Anjing Merupakan Hewan Yang Buta Warna. Benarkah?

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
18 Januari 2019 23:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini media sosial sempat dihebohkan dengan penangkapan anjing dan kucing liar yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kegiatan yang dikoordinir langsung oleh Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan dari Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) tersebut menimbulkan keresahan sendiri bagi warga Jakarta, terlebih mereka yang menjadikan anjing dan kucing sebagai peliharaan serta bagi komunitas pecinta anjing dan kucing. Mereka menganggap kegiatan tersebut dapat menyakiti binatang yang sudah seperti bagian dari keluarga mereka. Meski demikian, Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi DKI Jakarta menyatakan bahwa apa yang mereka lakukan tidak berfokus pada penangkapan tapi termasuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Tujuannya tidak lain untuk mencegah penyebaran penyakit melalui Hewan Penular Rabies (HPR) yang seringkali disebut bersumber dari gigitan dari kedua hewan tersebut, terlebih anjing. Selain kerap dikaitkan dengan rabies, sejumlah pernyataan common sense mengenai anjing berikut ternyata tidak benar-benar fakta sebagaimana yang kita percaya selama ini. 1. Buta warna pada anjing Anjing kerap digambarkan sebagai hewan yang buta warna total, meski sesungguhnya hal ini tidak benar-benar nyata. Hewan yang sangat setia ini hanya mengalami buta warna sebagian, meski pada dasarnya mereka memiliki kemampuan untuk melihat warna kuning, hijau, dan biru, serta kombinasi dari warna-warna tersebut. Buta warna sebagian ini menjadi tidak berpengaruh besar pada keseharian anjing, karena mereka lebih banyak memanfaatkan pencahayaan dan gerakan dalam mengenali lingkungan. 2. Satu tahun usia manusia setara dengan tujuh tahun usia anjing Menurut Jesse Grady, seorang instruktur klinis kedokteran hewan di Mississippi State University, cara terbaik untuk mendeskripsikan umur anjing adalah dengan mengelompokkannya ke dalam kategori rentang hidupnya. Hal ini mengacu pada Panduan Tahapan Kehidupan Anjing Dari Asosiasi Rumah Sakit Hewan Amerika yang banyak digunakan para dokter hewan untuk merawat pasiennya. Daftar ini membagi rentang hidup anjing ke dalam 6 tahapan, yang terdiri atas anak anjing, junior (anjing muda), dewasa, usia matang, senior, anjing usia lanjut atau tua. Tingkat kematangan dari tiap tahap rentang hidup anjing juga nampak sangat berbeda dengan yang terjadi pada manusia. Tidak perlu waktu setahun bagi anjing untuk mencapai tahap dewasa, namun setelahnya hewan bermarga Canis ini membutuhkan setidaknya 6 tahun untuk berpindah ke tahap usia matang dalam hidupnya. Dengan kata lain, “Tahun Anjing” bergantung pada anjing itu sendiri yang tidak dapat dibandingkan dengan “Tahun Manusia.” 3. Hidung yang kering atau menghangat menandakan anjing sedang sakit Kekeringan atau perubahan warna pada hidung tidak selalu menandakan adanya masalah kesehatan pada anjing. Hidung anjing biasanya secara alami akan mengalami kekeringan ketika tidur, meski kondisi tersebut akan kembali normal sekitar 10 menit setelah mereka kembali sadar atau terbangun. Faktor lain yang mampu menyebabkan hidung anjing mengalami kekeringan yakni adanya alergi, sengatan sinar matahari, atau dehidrasi. Pada beberapa anjing, hidung mereka akan cenderung lebih kering seiring dengan pertambahan usia. 4. Anjing rumahan tidak mengandung cacing hati Cacing hati biasanya akan menjangkiti anjing ketika hewan yang juga dimanfaatkan untuk berburu ini melakukan kontak dengan nyamuk, meski secara tidak sengaja. Kontak tersebut dapat terjadi ketika anjing mengalami gigitan nyamuk sehingga berpotensi menimbulkan dampak fatal bagi kesehatan dan kehidupan anjing. Namun apakah anjing yang menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah akan terbebas dari nyamuk? Nyatanya tidak. Seperti manusia yang dapat memperoleh gigitan nyamuk walau sedang di dalam rumah, begitupun dengan hewan karnivora ini. Yang terpenting adalah untuk mencegah berkembangnya cacing hati, baik bagi anjing rumahan maupun anjing liar, dengan menghentikan siklus hidup larva cacing hati di dalam tubuh anjing. Mungkin cara ini bukan pencegahan sebenar-benarnya karena kita tidak bisa mendeteksi nyamuk yang menggigit anjing atau mencegah nyamuk untuk menggigit. Akan tetapi pemberian obat selama beberapa bulan pada anjing yang mengalami infeksi cacing hati ringan dapat menolong anjing dari efek samping yang lebih parah, seperti batuk kronis, kekurangan energi dan stamina, serta penurunan pasokan darah dan oksigen. Pada anjing yang mengalami infeksi lebih berat, perawatan anjing dibarengi dengan pembatasan aktivitas selama berbulan-bulan karena adanya risiko pembekuan darah dan untuk menjaga detak jantung mereka agar tetap rendah. 5. Posisi “humping” hanya ditunjukkan oleh anjing jantan “Humping” yaitu posisi menunggangi atau menungging yang kerap ditunjukkan anjing lebih dikenal sebagai pola perilaku yang muncul ketika terjadinya proses reproduksi. Dalam hal ini anjing jantan melakukannya sebagai tanda dominasi kepada sang betina. Pada kenyataannya, “humping” dilakukan oleh anjing jantan maupun betina dalam berbagai konteks dan kondisi emosi. Berkaitan dengan kondisi emosi, anjing akan humping ketika mereka merasa bersemangat atau terstimulasi, bahkan saat merasa tidak aman yang ditandai dengan stres dan kecemasan. Etolog menyebut “humping” sebagai perilaku perpindahan, yang artinya hal ini merupakan bentuk dari konflik emosional pada anjing. Bagi beberapa anjing, hadirnya pengunjung baru di rumah dapat memunculkan perasaan campur aduk berupa kegembiraan dan tekanan sehingga memicu anjing untuk “humping.” Perilaku “humping” seringkali muncul tanpa dapat dikontrol karena dapat terjadi dalam berbagai situasi dan waktu. “Humping” juga sangat umum terjadi dalam situasi bermain dengan tujuan sebagai perilaku afilisasi, misalnya untuk menarik perhatian atau ketika mereka terlalu bersemangat. Dalam artikel terbaru mengenai “humping”, Peter Borchelt, Ph. D., yang merupakan Certified Applied Animal Behaviorist di New York mencatat bahwa “humping” dapat menjadi bagian dari serangkaian perilaku yang berkaitan dengan agresi, seperti poster badan meninggi, tatapan langsung, dan posisi bertahan, mengancam, dan berdiri. Namun “humping” sendiri tidak menjadi indikasi untuk masalah-masalah terkait status dari seekor atau sekelompok anjing tertentu.
Sumber gambar: unsplash.com/AnoirChafik
ADVERTISEMENT