UN Women Ungkap 87 Persen Perundingan Damai Dunia Masih Tanpa Perempuan
24 Oktober 2025 15:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
UN Women Ungkap 87 Persen Perundingan Damai Dunia Masih Tanpa Perempuan
Sejak 25 tahun setelah resolusi PBB, 87 persen perundingan damai masih digelar tanpa keterlibatan perempuan.kumparanWOMAN

ADVERTISEMENT
Sudah 25 tahun berlalu sejak Dewan Keamanan PBB menetapkan Resolusi 1325, yakni sebuah keputusan yang seharusnya membuka jalan bagi keterlibatan lebih banyak perempuan dalam menjaga perdamaian dunia. Namun, laporan terbaru UN Women justru menunjukkan kenyataan yang memprihatinkan, yaitu perempuan masih jarang sekali diajak duduk di meja perundingan.
ADVERTISEMENT
“Tahun lalu, ditemukan bahwa 87 persen perundingan damai berlangsung tanpa melibatkan satu pun perempuan,” ujar Nyaradzayi Gumbonzvanda, Wakil Direktur Eksekutif UN Women, dikutip dari Arab News.
Angka menggambarkan betapa dunia masih mengabaikan suara perempuan dalam urusan yang menyangkut masa depan kemanusiaan.
Perdamaian yang Tak Inklusif
Data 2024 menunjukkan, mayoritas negosiasi perdamaian di berbagai wilayah konflik masih didominasi laki-laki. Padahal, keterlibatan perempuan terbukti mampu menciptakan proses yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan berperspektif kemanusiaan.
Ketika perempuan dihadirkan dalam proses negosiasi, isu-isu seperti perlindungan warga sipil, pendidikan anak, hingga rekonsiliasi komunitas cenderung lebih diperhatikan. Namun tanpa mereka, banyak keputusan diambil hanya dari sudut pandang militer dan kekuasaan.
Sarah Hendriks, Direktur Divisi Program dan Kebijakan UN Women, menegaskan bahwa ketimpangan ini menimbulkan efek domino.
ADVERTISEMENT
"Diskriminasi di meja perundingan berdampak pada pengucilan perempuan dari pemerintahan dan kekuasaan, bahkan setelah konflik berakhir," ujarnya.
Padahal, ironisnya, perempuan dan anak-anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban perang.
Suara Perempuan yang Terpinggirkan
UN Women juga memperingatkan bahwa pendanaan bagi organisasi-organisasi yang dipimpin perempuan semakin menipis. Padahal, kelompok inilah yang selama ini berada di garis depan dalam menjaga perdamaian dan membantu korban konflik.
Hanya 0,4 persen dari total bantuan internasional untuk negara terdampak konflik yang benar-benar menjangkau organisasi perempuan secara langsung. Lebih buruk lagi, hampir separuh dari organisasi perempuan yang disurvei mengatakan mereka terancam tutup dalam waktu enam bulan ke depan karena kekurangan dana.
