Apakah Hewan Bisa Berduka?

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
14 Maret 2019 7:46 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jika manusia bisa berduka, apakah hewan juga bisa mengalaminya?
Mungkin para pembaca pernah mendengar tentang berita seekor paus pembunuh (Orcinus orca) betina bernama Tahlequah yang sempat viral di tahun 2015 silam. Tahlequah, atau yang juga dikenal sebagai J35 oleh para ilmuan, berenang sejauh 1000 mil selama 17 hari sambil membawa mayat bayinya yang meninggal saat baru berumur satu setengah jam.
ADVERTISEMENT
Berita ini sempat menarik perhatian para ilmuan dan pencinta hewan karena perilaku paus betinah yang terlihat seakan-akan belum siap akan kematian bayinya, dan belum rela untuk melepaskan jasad sang bayi. Beberapa ilmuan memang menginterpretasikan perilaku Tahlequah sebagai salah satu perilaku grieving/mourning atau perilaku berduka/berkabung.
Ilustrasi paus pembunuh. Foto: Pixabay
Jessica Pierce, seorang ahli bioetika yang mempelajari interaksi antara sains dan etika, mengungkapkan bahwa hingga saat ini semakin banyak bukti ilmiah yang mendukung gagasan bahwa hewan menyadari akan sebuah kematian. Hewan bisa merasakan kesedihan, berduka/berkabung, dan terkadang melakukan sebuah ritual kematian mereka.
Bagaimanapun, ada beberapa ilmuwan yang kurang setuju dengan konsep berduka pada hewan, salah satunya adalah seorang zoologist asal Britania Raya, Jules Howard. Jules merespon berita tentang 'berkabungnya' sang induk paus.
ADVERTISEMENT
“Jika Anda yakin bahwa perilaku J35 adalah perilaku berkabung/berduka, maka Anda menginterpretasikan perilaku tersebut atas dasar keimanan, bukan bertumpu pada alasan ilmiah," kata Jules.
Jadi, apakah hewan berduka?
Saat ini, semakin banyak laporan mengenai perilaku hewan saat merespons kematian, simak ulasan berikut ini.
Ilustrasi keluarga gajah. Foto: Pixabay
Peneliti mengetahui bahwa gajah memiliki ketertarikan pada tulang-tulang kerabat mereka yang mati dan juga berduka saat ada kerabat mereka mati. Seorang mahasiswa doktoral yang mempelajari tentang gajah di Afrika menunjukkan sebuah video rekaman tahun 2016 yang berisi 'ritual berduka' ala gajah. Dalam video, terlihat tiga keluarga gajah yang berbeda, mendatangi jasad kerabat mereka yang mati, kemudian menciumi dan menyentuh, serta melewati jasad tersebut berulang kali.
Ilustrasi burung murai. Foto: Wikimedia Commons
Selain gajah, burung murai juga melakukan sebuah ritual terhadap kematian temannya. Ritual tersebut adalah dengan menguburkan jasad murai yang telah mati ke bawah ranting rumput. Perilaku ini menurut etolog, Marc Bekoff, digambarkan sebagai “pemakaman murai”.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi simpanse. Foto: Wikimedia Commons
Pernah ada cerita tentang matinya seekor simpanse betina berumur 50 tahun bernama Pansy. Sebelum Pansy mati, anggota grupnya yang terdiri dari simpanse betina dewasa dan dua anak laki-laki dan perempuannya, teramati menunjukkan perilaku 'merawat' Pansy yang hampir mati.
Para anggota simpanse terlihat memeriksa tubuh Pansy untuk mencari tanda-tanda kehidupan. Mereka juga terlihat membersihkan bulu-bulu Pansy, dan mengusap-usap tubuhnya. Bagaimanapun, saat Pansy mati, simpanse lainnya berhenti 'merawat' Pansy, tetapi mereka tidak pergi meninggalkan jasad Pansy untuk beberapa hari. Perilaku ini menunjukkan bahwa simpanse memiliki kesadaran diri dan empati terhadap sesama simpanse.
Ilustrasi peccary. Foto: Wikimedia Commons
Contoh lain yang juga menarik, yaitu perilaku berkabung seekor peccary, spesies hewan mirip babi liar, di kawasan Arizona pada tahun 2017. Para peccary yang masih hidup mengunjungi jasad peccary yang mati beberapa kali, mereka menyenggol dan menggigitnya, bahkan tidur di sisinya. Perilaku tersebut berlangsung hingga 10 hari. Menakjubkan.
ADVERTISEMENT
Melihat contoh-contoh di atas, kita mungkin akan percaya bahwa hewan benar-benar mengalami perasaan berduka dan berkabung, seperti layaknya manusia. Bagaimanapun, beberapa ilmuwan bersikeras bahwa perilaku ini tidak bisa disamakan istilahnya seperti pada istilah “berduka” dan “berkabung” pada manusia. Perilaku-perilaku tersebut bisa teramati secara sains, tetapi sangat sulit untuk menjelaskan apa motif dibalik perilaku tersebut secara keilmuan.
Bukan tentang “apakah hewan berduka?”, tapi tentang “bagaimana hewan berduka?”
Manusia diberi akal pikiran dan perasaan yang lebih maju dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Namun terkadang, manusia sering meremehkan hewan dan berpikir bahwa “mereka hanyalah hewan”.
Padahal, jika diamati lebih mendalam, hewan adalah makhluk yang cerdas, bahkan beberapa dari mereka memiliki naluri manusia. Jadi bukan berarti saat anggota kerabat mereka ada yang mati, maka kematian tersebut tidak begitu menyakitkan dibandingkan dengan saat manusia kehilangan kerabatnya.
ADVERTISEMENT
Contoh perilaku-perilaku 'berduka' hewan di atas menunjukkan bahwa ada banyak hal yang bisa dipelajari oleh manusia tentang hewan, sehingga manusia bisa berbuat lebih bijak terhadap keberadaan hewan di sekelilingnya.
---
Source:
https://theconversation.com/
https://slate.com/news-and-politics/2018/08/tahlequah-ends-tour-of-grief-mother-orca-finally-drops-dead-calf-after-carrying-corpse-for-17-days.html
https://www.cell.com/current-biology/pdf/S0960-9822(10)00145-4.pdf
https://news.nationalgeographic.com/2017/12/animals-grieving-peccaries-death-mourning/