Bernapas Melalui Hidung Memberi Dampak Positif Lebih Dari Yang Mungkin Kita Tahu

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
20 Desember 2018 20:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Aktivitas tak sadar yang manfaatnya mungkin juga tak disadari
Respirasi atau yang lebih awam dikenal dengan istilah bernapas merupakan suatu proses memindahkan udara ke dalam dan keluar paru-paru untuk memfasilitasi pertukaran gas oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2) di lingkungan. Pagi hari adalah saat yang tepat untuk mendapatkan oksigen yang masih segar dan masih sedikit terkontaminasi gas CO2. Kita sendiri memiliki dua saluran udara yang berfungsi sebagai jalan masuk dan keluarnya gas-gas tersebut, yakni hidung dan mulut. Meski pada umumnya kita menggunakan hidung untuk bernapas, namun kedua saluran ini dapat digunakan sebagaimana fungsinya. Bernapas melalui mulut biasanya hanya terjadi ketika diperlukan, misalnya saat mengalami masalah hidung mampet akibat alergi atau kedinginan. Saat melakukan olahraga yang tergolong berat, bernapas dengan mulut dapat membantu kita untuk mendapatkan oksigen bagi otot secara lebih cepat.
ADVERTISEMENT
Namun yang manakah cara bernapas yang lebih menunjukkan dampak baik bagi kesehatan? Melalui hidung ataukah melalui mulut?
Pada dasarnya, saat bernapas udara yang kita hirup pertama kali akan diproses melalui hidung. Selanjutnya salah satu panca indera ini akan bertindak sebagai penyaring yang dilengkapi dengan rambut-rambut kecil yang disebut cilla. Selain menyaring hingga 20 miliar partikel asing, adanya cilla ini berfungsi untuk melembabkan dan menghangatkan atau mendinginkan udara sebelum memasuki paru-paru. Hidung memproduksi nitrit oksida yang dapat meningkatkan kemampuan paru-paru dalam menyerap oksigen. Nitrit oksida meningkatkan kemampuan untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh, termasuk ke dalam jantung. Zat ini juga berperan dalam melemaskan otot polos saluran peredaran darah dan memungkinkan pelebaran pembuluh darah. Lebih jauh, nitrit oksida merupakan senyawa yang anti jamur, anti virus, anti parasit, dan anti bakteri, sehingga tentu saja membantu sistem imun dalam melawan infeksi. Ketika kita bernapas melalui hidung, udara melewati membran mukosa dan masuk ke dalam sinus, serta menghasilkan nitrit oksida yang membantu otot halus pada tubuh, biasanya ditemukan di jantung dan pembuluh darah, agar dapat berfungsi.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, bernapas melalui mulut lebih sering dilakukan sebagai alternatif jika terjadi abnormalitas pada anatomi kita, seperti pembesaran amandel dan kelenjar gondok, adanya sumbatan sinus dan hidung akibat polip, ataupun penyimpangan lain akibat infeksi. Bernapas melalui mulut dalam periode singkat tidak akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh, namun berbeda halnya jika proses ini sudah berubah menjadi hal yang kronis, maka bisa jadi memiliki dampak negatif. Ketika kerap kali terjadi di malam hari, bernapas melalui mulut umumnya berkaitan dengan adanya gangguan tidur. Pada anak-anak, pernapasan mulut dapat menyebabkan gigi menjadi bengkok, kelainan pada wajah, atau pertumbuhan yang buruk. Sedangkan pada orang dewasa, pernapasan mulut kronis akan mengakibatkan bau mulut, gangguan pada gusi, dan memperburuk gejala-gejala penyakit lainnya.
ADVERTISEMENT
Penelitian-penelitian yang membahas bagaimana pengaruh bernapas terhadap otak menjadi ranah yang semakin populer di tahun-tahun belakangan ini. Metodologi-metodologi baru yang memungkinkan kajian lebih mendalam menunjukkan perhatian yang lebih terhadap kaitannya dengan memori. Seperti halnya para peneliti dari Karolinska Institutet yang memperlihatkan bahwa partisipan yang bernapas melalui hidung mampu mengkonsolidasikan ingatan mereka dengan lebih baik. Salah seorang penelitinya, Artin Arshamian, menyebut jika kita dapat mengingat bau-bauan dengan lebih baik ketika bernapas melalui hidung, saat memori tersebut dikonsolidasikan, dimana terjadi proses yang melibatkan pembelajaran dan pengambilan kembali memori (retrieval). Hasil penelitian ini merupakan yang pertama kali muncul pada manusia. Untuk penelitian ini, para peneliti meminta partisipan untuk mempelajari 12 bau-bauan yang berbeda dalam dua kesempatan terpisah. Mereka kemudian diminta untuk bernapas, baik melalui hidung atau mulut selama 1 jam. Saat waktunya habis, kepada peserta dihadirkan kembali 12 bau-bauan, baik yang sudah pernah dilihatkan maupun yang baru pertama diperlihatkan. Selanjutnya mereka diminta untuk menyebutkan apakah masing-masing bau-bauan tersebut pernah dipelajari atau memang sesuatu yang baru. Hasilnya, ketika partisipan bernapas melalui hidung di antara waktu belajar dan pengenalan, mereka mampu mengingat bau-bauan secara lebih baik. Sebelumnya, hasil ini tidak nampak karena kebanyakan studi melibatkan hewan laboratorium, misalnya tikus, yang tidak dapat bernapas secara natural menggunakan mulut.
ADVERTISEMENT
Ditambahkan oleh Dr Arshamian, pemikiran mengenai bernapas dapat mempengaruhi perilaku sesungguhnya bukanlah hal yang baru. Faktanya, pengetahuan ini sudah dipakai selama ribuan tahun seperti halnya dalam proses meditasi. Akan tetapi belum ada seorang pun yang secara ilmiah membuktikan apa yang sebenarnya terjadi dalam otak. Oleh karenanya melalui penelitian ini sedikit banyak dapat menjadi alat baru untuk pengembangan lebih lanjut. Melalui penelitian ini sekaligus membuktikan bernapas melalui hidung memiliki dampak yang lebih baik dibanding bernapas melalui mulut.
Sumber gambar: unsplash.com/MarinaVitale