Waspada, Ini Ciri-ciri Orang yang Bisa Jadi Toxic dalam Percintaan

12 Mei 2020 22:45 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pasangan bertengkar. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pasangan bertengkar. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Sebagian dari kita mungkin pernah melihat atau merasakan menjadi orang yang terjebak dalam toxic relationship. Mengatasnamakan cinta, kita berusaha bertahan dalam hubungan yang sebenarnya lebih banyak merugikan daripada membahagiakan.
ADVERTISEMENT
Ketika sudah lama terjebak dalam toxic relationship, kita mungkin akan merasa kesulitan untuk keluar dari hubungan tersebut. Kalaupun ingin keluar, kita berujung mengkhawatirkan berbagai hal, mulai dari stabilitas ekonomi hingga pandangan orang lain jika kita meninggalkan pasangan.
Tapi, Ladies, sebenarnya kita bisa mengurangi risiko terjebak dalam toxic relationship, bila sejak awal kita jeli memperhatikan kepribadian pasangan. Mengikuti penjelasan psikolog klinis dewasa, Tara de Thouars, ada beberapa ciri yang bisa menunjukkan kemungkinan seseorang menjadi toxic dalam percintaan.
"Biasanya, tipenya adalah orang yang memang agresif, impulsif, posesif, dan obsesif," ujar Tara de Thouars dalam sesi kumparan Virtual Talk pada Kamis (7/5).
Lebih lanjut, menurut Tara, ada banyak hal yang bisa menjadi penyebab seseorang bersikap toxic dalam sebuah hubungan. Selain karena dia minim empati, orang itu juga mungkin cenderung memiliki agresivitas tinggi dan impulsif.
ADVERTISEMENT
"Jadi, ketika dia marah, dia langsung melakukan sesuatu, entah secara verbal atau perilaku. Biasanya, dia adalah orang yang punya kemarahan terhadap berbagai macam hal," ungkap Tara.
Ilustrasi Bertengkar dengan Kekasih Foto: Shutterstock
"Kemudian, biasanya, ini banyak terjadi sama orang-orang yang punya low self-esteem. Jadi, dia merasa dirinya sebenarnya kurang dan enggak oke. Karena itu, dia merasa perlu mengendalikan orang lain, supaya orang ini tidak pergi kemana-mana," ujarnya menambahkan.
Akan tetapi, psikolog klinis dewasa ini menegaskan bahwa yang tak kalah penting adalah mengenali perasaan kita sendiri terhadap orang tersebut. Sebab, menurutnya, bisa jadi ada orang yang paranoid, obsesif, sekaligus posesif, namun tidak menyakiti kita. Sehingga, yang perlu diperhatikan adalah apakah kita merasa nyaman dan tentram atau tidak di sisinya.
Ilustrasi Pasangan. Foto: Dok. Shutterstock
"Kalau orang itu posesif dan agresif tapi aku tidak terpengaruh dan nyaman-nyaman saja dan tindakan dia tidak mempengaruhi aku, bisa jadi ini tidak masuk ke toxic relationship," ujar Tara.
ADVERTISEMENT
"Tapi, kalau aku ngerasa tidak nyaman dan emosinya terganggu, berarti orang ini toxic buat aku dan aku punya hak memutuskan tetap mau sama dia atau tidak," ungkapnya menambahkan.
Selain itu, Tara juga membicarakan mengenai kemungkinan berubahnya seseorang setelah menjalani hubungan asmara. Terkadang, kita mungkin berharap agar pasangan, khususnya yang memiliki kecenderungan toxic, bisa berubah seiring dengan berjalannya waktu.
Namun, ada kemungkinan bahwa orang itu cenderung tak bisa berubah, terlepas dari apa pun yang sudah kita upayakan. Khususnya, jika mereka memiliki isu yang terkait dengan harga diri atau sebenarnya merasa insecure, posesif, dan obsesif.
"Apa pun yang kita lakukan, kalau pelaku itu memang punya isu psikologis dengan dirinya sendiri, seberapa pun kita mau berusaha, enggak akan ada perubahan. Karena, problem-nya bukan ada di kita, tapi di mereka. Namun, cara mereka mengendalikan kita adalah dengan menyalahkan kita dan kita (jadi) percaya itu," tutur Tara menegaskan.
ADVERTISEMENT
Bagaimana menurut Anda, Ladies?
---
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona.
*****
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.