Perbedaan Antara Vaksin COVID dengan Vaksin Lain

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
16 Januari 2021 20:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Orang pertama yang menerima vaksin covid 19 pfizer-bionTech adalah Margareth Keenan yang berkewarganegaraan Inggris. Margareth menerima vaksin satu hari sebelum ulang tahunnya yang 91, pada 8 desember 2020.
ADVERTISEMENT
Menariknya, Margareth dan Shakespeare yang terkenal adalah dua orang pertama dalam sejarah yang menerima vaksin dalam bentuk mRNA (messenger Ribonucleic Acid), yang cukup merevolusi dunia vaksin. Menariknya, vaksin dari pfizer dan moderna menunjukkan efektivitas sebesar 95% dan 94.1%.
Pada 10 desember, panel yang berisi para ekspert di bidang vaksin mengajukan agar lembaga regulasi alat kesehatan, obat, dan makanan Amerika Serikat yaitu Food and drug administration (FDA) memberikan izin lebih cepat untuk vaksin pfizer dan moderna agar lebih cepat diedarkan menimbang situasi pandemik yang gawat. Lalu apa itu vaksin mRNA yang digunakan dalam pfizer dan moderna ini? Apa yang membedakannya dari vaksin-vaksin sebelumnya?
Apa itu mRNA?
Tubuh manusia terdiri atas berbagai macam sel. Untuk tetap bertahan hidup seperti membuat jaringan baru, bernafas, mencerna makanan, dan sebagainya, sel-sel ini secara konsisten membuat protein. Instruksi untuk membuat protein ini diberikan kepada utusan yang dinamakan messenger RNA. Utusan atau mRNA ini kemudian memberikan informasi kepada mesin pembuat protein yang dinamakan ribosome yang membaca urutan kode pada mRNA dan kemudian mengontrol pembuatan protein dengan sangat detail. Sekitar tiga dekade yang lalu, ilmuwan menyadari bahwa jika kita bisa membuat mRNA di laboratorium, maka bisa jadi mRNA ini bisa disuntikkan ke tubuh, kemudian menstimulasi pembuatan protein yang dapat memerangi berbagai macam penyakit termasuk kanker dan juga infeksi saluran pernapasan.
ADVERTISEMENT
Kendala teknologi mRNA
Ternyata mewujudkan vaksin berbasis mRNA tidak semudah teorinya. Sama seperti transplantasi organ, sistem imun makhluk hidup cenderung menyerang apapun yang dianggap asing, termasuk mRNA sintetis. Salah satu ilmuwan yang telah melakukan uji coba dengan tikus pada tahun 1990 adalah ilmuwan Hungaria, Katalin Kariko.
Kemajuan teknologi mRNA
Namun, satu dekade kemudian Karako dan rekan Amerikanya Drew Weisman menemukan kalau mereka bisa mengecoh sistem imun dengan cara mengedit satu bagian kode dari mRNA diganti dengan yang telah dimodifikasi. Penemuan ini telah dipublikasikan di beberapa paper di tahun 2005, dan hasilnya menginspirasi dua ilmuwan yang mengembangkan moderna dan biontech saat ini. Awalnya dua perusahaan ini mengembangkan vaksin untuk virus zika, dan cytomegalo virus. Namun, pandemik ini telah memberikan kesempatan yang amat langka karena ada jumlah populasi yang sangat besar untuk menerima vaksin ini.
ADVERTISEMENT
Pada 10 Januari 2020, ilmuwan dari Cina mempublikasikan urutan genetik dari corona virus ini, dan dalam seminggu Wismann dan timnya di the University of Pennsylvania sudah mulai mengembangkan mRNA sintetis untuk melawan virus tersebut.
66 hari kemudian, moderna berkolaborasi dengan national institute of allergy and infectious disease telah memiliki satu kandidat vaksin yang siap diuji klinis. Kandidat vaksin ini merupakan kandidat vaksin covid pertama di Amerika serikat. Lima vaksin covid lain di Amerika serikat juga menggunakan teknologi mRNA, walaupun memiliki merek yang berbeda-beda.
Cara kerja vaksin mRNA
Vaksin mRNA ini dibungkus dalam nanopartikel berbasis lemak yang disuntikkan, dan berperan seperti kuda trojan yang masuk ke dalam tubuh tanpa membangunkan sistem imun karena dilapisi pelindung. Setelah sampai di sel, pelindung ini akan terbuka dan mRNA memberikan instruksi, yang selanjutnya diproses oleh ribosome menghasilkan spike protein yang dikeluarkan dari sel, kemudian membangkitkan sistem imun untuk memerangi virus yang masuk.
ADVERTISEMENT
Meniru infeksi virus, berbeda dengan vaksin pada umumnya
Dr. Otto Yang, Profesor di bidang kedokteran, University of California, Los Angeles mengatakan bahwa vaksin pfizer dan moderna ini memiliki kemungkinan sukses yang besar karena meniru mekanisme infeksi oleh virus, yaitu dengan mengaktivasi dua komponen imun paling penting dalam tubuh.
Vaksin biasa seperti vaksin flu dan rabies dapat memicu sistem imun menghasilkan antibodi dengan menggunakan fragmen virus yang sudah dilumpuhkan. Namun, dengan teknologi lama ini, antibodi tersebut tidak dapat menjangkau sampai ke dalam sel. Untuk vaksin mRNA, spike protein dikeluarkan dari sel dan melibatkan komponen imun yang dinamakan sel T CD8. Sel T ini dapat melakukan scanning pada bagian sel yang meletakkan fragmen spike protein di permukaannya dan menghancurkan bagian yang sudah terinfeksi oleh virus.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya vaksin mRNA yang potensial
Ternyata bukan hanya vaksin mRNA yang dapat mengaktivasi sel T yang memanfaatkan adenovirus selesma yang sudah dilemahkan berasal dari simpanse. Virus ini telah dimodifikasi secara genetik sehingga tidak bisa bereplikasi di dalam tubuh. Perusahaan vaksin yang menggunakan teknologi ini adalah astrazeneca. Namun, diklaim bahwa efikasi nya lebih rendah dibanding vaksin jenis mRNA.
Gambar : Ilustrasi injeksi vaksin. Sumber gambar : Pixabay
Sumber : https://www.livescience.com/mrna-vaccines-future-vaccine-development.html
https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2770485