Intip Cara Spesies Lain Melakukan Social Distancing
Konten dari Pengguna
16 Mei 2020 13:19 WIB
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bagi makhluk sosial seperti manusia, social distancing mungkin merupakan hal yang sulit dilakukan, bahkan ketika kita tahu bahwa ini terkait masalah hidup dan mati. Namun, walaupun sulit, kalian harus tahu bahwa social distancing juga terjadi pada spesies lain, baik yang hidup dalam kelompok maupun yang selalu menjalani kehidupan soliter.
ADVERTISEMENT
Diketahui bahwa Semut, lebah, tikus, monyet dan berbagai hewan sosial lainnya mengubah perilaku mereka untuk mengurangi risiko penyebaran penyakit. Di bawah ini adalah cara beberapa spesies menerapkan social distancing untuk melindungi diri dan komunitas mereka dari penyakit berbahaya.
Semut
Suatu koloni semut dianggap sebagai "superorganisme," dimana mereka bergerombol dan bekerja bersama sebagai suatu kesatuan yang lebih besar, seperti neuron di otak. Semut selalu berkolaborasi dalam mencapai tujuan bersama, sehingga tidak mengherankan jika mereka unggul dalam mengendalikan penyakit. Metode yang mereka terapkan terbukti berhasil dalam hal mengidentifikasi patogen dan menetralisirnya.
The black garden ant (Lasius niger), misalnya, dengan cepat menyesuaikan rutinitas normalnya ketika ada anggota koloni yang terinfeksi jamur. Koloni semut ini terdiri dari perawat yang tinggal di rumah untuk merawat semut muda dan pengumpul, yaitu semut yang bertugas mencari makanan. Selama bekerja, semut pengumpul terkadang membawa patogen, tetapi ketika itu terjadi, baik perawat maupun pengumpul akan merespons dengan cepat.
ADVERTISEMENT
Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Science, respons semut terhadap infeksi dimulai bahkan sebelum semut yang terinfeksi menjadi sakit. Ketika terinfeksi, semut pengumpul tersebut mulai menghabiskan lebih banyak waktu di luar sarang dan membatasi kontak dengan anggota koloni lainnya.
Belum jelas bagaimana semut tahu bahwa mereka terinfeksi, tetapi peneliti menduga bahwa binatang ini mungkin dapat mendeteksi spora pada diri mereka sendiri.
Bukan hanya semut yang terinfeksi yang mengubah perilaku mereka. Para pengumpul yang tidak terpapar juga mengurangi kontak sosial setelah rekan-rekan lainnya terinfeksi. Sementara itu, semut perawat mulai memindahkan induk ke bagian sarang yang lebih dalam untuk menghindari kontak dengan semut pembawa patogen.
Lebah
Lebah dan tawon, juga menerapkan social distancing untuk melindungi koloni mereka yang padat. Lebah madu, salah satu serangga eusosial yang paling terkenal, memiliki resiko terpapar berbagai bakteri, virus, jamur dan parasit. Seperti halnya semut, lebah madu tergolong cepat dalam mendeteksi dan mencegah peyebaran penyakit.
ADVERTISEMENT
Pada penyakit bakteri yang disebut American foulbrood, misalnya, lebah dewasa dapat mencium bau bahan kimia tertentu yang dikeluarkan oleh larva yang terinfeksi. Bau ini merupakan campuran dua feromon yang memicu perilaku higienis tertentu. Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Scientific Reports, Ketika lebah mencium kombinasi bau ini, mereka akan merespons secara lebih konsisten dibandingkan saat mereka hanya mencium feromon. Setelah lebah mengidentifikasi dari mana bau ini berasal, mereka akan mengeluarkan semua larva yang terinfeksi dari sarangnya.
katak
Penelitian pada katak Amerika menemukan bahwa berudu sangat mahir dalam menghindari infeksi jamur berbahaya. Sementara itu, kecebong mampu mendeteksi infeksi Candida humicola pada kecebong lainnya sehingga mereka dapat menghindari kecebong yang terinfeksi itu.
ADVERTISEMENT
Kera besar (Hominidae)
Seperti halnya manusia, kera besar adalah makhluk yang sangat visual. Bahkan ketika mereka tidak dapat mengendus infeksi seperti lebah atau berudu, mereka mungkin masih menggunakan isyarat visual agar tetap sehat.
Gorila dataran rendah barat, misalnya, hidup dalam kelompok sosial yang dimigrasi oleh betina. Studi yang dilakukan pada tahun 2019 mengamati penyakit bakteri yang dikenal sebagai frambusia, yang menyebabkan bisul pada wajah hewan yang terinfeksi. Saat mempelajari hampir 600 gorila selama satu dekade, para peneliti memperhatikan bahwa gorilla betina sering meninggalkan pejantan dan kelompok yang sakit parah untuk bergabung dengan kelompok yang lebih sehat. Ini menunjukkan bahwa gorilla dapat mengenali gejala penyakit dan mengetahui bahwa penyakit tersebut menular, sehingga mereka akan menghidari rekan mereka yang sakit dengan cara apapun.
ADVERTISEMENT
Simpanse juga menggunakan isyarat visual dalam mendeteksi penyakit. Seperti yang dilaporkan primatologis terkenal Jane Goodall pada 1960-an, simpanse dapat mengucilkan anggota pasukannya yang menderita polio, penyakit virus yang dapat menyebabkan kelumpuhan. Simpanse yang sehat diketahui menghindari atau bahkan menyerang simpanse yang lumpuh akibat polio. Meskipun demikian, beberapa simpanse akhirnya pulih dan bergabung kembali dengan kelompok mereka.
Tikus
Dalam sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2016, para peneliti mengamati bagaimana wabah penyakit dapat mempengaruhi dinamika sosial tikus rumah liar yang tinggal di sebuah gudang di Swiss. Dari penelitian ini, diketahui bahwa tikus memiliki kemampuan untuk mendeteksi penyakit pada tikus lain. Namun, yang mengejutkan adalah tikus yang sehat tidak menghindari tikus yang sakit, melainkan berinteraksi dengan mereka seperti biasa.
ADVERTISEMENT
Monyet
Pada monyet mandrill, ketika ada anggota kelompok yang terinfeksi parasit mereka tidak sepenuhnya dikucilkan, tetapi mereka kurang diperhatikan.
Para peneliti melihat bahwa tingkat perawatan akan menurun seiring dengan banyaknya parasite yang menginfeksi. Mandrill juga akan menghindari kotoran dengan tingkat parasit yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tahu kapan harus mengurangi perawatan seseorang, setidaknya berdasarkan pada bau kotoran mereka.
Ketika mandrill yang sakit terbebas dari parasit, anggota lain dari kelompok sosialnya akan kembali merawatnya secara teratur.
Kelelawar vampir
Kelelawar vampir hidup dalam koloni yang jumlahnya ratusan atau ribuan, dan mereka sangat bergantung pada jaringan sosial mereka untuk bertahan hidup. Lalu, apa yang akan terjadi jika ada anggota yang terinfeksi penyakit?
Dalam sebuah studi baru-baru ini, para peneliti mempelajari bagaimana infeksi dapat mempengaruhi dinamika sosial di antara kelelawar vampir. Peneliti melakukan eksperimen pada koloni kelelawar kecil di Smithsonian Tropical Research Institute di Panama, dengan menyuntikkan bakteri ke beberapa kelelawar untuk merangsang sistem kekebalan tubuh dan membuat mereka merasa sakit.
ADVERTISEMENT
Dari studi ini, diketahui bahwa semua kelelawar tetap bersosialisasi dan berbagi makanan, tetapi mereka yang sakit menunjukkan beberapa perubahan. Mirip dengan manusia, kelelawar yang sakit lebih cenderung menarik diri dari lingkungan sosial, tetapi tetap berinteraksi normal dengan anggota keluarga dekat.
Nah, sekarang kalian sudah tahu kan, bahwa hewan lain juga melakukan social distancing untuk menghindari penyebaran penyakit, jadi sudah sewajarnya jika kita mematuhi anjuran tersebut di tengah pandemik Covid-19 ini.
Sumber: Mother Nature Network