Menurunkan Penyakit Gangguan Kognitif dengan Jamur

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
14 April 2019 1:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Jamur Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Jamur Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Reputasi jamur sebagai bahan makanan dapat dikatakan akhir-akhir ini semakin meningkat. Seiring dengan keinginan masyarakat untuk semakin bergaya hidup sehat membuat jamur diburu sebagai pengganti daging-dagingan, seperti ayam dan daging merah.
ADVERTISEMENT
Alasannya karena jamur memiliki tekstur kenyal yang mirip dengan daging-dagingan. Jamur dapat dikreasikan dalam menu pembuka seperti sup krim atau sebagai menu utama layaknya sate jamur atau tumis jamur. Pastinya dengan cita rasa yang berbeda-beda.
Kandungan pada jamur merupakan salah satu alasan jenis sayuran dari kingdom fungi ini diburu adalah tinggi karbohidrat, protein, dan tinggi antioksidan. Selain itu, manfaat jamur lainnya baru-baru ini dibuktikan oleh tim dari Departemen Psikologi Obat-obatan yang berkolaborasi dengan Departemen Biokimia dari Yong Loo Lin School of Medicine di National University of Singapore (NUS).
Bukan waktu yang sebentar untuk Lei Feng, asisten profesor dari Departemen Psikologi Obat-obatan-NUS sekaligus pemimpin dalam penelitian ini beserta timnya, untuk mampu membuktikan manfaat jamur pada individu usia lanjut. Selama 6 tahun, tepatnya sejak tahun 2011 sampai 2017, Lei Feng dan tim mengumpulkan data dari 600 orang lebih usia lanjut yang tinggal di Singapura dengan kriteria umur 60 tahun ke atas.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil penelitian yang mereka lakukan, ditemukan bahwa usia lanjut yang mengonsumsi lebih dari 2 porsi jamur ukuran standar setiap minggunya mampu membantu mereka menurunkan gangguan kognitif ringan sebesar 50 persen.
Porsi standar dihitung berdasarkan takaran ¾ cangkir jamur masak dengan rata-rata beratnya sekitar 150 gram. Sehingga 2 porsi akan mencukupi kurang lebih setengah piring dalam sehari. Sementara itu jamur yang diteliti ialah 6 jenis jamur yang umum dikonsumsi, seperti jamur emas, jamur kerang, jamur shitake, dan jamur kancing putih, serta jamur kering dan jamur kalengan.
Meski demikian, sangat dimungkinkan untuk jenis-jenis jamur lain yang tidak digunakan dalam penelitian tetap mampu memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan. Para peneliti percaya, menurunnya gangguan kognitif yang ditunjukkan pengonsumsi jamur disebabkan oleh ditemukannya salah sebuah komponen yang dinamakan ergothioneine (ET).
Photo by Andrew Ridley on Unsplash
Dr Irwin Cheah, selaku peneliti senior di Departemen Biokimia NUS turut menjelaskan, ET ini merupakan antioksidan dan anti-inflamasi unik yang tidak mampu diproduksi manusia sendiri, namun dapat diperoleh dari sumber-sumber asupan makanan. Salah satu yang disebut menjadi sumber utama ialah dari jenis jamur-jamuran.
ADVERTISEMENT
Melalui studi awal yang dilakukan tim peneliti kepada orang-orang Singapura dengan usia lanjut, dinyatakan bahwa level plasma ET pada partisipan yang memiliki gangguan kognitif ringan secara signifikan lebih rendah dibanding individu sehat dengan usia sepadan.
Temuan yang diterbitkan di jurnal Biochemical and Biophysical Research Communication pada tahun 2016 ini membawa kita pada keyakinan bahwa kurangnya ET dapat menjadi faktor risiko degenerasi saraf, sedangkan meningkatkan jumlah ET dengan mengonsumsi jamur mampu mendukung kesehatan kognitif.
Selain itu, komponen lain dalam jamur dipercaya juga mampu menguntungkan bagi penurunan risiko kemerosotan daya kognisi. Seperti halnya hericenone, erinacine, scabronine, dan diktoforin tertentu disebut mampu mendorong penyintesisan faktor-faktor pertumbuhan saraf. Senyawa bioaktif pada jamur turut serta melindungi otak dari degenerasi saraf dengan menghambat produksi beta amyloid dan fosforilasi, serta asetilkolinesterase.
ADVERTISEMENT
Gangguan kognitif ringan (mild cognitive impairment/MCI) sendiri umumnya dipandang sebagai tahapan antara penurunan kognitif pada kondisi penuaan normal dan penurunan akibat demensia yang lebih serius. Lansia yang menderita gangguan kognitif ringan lebih sering menunjukkan bentuk-bentuk kehilangan memori atau kelupaan, hingga menampilkan penurunan fungsi kognitif lain, contohnya kemampuan bahasa, atensi, dan visuospasial.
Ilustrasi lansia. Foto: rudolf_langer via Pixabay
Meski demikian, perubahan tersebut bisa jadi tidak terlihat, seperti tidak mengalami penurunan kognitif apapun yang dapat mempengaruhi aktivitas kehidupan harian pada lansia, sebagaimana yang menjadi karakteristik Alzheimer dan jenis-jenis demensia lainnya.
Seperti diungkap asisten profesor Feng, individu dengan gangguan kognitif ringan masih mampu menjalani aktivitas harian secara normal. Meski demikian, perlu pengkajian lebih lanjut apakah kondisi tidak kasat mata ini mempengaruhi kualitas lansia dalam aktivitasnya atau tidak.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, tidak ada salahnya jika mulai saat ini kita mulai mengganti konsumsi daging-dagingan dengan jamur yang mengandung lebih banyak senyawa berkhasiat.