3 Hewan yang Terbebas dari Ancaman Kanker

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
18 Februari 2019 11:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masih berkaitan dengan kondisi kesehatan hewan dan masih membicarakan tentang kanker. Jika sebelumnya kita mengetahui tentang kanker tertua ditemukan pada kura-kura, pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai hewan-hewan yang justru potensinya untuk terkena kanker bisa dikatakan kecil atau bahkan tidak ada sama sekali.
Kanker, seperti halnya yang terjadi pada manusia, juga menjadi salah satu faktor penyebab kematian pada hewan. Hewan peliharaan, seperti anjing dan kucing, bahkan diketahui dapat mengalami berbagai macam kanker.
ADVERTISEMENT
Perilaku manusia di antaranya dapat meningkatkan terjadinya risiko kanker pada hewan-hewan berbulu tersebut. Lebih luas, hewan-hewan yang hanya dapat kita temui di alam liar tidak terbebas dari ancaman ini. Contohnya saja Tasmanian devil dapat terjangkit kanker wajah yang menyebar di antara satu dan yang lainnya melalui adanya kontak.
Sementara dari kelompok hewan laut, populasi singa laut California disebut menderita kanker urogenital sebagai dampak dari polusi yang terjadi di lautan. Sebagian sumbernya merupakan hasil dari polutan organik di mana hal ini mengakibatkan kelumpuhan dan kematian pada singa laut.
Di negara bagian yang berbeda, kanker usus diketahui menjadi penyebab kematian kedua pada paus Beluga. Disebut setidaknya terdapat 27 persen paus Beluga di Muara St. Lawrence, Kanada menunjukkan kondisi ini. Hiu yang dianggap bebas kanker pun nyatanya dapat terserang salah satu bentuk kanker kulit, yakni melanoma.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, pada jenis-jenis hewan tertentu kanker tampaknya sangat jarang dialami, bahkan mungkin tidak mengenal penyakit yang menyerang sel-sel jaringan tubuh ini sebagai ancaman.
Sebelum kita memaparkan hewan apa saja yang potensi kankernya cukup kecil, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa kanker terjadi ketika sel-sel tubuh yang terlihat normal menjadi bergerak tak terkendali.
Umumnya, sel-sel yang sudah tua atau rusak akan hancur, namun terkadang yang terjadi adalah sel-sel tersebut juga bereproduksi dan menciptakan sel-sel jahat semakin bertambah banyak. Inilah yang kemudian disebut tumor.
Yang kemudian perlu diperhatikan, semakin banyak sel yang dimiliki suatu organisme, dengan masa hidup yang lebih panjang, semakin besar kemungkinan bagi salah satu sel untuk mengalami mutasi acak yang dapat menyebabkan kanker.
ADVERTISEMENT
Artinya, pada orang yang lebih tinggi akan menjadi agak lebih rentan terhadap kanker dibanding orang yang lebih pendek. Sama halnya dengan anjing yang lebih besar.
Akan tetapi, hal ini tidak sepenuhnya dapat digeneralisir, karena pada kenyataannya tidak seluruh sel memiliki kerentanan yang sama terhadap kanker. Berikut beberapa hewan yang tidak rentan terhadap kanker meskipun sel yang dimiliki dan masa hidupnya tidak banyak.
Populasi gajah Sumatera menurun. Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro
Gajah memiliki lebih dari miliaran sel dibanding manusia dan termasuk hewan yang berumur panjang. Namun kenyataannya, mereka memiliki tingkat kanker yang lebih rendah.
Hal ini disadari oleh Richard Peto yang menyebut bahwa prevalensi kanker tidak berkaitan dengan ukuran tubuh. Oleh karenanya kondisi tersebut dikatakan sebagai Peto’s paradox.
ADVERTISEMENT
Dilaporkan hanya 5 persen gajah mati akibat kanker. Keadaan yang berkebalikan jika mengingat satu dari lima manusia meninggal akibat penyakit ini.
Apa yang menyebabkan gajah kurang rentan terhadap kanker? Jawabannya adalah karena genom gajah mengandung banyak salinan gen penangkal kanker. Gen yang bernama p53 ini merupakan penekan berkembangnya tumor.
Pada umumnya, sebagian besar mamalia memiliki gen ini, termasuk manusia. Yang membedakan adalah ketika manusia memiliki satu gen tersebut, pada gajah ditemukan adanya 20 gen p53.
Menurut Vincent Lynch dari University of Chicago di Illinois, Amerika Serikat, gen ini memiliki 2 fungsi. Pertama, menghentikan sel untuk berkembang biak, sehingga memberikan waktu untuk sel-sel memperbaiki diri.
Kedua, jika sel tidak dapat diperbaiki, gen tersebut akan mendorongnya untuk mematikan sel itu sendiri. Proses ini disebut dengan apoptosis.
ADVERTISEMENT
Jika gajah diketahui jarang mengalami kanker, paus bowhead bahkan memiliki tingkat kecenderungan kanker yang lebih rendah. Hal ini mungkin bertolak belakang dengan teorinya yang menyebut tingkat risiko kanker mereka lebih tinggi.
Sama halnya dengan gajah, paus bowhead bertubuh besar serta memiliki rentang hidup lebih panjang yang terkadang mencapai usia lebih dari 200 tahun. Ini artinya sel-sel mereka memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk bermutasi dan menjadi penyebab kanker, namun untungnya hal tersebut tidak terjadi.
Namun peneliti dari University of Rochester-New York, Vera Gorbunova, tidak menemukan adanya sel-sel yang dapat mencetuskan kanker setelah melakukan pengamatan pada sel-sel paus bowhead selama beberapa waktu.
Saat menelusuri hasil penelitian genom paus bowhead di tahun 2015, mereka menemukan adanya mutasi yang membantu dalam mencegah DNA agar tidak rusak, sehingga melindungi paus tersebut dari ancaman kanker. Meski demikian, mereka belum mengetahui gen apa yang terlibat di balik perlindungan sel pada paus.
ADVERTISEMENT
Di skala yang lebih kecil dari gajah dan paus, ditemukan bahwa Peto’s paradox juga ditemukan pada hewan pengerat, khususnya kelompok tikus. Meski tikus memiliki masa hidup yang lebih pendek dan jumlah sel yang lebih sedikit, namun pada dasarnya tikus sangat rentan untuk terkena kanker.
Untungnya, tidak seluruh jenis tikus bernasib sama. Tikus tanpa bulu asal Afrika yang sering disebut naked mole rat justru seakan menentang kondisi tersebut dan memunculkan harapan baru untuk penyembuhan kanker ke depannya.
Hewan yang bercirikan kulit berkerut dan tanpa rambut serta menonjol pada gigi depannya ini tidak hanya nampak aneh secara penampilan, tapi juga pada masa hidupnya yang dapat mencapai 30 tahun. Tidak hanya itu, mereka juga memiliki mekanisme pertahanan alami untuk melawan kanker.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama beberapa dekade, tidak ada tikus mol yang terdeteksi mengalami tumor. Penelitian menunjukkan bahwa tikus gundul ini memproduksi molekul khusus yang mencegah berkembangnya kanker.
Ialah hyaluronan yang merupakan senyawa tebal dan mengandung gula. Ketika sel-sel bermutasi, senyawa yang ditemukan berada di antara sel-sel ini bekerja untuk menghentikan terjadinya pembelahan lebih lanjut.
Mempelajari apa yang terjadi pada hewan-hewan ini akan dapat membantu kita merawat atau bahkan mencegah terjadi kanker. Meskipun perlu waktu yang panjang untuk membuktikan mekanisme pada hewan-hewan tersebut cocok untuk diterapkan pada manusia atau tidak.
Seperti halnya hyaluronan yang sebenarnya juga diproduksi oleh manusia, namun dengan versi yang berbeda. Pada tikus mol gundul, hyaluronan memiliki bentuk yang lebih panjang dan lebih banyak dibanding yang diproduksi manusia.
ADVERTISEMENT