Mengapa Tikus Selalu Dilibatkan Dalam Penelitian?

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
17 Juni 2019 23:38 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Penelitian di laboratorium seringkali melibatkan tikus sebagai objek pengkajian, contohnya dalam menemukan obat bagi manusia. Kenapa harus tikus ya? Apa kita punya persamaan dengan tikus? Apa manusia dan tikus sebenarnya bersaudara?
ADVERTISEMENT
Tikus dijadikan sebagai model dalam pengujian medis karena karakteristik genetik, biologis dan perilaku mereka sangat mirip dengan manusia, dan banyak gejala kondisi manusia dapat direplikasi pada tikus. Menurut Jenny Haliski, perwakilan dari National Institutes of Health (NIH) Laboratorium Kesejahteraan Hewan Laboratorium tikus merupakan mamalia yang memiliki banyak proses dengan manusia dan sesuai untuk digunakan menjawab banyak pertanyaan penelitian. Selama dua dekade terakhir, kemiripan itu semakin kuat. Bahkan para ilmuwan sekarang membiakkan tikus yang diubah secara genetis. Jenis tikus yang disebut sebagai “tikus transgenik” ini membawa gen yang serupa dengan penyakit manusia. Foundation for Biomedical Research menyebut, beberapa gen dari tikus juga dapat dimatikan atau dibuat tidak aktif, serta menciptakan "tikus knockout" yang dapat digunakan untuk mengevaluasi efek bahan kimia penyebab kanker (karsinogen) dan menilai keamanan obat.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh diketahui tikus umumnya ditemukan memiliki kekebalan atau sistem kekebalan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. Pada tikus, kondisi ini dikenal dengan istilah Severe Combined Immune Deficiency (SCID/defisiensi imun gabungan berat), dimana secara alami tikus lahir tanpa sistem kekebalan. Oleh karena itu tikus dapat berfungsi sebagai model untuk penelitian jaringan manusia, baik untuk kondisi normal maupun penyakit ganas, seperti penelitian tentang AIDS dan kanker tertentu. Tikus juga merupakan spesimen yang bagus untuk meneliti kelainan genetik manusia karena tikus mampu mensimulasikan penyakit. Lebih jauh, tikus digunakan dalam penelitian tentang perilaku, sensori, penuaan, nutrisi dan genetik, serta menguji obat anti-kecanduan yang berpotensi mengakhiri kecanduan obat.
Penggunaan tikus sebagai sarana penelitian di laboratorium diketahui terjadi di lima wilayah. W. S. Small mempelajari proses belajar dengan mengukur tikus dalam labirin, yang merupakan kelanjutan dari penelitian oleh John B. Watson untuk disertasinya meraih gelar Ph.D. pada tahun 1903. Di benua lain, Amerika pertama kali menggunakan koloni tikus untuk penelitian mengenai nutrisi, yang dimulai pada bulan Januari 1908, oleh Elmer McCollum. Selanjutnya kebutuhan nutrisi tikus digunakan oleh Thomas Burr Osborne dan Lafayette Mendel untuk menentukan rincian nutrisi protein. Fungsi reproduksi tikus juga turut dipelajari di Institute for Experimental Biology di University of California, Berkeley oleh Herbert McLean Evans dan Joseph A. Long. Sementara itu, genetika tikus dipelajari oleh William Ernest Castle di Institut Bussey Universitas Harvard sampai ditutup pada tahun 1994. Tidak hanya pada penelitian kesehatan pada umumnya, tikus pun telah lama digunakan dalam penelitian pada kasus penyakit ganas, seperti kanker yang dilakukan di Crocker Institute for Cancer Research.
ADVERTISEMENT
Pada umumnya, berdasarkan hasil uji coba medi inbrida jenis tikus yang digunakan dalam penelitian sebagian besar merupakan jenis “rat” dan “mice”, sehingga selain perbedaan jenis kelamin, mereka hampir identik secara genetis. Berdasarkan National Human Genome Research Institute, hal ini dapat membantu membuat hasil uji coba medis lebih seragam. Sebagai persyaratan minimum, tikus yang digunakan dalam percobaan harus berasal dari spesies yang sama.
Akan tetapi, saat membicarakan ilmua pengetahuan, “rat” mungkin lebih baik daripada “mice”. Bukan hanya karena “rat” lebih besar tapi juga National Institute of Health melaporkan bahwa mereka adalah subyek yang lebih baik untuk mempelajari penyakit kardiovaskular. Fisiologi keseluruhan “rat” lebih mirip dengan manusia daripada fisiologi “mice”. Satu hal yang mungkin menjadi kelemahan bagi “rat” yaitu tidak mudah dikendalikan atau tidak mudah dibiakkan seperti “mice”. Sejauh yang diketahui dunia ilmiah sekarang dan telah dikenal bertahun-tahun, “mice” adalah pengganti manusia yang paling efisien dan akurat bila eksperimennya tidak menuntut etika.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi secara spesifik untuk tujuan penelitian tertentu, ada banyak jenis tikus yang dikembangkan. Tikus Sprague Dawley, misalnya, adalah ras multiguna dari tikus albino yang digunakan secara luas dalam penelitian medis dan nutrisi. Keuntungan utama pada tikus ini adalah ketenangan dan kemudahan dalam melakukan penanganan. Tahun 1925 menjadi awal diproduksinya jenis tikus ini oleh peternakan Sprague-Dawley (kemudian menjadi Sprague-Dawley Animal Company) di Madison, Wisconsin. Tikus ini biasanya memiliki rasio ekor hingga panjang tubuh yang meningkat. Ukuran induk rata-rata tikus Sprague Dawley adalah 10,5. Berat badan orang dewasa adalah 250-300 g untuk betina, dan 450-520 g untuk jantan. Sementara rentang kehidupan pada umumnya 2,5-3,5 tahun.
Sumber gambar: https://commons.wikimedia.org/