Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Studi Ungkap Perempuan Sering Disalahkan karena Rumah Berantakan
31 Maret 2022 12:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Ladies, kamu mungkin pernah mendengar ungkapan seperti ini, “perempuan kok kamarnya berantakan?” atau “buat kamar laki-laki, segini udah rapi banget”. Sadar atau tidak, ungkapan ini menjelaskan bahwa akan menjadi masalah jika perempuan memiliki kamar berantakan, sementara laki-laki akan dimaklumi. Bahkan, menjadi nilai tambah ketika laki-laki memiliki kamar yang rapi.
ADVERTISEMENT
Padahal, memiliki kamar atau rumah yang rapi tentu menjadi hal positif yang perlu dilakukan, terlepas dari apapun jenis kelaminnya, Ladies.
Sebuah studi terkait hal ini dipublikasikan The New York Times tahun 2019 oleh Claire Cain Miller, koresponden yang menulis tentang gender, keluarga, dan masa depan pekerjaan. Pada tulisannya, tiga penelitian yang diterbitkan menunjukkan, pekerjaan rumah tangga masih dianggap sebagai pekerjaan perempuan. Salah satu penelitian menemukan, perempuan akan melakukan lebih banyak pekerjaan rumah ketika mereka tinggal bersama laki-laki daripada ketika mereka hidup sendiri. Studi lainnya juga menunjukkan, secara sosial, perempuan dinilai negatif karena memiliki rumah yang berantakan dan pekerjaan rumah yang tidak terselesaikan.
Para ilmuwan sosial yang melakukan penelitian tersebut mengatakan bahwa ini merupakan contoh bagaimana adat istiadat sosial dapat memengaruhi perilaku orang lain dalam menilai seseorang. “Semua orang tahu apa stereotipnya, jadi meskipun mereka tidak mendukungnya secara pribadi, itu akan tetap memengaruhi perilaku mereka. Bahkan jika mereka mengatakan bahwa mereka memiliki pandangan progresif tentang peran gender,” kata Sarah Thébaud, sosiolog di University of California dan penulis salah satu penelitian, seperti dikutip dari The New York Times.
ADVERTISEMENT
Salah satu studi tahun 2018 yang diterbitkan dalam jurnal Demography menemukan bahwa perempuan yang telah menikah dengan laki-laki akan melakukan lebih banyak pekerjaan rumah daripada ibu tunggal, mengalami kurang tidur, dan memiliki lebih sedikit waktu luang.
Joanna Pepin, sosiolog di University of Maryland yang juga menulis penelitian tersebut, mengatakan bahwa hal ini terjadi karena orang masih melihat menjadi pasangan yang baik adalah dapat mengurus rumah dengan baik. "Salah satu kemungkinannya adalah apa yang orang percaya dan diharapkan dari mereka untuk menjadi istri dan pasangan yang baik masih sangat kuat, dan Anda memegang standar itu ketika Anda hidup dengan seseorang," kata Pepin, dikutip dari The New York Times.
Studi lainnya di tahun 2019 dalam jurnal Gender & Society menemukan bahwa meskipun laki-laki yang tinggal di kota menghabiskan lebih sedikit waktu untuk pekerjaan di luar ruangan daripada laki-laki pinggiran kota, mereka tidak menghabiskan waktu tambahan untuk jenis pekerjaan lain. Sementara, perempuan menghabiskan jumlah waktu yang sama untuk semua pekerjaan, baik yang tinggal di kota maupun di pinggiran kota.
ADVERTISEMENT
Natasha Quadlin dan Long Doan, peneliti dari studi tersebut mengatakan, temuan ini menunjukkan masih banyak pekerjaan rumah yang dianggap sebagai pekerjaan perempuan. Sebenarnya, ilmuwan sosial sudah mengamati fenomena ini sejak lama, Ladies. Pada tahun 1989, sosiolog Arlie Russell Hochschild mendokumentasikan bagaimana perempuan melakukan lebih banyak pekerjaan rumah tangga dan merawat anak daripada laki-laki.
Meskipun demikian, tentu ada cara untuk mendobrak batasan ini. Dilansir The New York Times, cara yang dapat dilakukan untuk memperkecil stereotip ini dimulai dengan apa yang diajarkan kepada anak laki-laki.
Penelitian menemukan bahwa, ketika perempuan bekerja untuk biaya hidup dan laki-laki melakukan pekerjaan rumah tangga, anak laki-laki mereka akan menjadi orang dewasa yang menghabiskan lebih banyak waktu untuk pekerjaan rumah.
ADVERTISEMENT