Apakah Bulan Purnama Dapat Memicu Timbulnya Gempa Besar?

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
5 Juli 2020 11:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ada sebuah kepercayaan yang cukup populer, yaitu fase bulan purnama dapat memicu timbulnya gempa besar. Alasan populernya adalah karena karena bulan purnama menyebabkan pasang laut yang lebih tinggi dari fase bulan lainnya, sehingga memberikan tekanan lebih pada satu sisi lempeng patahan bumi yang dapat memicu gempa. Apakah benar demikian? Berikut penjelasannya secara ilmiah.
Ilustrasi Bulan Purnama dan lautan. Gambar oleh Patricia Alexandre dari Pixabay
Sebuah studi pada tahun 2018 mencoba menjawab pertanyaan ini. Susan Hough, seorang peneliti dari US. Geological Survey mempublikasikan sebuah tulisan di Jurnal Seismological Research Letters berjudul Do Large (Magnitude ≥8) Global Earthquakes Occur on Preferred Days of the Calendar Year or Lunar Cycle? Dan secara tegas dalam abstraknya Susan Hough menulis: Tidak.
ADVERTISEMENT
Dalam studinya, Hough mencoba mengumpulkan data waktu kejadian gempa berkekuatan besar ‒dengan magnitude lebih dari sama dengan 8‒ yang berasal dari tahun 1600-an. Data tersebut kemudian dicocokkan dengan data fase bulan. Berdasarkan data tersebut Hough menemukan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara gempa bumi besar dengan posisi relatif bumi terhadap bulan atau matahari.
Seperti dilansir dari laman phys.org Hough bahkan berkata bahwa faktanya pola yang terlihat dari data-data tersebut "tidak berbeda dengan jenis pola yang akan Anda dapatkan jika datanya benar-benar acak".
Selain itu Hough juga menemukan beberapa data yang tidak biasa, seperti jumlah kejadian gempa bumi tertinggi ‒sebanyak 16 kejadian‒ justru terjadi pada hari ketujuh setelah bulan baru/bulan sabit muncul. Namun data ini tidak signifikan secara statistik, dan tentu saja pasang surut pada fase bulan baru berada pada titik terendah, sehingga hal tersebut tidak masuk akal secara ilmiah.
ADVERTISEMENT
Studi lain menunjukkan hasil yang berbeda
Dalam publikasi peer-reviewed tahun 2016, Satoshi Ide dan rekan-rekannya mempelajari data gempa bumi selama dua dekade terakhir untuk melihat dampak pasang surut terhadap statistik ukuran dan frekuensi terjadinya gempa.
Satoshi berangkat dari ide perdebatan apakah tekanan pasang surut dapat memicu gempa bumi. Perlu ditekankan bahwa hubungan sebab akibat yang jelas antara fase pasang surut dengan kejadian gempa sangat sulit untuk dipahami. Bagaimanapun, Satoshi menjelaskan bahwa tremor tektonik yang berada jauh di dalam zona subduksi sangat sensitif terhadap tingkat stress pasang-surut.
Dari dua dekade data gempa bumi tersebut, Satoshi dan rekan-rekannya dari Universitas Tokyo mengukur waktu pasang naik dan merekonstruksi amplitude tarikan bulan, dan waktu terjadinya gempa. Satoshi setidaknya menemukan beberapa gempa besar terjadi saat pasang tertinggi, diantaranya gempa Sumatra 2004, gempa Chili 2010, dan gempa Tohoku-Oki Jepang 2011. Namun studi ini juga menemukan 3 gempa besar yang tidak terjadi saat pasang tertinggi. Selain itu, studi Satoshi dan rekan-rekannya tidak menemukan hubungan yang signifikan antara pasang surut dengan kejadian gempa berskala kecil.
ADVERTISEMENT
Pengaruhnya terlalu kecil dan lemah
Bulan dan matahari memang menyebabkan efek pada tekanan pasang surut bumi yang solid ‒riak lautan melalui bumi itu sendiri, bukan riak air yang mengenai garis pantai‒ dan bisa menjadi salah satu tekanan yang berkontribusi sangat kecil pada nukleasi gempa. Namun bagaimanapun efek tersebut terlalu lemah untuk menybabkan dan memicu timbulnya gempa bumi besar.
Peluang untuk memprediksi gempa?
Hingga saat ini prediksi terjadinya gempa sangat sulit untuk dilakukan. Belum ada penelitian dan teknologi yang mampu memprediksi secara tepat lokasi, ukuran, dan waktu terjadinya gempa. Lalu apakah fase bulan dapat membantu memperkirakan kemunculan gempa?
Satoshi mengatakan bahwa hasil studinya dapat membantu meningkatkan prakiraan gempa di wilayah yang rentan terhadap aktivitas seismic. Bagaimanapun John Vidale seismolog Universitas Washington, dilansir dari usatoday, terkait dengan hasil studi Satoshi dan rekan-rekannya, memperingatkan bahwa bahkan jika ada korelasi kuat antara gempa besar dengan fase bulan penuh ataupun bulan baru ‒yang terjadi setiap bulan‒ maka peluang terjadinya gempa besar setiap minggunya akan tetap sangat kecil.
ADVERTISEMENT
Sumber:
https://doi.org/10.1785/0220170154
https://doi.org/10.1038/ngeo2796