PTR, Women on Top December 2019, Hannah Al Rashid

Tanggapan Hannah Al Rashid soal SJW Feminist yang Dianggap Negatif

31 Desember 2019 14:12 WIB
comment
23
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hannah Al Rashid untuk program Women on Top kumparanWOMAN. Stylist: Anantama Putra, Makeup: Linda Kusumadewi, Busana: Sportsmax, Sepatu dan Aksesori: Dior. Alan Mahirma Lars
zoom-in-whitePerbesar
Hannah Al Rashid untuk program Women on Top kumparanWOMAN. Stylist: Anantama Putra, Makeup: Linda Kusumadewi, Busana: Sportsmax, Sepatu dan Aksesori: Dior. Alan Mahirma Lars
Sebagai selebriti yang juga aktif menyuarakan isu-isu perempuan, Hannah Al Rashid tidak hanya berusaha bersuara lewat perannya dalam film, tetapi ia juga aktif banyak melakukan kegiatan lewat berbagai platform lain seperti YouTube dan Instagram.
Di tahun 2017 lalu, dalam memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan ia membuat sebuah konten video yang mengajak beberapa figur publik untuk turut bergerak menghentikan kekerasan terhadap perempuan.
Tak cukup sampai disitu, Hannah Al Rashid juga membuat konten lain dengan topik bahasan seputar kesetaraan gender dan pelecehan seksual. Salah satu konten terbarunya yang menarik adalah soal Social Justice Warrior Feminist atau istilah kekiniannya adalah SJW Feminist.
Dalam konten tersebut, pemain film Ratu Ilmu Hitam ini membahas soal bagaimana istilah SJW Feminist ini berkembang menjadi sebuah stigma negatif yang berpotensi menghambat perempuan yang ingin speak up. Ia membuat konten tersebut bersama dengan komedian sekaligus Financial Planner Ligwina Hananto dan komedian Arie Kriting yang menjadi narasumbernya.
“Saya merasa SJW Feminist itu menjadi sebuah stigma baru. Menurut saya sebenarnya ada banyak sekali perempuan yang punya prinsip atau menjalankan prinsip keadilan dan feminism tapi mereka tidak berani bilang bahwa mereka adalah feminis karena ada stigma negatif terhadap kata ‘F’ itu. Padahal saya sendiri juga mengakui itu, yes I am (a feminist). Lo bilang gue warrior, yes I am bitch!” ungkap Hannah sambil tertawa bangga.
Menurut Hannah, penggunaan kata SJW dengan nada negatif juga bisa menjadi salah satu penghambat perempuan untuk speak up. Padahal istilah social justice warrior seharusnya menjadi embel-embel yang positif terhadap siapapun yang tengah memperjuangkan sesuatu. Baik itu soal isu lingkungan maupun isu kesetaraan gender.
Hannah Al Rashid untuk program Women on Top kumparanWOMAN. Stylist: Anantama Putra, Makeup: Linda Kusumadewi, Busana: Fendi, Aksesori: Dior. Foto: Alan Mahirma Lars
“Oleh karena itu, jangan biarkan mereka membungkam kita. Netizen di media sosial yang mengatakan hal-hal negatif seperti itu juga sebenarnya berusaha untuk membungkam kita. Dan perempuan seharusnya jangan mau dibungkam. Kalau ya, nanti mereka menang and I don’t want them to win,” jelasnya.
Menghadapi isu-isu perempuan ini memang bukanlah perkara mudah. Ada banyak sekali halangan yang siap menghambat laju perempuan untuk maju dan menyuarakan aspirasinya.
Bahkan Hannah yakin bahwa di luar sana mungkin ada banyak laki-laki yang merasa dirugikan karena ada banyak perempuan yang menuntut haknya. Namun itu tidak sedikitpun membuat perempuan kelahiran London ini menjadi gentar.
“Mungkin akan ada banyak laki-laki yang dirugikan kalau banyak perempuan yang speak up soal kesetaraan gender, tapi sebenarnya kita sama-sama akan untung dari ini, tidak akan ada pihak yang dirugikan. Kalau ada yang merasa dirugikan ya berarti mereka pernah melakukan kesalahan terkait isu ini. If you so against this, I have to question it. Why are you so against it? Apa yang sudah Anda lakukan sehingga Anda sama sekali tidak setuju dengan ini?” ungkap Hannah dengan tegas.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten