Buku Pengguncang Negeri Belanda

Lamia Rozianna Putri
Mahasiswa Universitas Negeri Semarang
Konten dari Pengguna
10 November 2022 9:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lamia Rozianna Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: milik pribadi
zoom-in-whitePerbesar
sumber: milik pribadi
ADVERTISEMENT
Pelaksanaan kebijakan politik etis sejak tahun 1901 dapat dikatakan sebagai awal bagi penduduk bumiputra mendapatkan akses pendidikan, terutama dengan sistem barat. Dalam suatu pembahasan di parlemen, golongan liberal menganggap politik etis sebagai upaya untuk meningkatkan taraf hidup bagi rakyat di negeri jajahan. Salah satu kebijakan dalam politik etis adalah edukasi. Namun, dalam pelaksanaannya jauh dari kata adil dan terkesan diskriminatif. Hanya anak-anak dari golongan tertentu seperti bangsawan saja yang mendapat akses pendidikan sistem barat. Sulit bagi anak-anak dari golongan biasa untuk mendapat pendidikan dengan sistem barat.
ADVERTISEMENT
Masuknya pendidikan dengan sistem barat merupakan suatu langkah untuk mencerdaskan bangsa yang dengan cepat membawa pengaruh dan menimbulkan perubahan-perubahan. Kesempatan mengenyam pendidikan tinggi hingga ke negeri Belanda semakin membuka pandangan dan menyadarkan mereka akan kondisi bangsanya. Mereka menyadari bahwa selama ini bangsa Indonesia sudah sangat ditindas dan mendapatkan ketidakadilan dari pemerintah kolonial. Ini yang kemudian menyatukan seluruh mahasiswa Indonesia di negeri Belanda yang tersebar di beberapa universitas untuk kemudian berkumpul atas dasar kebersamaan karena tinggal di negara lain. Mereka terdorong untuk membentuk suatu organisasi pada tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging yang bertujuan untuk menampung aspirasi mahasiswa dan bentuk perasaan ingin bersatu antara orang-orang Indonesia di negeri Belanda.
Untuk memperingati 15 tahun berdirinya Indische Vereeniging di negeri Belanda, disusunlah sebuah buku berjudul Gedenkboek 1908-1923 Indonesische Vereeniging yang terbit pada tahun 1924. Terbitnya buku ini cukup membuat heboh kalangan pemerintah Hindia Belanda, termasuk para pensiunan Belanda, seperti mantan gubernur, mantan residen, pers Belanda dan sebagainya. Mereka tidak mengira bahwa para mahasiswa Indonesia memiliki pengetahuan yang dalam akan sejarah penjajahan Belanda, perkembangan terkini kondisi di Indonesia, dan kondisi politik internasional. Subardjo dalam bukunya menjelaskan artikel apa saja yang termuat dalam Gedenkboek.
ADVERTISEMENT
Macam-Macam Artikel yang Termuat dalam Gedenkboek:
ADVERTISEMENT
Ketika artikel-artikel tersebut ditulis, keadaan di Indonesia masih ada banyak perbedaan kepentingan. Mulai dari adanya kepentingan Belanda dalam memperkuat kedudukannya sebagai penguasa, kepentingan golongan intelektual yang sebagian masih ada yang bermental budak dengan kata lain ingin tetap mengabdi kepada pemerintah Hindia Belanda, tetapi sudah banyak pula golongan intelektual yang berjiwa nasional. Kemudian, adanya kepentingan rakyat jelata yang ingin terbebas dari penjajahan. Dengan ini dapat dilihat bahwa adanya perbedaan kepentingan terutama dari golongan intelektual yang masih bermental budak dapat menghambat perjuangan nasional demi kemerdekaan.
Para penulis artikel di atas termasuk orang-orang hebat dan berpandangan luas. tampak dari bagaimana mereka menguraikan dengan tajam dan kritis tentang Indonesia yang dijajah oleh Belanda. Uraian mengenai perkembangan nasional dapat memengaruhi pandangan bangsa-bangsa yang terjajah, tidak hanya di Indonesia tetapi juga bangsa-bangsa yang kondisinya kurang lebih sama seperti Indonesia, yaitu bangsa-bangsa di Asia dan Afrika. Terbitnya Gedenkboek 1908-1923 Indonesia Vereeniging membuat Belanda khawatir akan akibat yang nantinya ditimbulkan.
ADVERTISEMENT
Keadaan yang makin mempersulit adalah dengan terbitnya buku ini di negeri Belanda yang memberlakukan hukum internasional yang mana segala sesuatu berdasarkan demokrasi dan liberal, maka penerbitan buku ini sangat sulit untuk dilarang. Lain halnya ketika buku ini diterbitkan di Hindia Belanda, maka dengan mudah pemerintah Hindia Belanda dapat melarang penerbitan buku ini karena di sana berlaku hukum kolonial. Untuk itu, karena tidak dapat melarang penerbitan buku ini, maka pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk melarang buku tersebut diedarkan di Indonesia. Sementara itu, di negeri Belanda terus dilakukan upaya pencegahan oleh pemerintah Belanda agar buku tersebut tidak memengaruhi dan membangkitkan jiwa nasionalisme para mahasiswa Indonesia di Negeri Belanda. Namun, hal itu tidak membuat para mahasiswa Indonesia gentar, justru mereka makin gencar dalam membangun jiwa nasionalisme dalam setiap kegiatan mereka.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Sudiyo. 2004. Perhimpunan Indonesia. Jakarta: PT. Bina Adiaksara dan PT. Rineka Cipta.