news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kenali EMosi Kita

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
17 Oktober 2019 23:59 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap individu memiliki kemampuan berbeda-beda dalam mengidentifikasi emosi mereka. Beberapa dari kita terbiasa untuk memahami bagaimana perasaan kita pada umumnya, sementara yang lainnya kurang memperhatikan dan bahkan mungkin mengecilkan pentingnya perasaan secara umum. Kemampuan semacam ini sering dikenal sebagai Kompetensi Emosi yang mengacu pada perbedaan individu dalam mengidentifikasi, memahami, mengekspresikan, mengatur, dan menggunakan emosinya atau emosi orang lain. Membicarakan kompetensi emosi tentu tidak terlepas dari Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence atau Emotional Quotient) yang merupakan kemampuan individu untuk mengenali emosinya dan emosi orang lain, membedakan bentuk-bentuk emosi dan melabelinya secara tepat, menggunakan informasi terkait emosi dalam menuntun pemikiran dan perilaku mereka, serta mengatur atau menyesuaikan emosi sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan atau mencapai tujuan tertentu. Dari definisi tersebut dapat dikatakan samakah antara Kecerdasan Emosi dan Kompetensi Emosi? Sekilas mungkin terlihat sebagai hal yang sama, namun pada dasarnya Kecerdasan Emosi masih berada pada taraf pengetahuan atau sebagai potensi seseorang. Sementara Kompetensi Emosi sudah merujuk pada kemampuan konkrit seseorang dalam mengekspresikan kecerdasan emosinya.
ADVERTISEMENT
Seseorang dengan kecerdasan emosi yang tinggi akan dikaitkan dengan tingkat kebahagiaan yang lebih besar, kesehatan mental yang lebih baik, kepuasaan dalam hubungan sosial yang lebh tinggi, serta kesuksesan dalam pekerjaan yang lebih besar. Hal ini pun telah dibuktikan melalui sejumlah penelitian yang mengaitkan kompetensi maupun kecerdasan emosi dengan berbagai variabel, salah satu yang krusial adalah kesehatan fisik. Dalam 2 penelitian berbeda yang berkolaborasi dengan Mutual Benefit Society terbesar di Belgia menunjukkan bahwa Kompetensi Emosi secara signifikan berperan sebagai prediktor kesehatan yang memiliki kekuatan prediktif melebihi dan di atas prediktor-prediktor lainnya. Temuan dari penelitian yang melibatkan lebih dari 10.000 partisipan (studi 1 = 1.310 partisipan; studi 2 = 9.616 partisipan) ini juga mengungkap bahwa Kompetensi Emosi secara signifikan mengurangi, bahkan mengimbangi dampak dari berbagai faktor risiko. Hasil tersebut didapat dengan membandingkan kekuatan prediktif Kompetensi Emosi dengan prediktor-prediktor kesehatan lain, seperti umur, jenis kelamin, Indeks Massa Tubuh, tingkat pendidikan, perilaku-perilaku yang mempengaruhi kesehatan (mencakup diet, aktivitas fisik, serta kebiasaan minum dan merokok), perasaan positif dan negatif, serta dukungan sosial.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana kita bisa mengetahui apakah kita memiliki kompetensi emosi tersebut?
Kompetensi Emosi umumnya cenderung dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang terdiri atas:
1. Pengetahuan
Kemampuan ini mencakup apakah kita mampu memahami emosi diri, baik dari segi penyebab maupun akibatnya. Inilah tadi yang kita sebut sebagai Kecerdasan Emosi. Sejauh mana kecerdasan emosi seseorang juga terlihat dari kemampuannya mengidentifikasi pemicu yang dapat menimbulkan emosi tertentu dan memahami situasi atau keadaan yang memunculkan reaksi tersebut terjadi. Indikator lainnya dari faktor pengetahuan yakni terkait pemikiran kita terhadap bagaimana kemungkinan orang lain bereaksi terhadap kita saat kita mengekspresikan emosi serta seberapa akurat penilaian kita tersebut.
2. Kemampuan
Tidak hanya berhenti pada pengetahuan, pribadi yang memiliki Kompetensi Emosi dinilai dari kemampuan menerapkan pengetahuan yang dimiliki untuk mengekspresikan emosinya secara konstruktif atau membangun. Contohnya, mungkin kita menyadari bahwa bukan suatu yang bijak bila kita mengekspresikan kemarahan kita terkait kenaikan gaji secara terbuka dan meledak-ledak saat berbicara dengan atasan. Tapi apakah kita kita mampu untuk mengontrol emosi pada situasi tersebut dan mengekspresikannya dalam bentuk yang lebih membangun? Atau bisakah kita mengambil napas dalam dan mencoba merespon tanpa perlawanan ketika seseorang sedang marah kepada kita untuk alasan yang baik?
ADVERTISEMENT
3. Trait atau karakteristik
Pada faktor trait, Kompetensi Emosi dilihat dari seberapa sering kita mengaplikasikan pengetahuan dan kemampuan mengekspresikan emosi dengan cara yang membangun. Apakah kita termasuk individu yang memerlukan waktu untuk memikirkan situasi emosional yang terjadi dan mencari cara terbaik dalam merespon situasi tersebut? Sebaliknya, apakah kita justru melakukan hal demikian karena adanya tuntutan atau mungkin malah tidak sama sekali?
Faktor-faktor inilah yang perlu kita kenali untuk dapat mencapai Kompetensi Emosi atau setidaknya Kecerdasan Emosi. Meskipun terdapat kemampuan yang beragam pada setiap individu dalam mengidentifikasi dan memahami emosi, namun sesungguhnya keahlian ini dapat kita tingkatkan. Memberikan lebih banyak perhatian terhadap emosi kita dan mempelajari bagaimana memahami dan mengekspresikan secara lebih konstruktif akan memberi keuntungan tidak hanya bagi kebahagiaan dan kepuasan hidup, lebih jauh turut mempengaruhi kesehatan fisik kita. Pada lingkup yang lebih besar, meningkatkan Kompetensi Emosi dan mengajarkan Pertolongan Pertama Terhadap Emosi mampu menghemat biaya perawatan kesehatan serta memberi manfaat sosial.
ADVERTISEMENT