itu, waktu di INASAR aku juga sempat divaksin 9 kali, jadi seharusnya tidak apa-apa. Semoga tidak apa-apa,” tambahnya.

Terharu dengan Cerita Unik Pasien COVID-19

Selama menjalankan tugas sebagai relawan medis, dr. Debry memang dikenal sering membagikan cerita dan pengalamannya lewat jejaring media sosial Instagram. Ia membagikan cerita dan potret di balik layar para staf kesehatan dan TNI yang berjaga, cara memakai APD, hingga tips-tips dalam menjaga kesehatan fisik dan mental di tengah pandemi.
ADVERTISEMENT
Namun ternyata, ada salah satu cerita yang katanya belum pernah ia bagikan sama sekali di akun Instagram dengan jumlah pengikut hampir 17 ribu tersebut. Salah satunya adalah soal obrolannya dengan pasien COVID-19 yang dirawat di sana.
“Selama aku kerja jadi dokter di rumah sakit atau di mana pun, aku tidak pernah melihat pasien sesemangat ini. Mereka pengin sembuhnya tuh luar biasanya banget, apa pun akan dilakukan yang penting sembuh,” katanya.
dr. Debryna Dewi Lumanauw Foto: Instagram @debrynadewi
dr. Debry mengatakan kondisi pasien COVID-19 selama berada di sana seperti orang sehat, meski dengan gejala atau tanpa gejala sama sekali. Bahkan saat melakukan kunjungan ke pasien-pasien, dr. Debry menyebut pasien sering bercerita soal kehidupan pribadinya; mulai dari hal yang paling dirindukan dari rumah hingga alasannya kenapa ingin segera sembuh.
ADVERTISEMENT
“Bahkan ada yang cerita lupa ngasih makan kucing pas kemarin pergi, terus cemas kucingnya kenapa-kenapa. Hal-hal yang menurutku simpel kayak gitu entah kenapa pas mereka cerita lumayan terharu,” tambahnya.
Momen itu ternyata membuka mata, kepala, dan hatinya untuk selalu bersyukur atas apa yang telah diberi. Lewat interaksi dengan pasien juga, dr. Debry belajar soal nilai dan arti kehidupan.
“Di saat aku melepaskan statusku sebagai dokter dan dia pasien, kita bisa berinteraksi secara manusia. Itu yang membuat aku berpikir bahwa aku bisa mendapatkan nilai-nilai kehidupan dari pasien. Apalagi di situasi pandemi sekarang, aku dengar di luar sana banyak orang yang negative thinking, tapi pasien di sini justru semangatnya luar biasa. Jadi terlihat beda gitu,” jelas dr. Debry.
ADVERTISEMENT

Menghindari Perbincangan Soal Corona saat Me Time

Di sela-sela kesibukan nya, ternyata dr. Debry juga sering menyempatkan diri untuk me time. Upaya ini dilakukan agar ia merasa terhibur dan tidak merasa stres atau cemas di tengah kekacauan pandemi. Beberapa cara menghibur diri yang biasa ia lakukan adalah menonton serial Netflix, menyempatkan diri untuk mengunggah konten di jejaring media sosial, hingga bersosialisasi dengan rekan-rekan sejawatnya.
“Saat bersosialisasi dengan teman-teman, kita sering ngobrolin hal-hal di luar corona. Menurutku itu bisa membantu, maksudnya kita jadi lebih seperti manusia dengan berbincang soal kehidupan hingga personal life,” paparnya.
Selain bersosialisasi dengan rekan sejawat, dr. Debry juga mengaku sering bersosialisasi dengan beberapa staf dan petugas dari TNI, POLRI, hingga BUMN yang bertugas di sana.
ADVERTISEMENT
"Seru banget bisa saling sharing antara profesi dan kesatuan. Dan surprisingly semuanya saling gampang untuk adaptasi kebiasaan. Baru sebulan, tapi kayak udah jadi temen semua," tambah dr. Debry.
Di samping melakukan me time untuk menghibur diri, dr. Debry juga melakukan beberapa usaha agar fisiknya tetap sehat selama merawat pasien. Salah satunya adalah memakai kelengkapan APD dengan disertai sikap yang disiplin.
“Jadi pastikan APD yang dipakai lengkap dengan cara memakai yang benar. Yang terakhir, saat lepas juga enggak boleh sembarangan, misalnya sudah pakai masker tapi masih pegang-pegang bagian depan masker, atau pas copot masih pegang-pegang wajah secara langsung, itu kan sama aja bohong. Hal-hal yang technical dan prosedural itu yang jadi tameng kita untuk bertahan hidup,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Selain memastikan kelengkapan APD, dr. Debry juga selalu giat untuk melakukan olahraga, minum vitamin, hingga mengatur pola makan dan istirahat agar fisiknya tetap terjaga dan stamina selama menjadi relawan medis.
Menutup perbincangannya dengan kumparanWOMAN, dr. Debry menekankan bahwa tugas untuk berperang melawan pandemi ini bukan hanya tanggung jawab tenaga medis, pemerintah, atau TNI saja. Kita semua bisa mengambil peran masing-masing untuk berperang melawan pandemi ini, sesederhana masyarakat bisa mengikuti imbauan pemerintah untuk melakukan social distancing dan berdiam diri di rumah. Menurutnya, hal ini menjadi salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah dan menghentikan penyebaran virus corona.
dr. Debryna Dewi Lumanauw Foto: Instagram @debrynadewi
Jika tugasnya telah berakhir dan pandemi ini telah berangsur stabil, dr. Debry mengaku ingin sekali melakukan diving dan melanjutkan kehidupan normalnya. Tak hanya itu, ia juga bercerita akan menemui anjing peliharaannya, yang sempat ia tinggalkan dalam keadaan sakit.
ADVERTISEMENT
“Untuk rencana jangka panjang masih belum terpikirkan, tapi yang jelas aku akan melakukan apa pun yang bisa bikin bahagia. Aku mungkin akan belajar dan mengembangkan diri di INASAR, di mana harapan aku agar ilmu kebencanaan alam di Indonesia itu semakin terdepan,” tutup Debryna Dewi Lumanauw.
Selamat Hari Kartini untuk semua petugas medis yang bekerja dan semua perempuan Indonesia yang terus memiliki semangat positif di tengah pandemi Corona ini.
Untuk story menarik lainnya kunjungi collection Cerita Perempuan Hebat.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten