Vegetarian, Hubungannya Dengan Lingkungan & Kesehatan

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
14 Agustus 2020 11:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Tidak hanya sesimpel kita melihat dampak secara finansial yang terjadi, namun dampak bagi tubuh dan sekitar.

ADVERTISEMENT
Perubahan gaya hidup dan makanan kebanyakan orang menjadi vegetarian karena alasan tertentu merupakan hal yang wajar terjadi sekarang. Pada masa kini, banyak orang yang menjadi vegetarian juga didorong karena tidak tega dengan cara hewan yang diperlakukan semena-mena dalam proses penyajiannya. Bahkan, jika dilihat sedikit persentase juga menyebutkan beberapa orang menjadi vegetarian untuk program diet yang mereka lakukan. Hal ini tentu tidak sepenuhnya mutlak benar bagi semua orang karena tidak dapat kita pungkiri banyak juga yang mendorong gerakan atau kebiasaan ini karena mengejar gaya hidup yang lebih sehat maupun ingin mengurangi emisi gas rumah kaca atau olahraga dan makan teratur untuk program diet semata.
Vegetarian food | pixabay.com
Menurut Andrew Jarvis dari Colombia’s International Centre for Tropical Agriculture, pada negara maju, orang vegetarian biasanya akan membawa dampak baik untuk lingkungan dan kesehatannya. Sedangkan pada negara berkembang, akan mungkin ada efek negatif yang bisa ditimbulkan dalam hal kemiskinan. Namun, fakta lain juga ditemukan dari penelitian ini dimana ternyata vegetarian sangat berdampak pada lingkungan dan kelangsungan hidup yang lebih baik untuk generasi selanjutnya. Lalu bagaimana hal ini bisa terjadi? Berbicara tentang perubahan iklim, produksi makanan hewani tidak dapat dipungkiri memang lebih menimbulkan efek buruk bagi lingkungan terutama jika kita berbicara tentang efek gas rumah kaca yang dihasilkan. Faktanya, produksi pada sektor pangan menyumbang seperempat hingga sepertiga dari semua emisi gas rumah kaca antropogenik di seluruh dunia, dan kebanyakan beban atau angka-angka tersebut disebabkan oleh industri peternakan. Contoh nyatanya dapat kita lihat dari rata-rata keluarga beranggotakan empat orang di Amerika Serikat menyumbang lebih banyak gas rumah kaca disebabkan daging yang mereka makan dari pada mengendarai dua mobil.
ADVERTISEMENT
Marco Springmann, seorang peneliti dari Oxford Martin School’s Future of Food programme mencoba membuktikan dampak jika semua orang menjadi vegetarian pada tahun 2050 dengan pemodelan komputer yang ia buat. Hasilnya menunjukkan bahwa pengurangan terhadap sektor makanan secara masif pada konsumsi daging merah dari peternakan bisa membantu mengurangi emisi gas yang menyebabkan perubahan iklim sebesar 60%. bahkan jika dunia menjadi vegan, emisi tersebut akan berkurang lebih besar sampai 70%. Sebuah angka yang sulit dicapai bahkan dengan penggunaan teknologi masa kini sekalipun. Makanan, terutama makanan yang berasal dari ternak, diketahui merupakan sumber dari emisi gas rumah kaca karena konversi lahan dan hilangnya keanekaragaman hayati yang diakibatkan dari peternakan tersebut.
vegetables vegan food illustration | pixabay.com
Menurut data, sekitar 5 miliar hektar lahan pertanian dunia, sebanyak 68% lahan tersebut rata-rata digunakan untuk ternak. Padahal jika kita berbicara ideal, setidaknya 80% lahan tersebut seharusnya digunakan untuk restorasi pada rumput hijau maupun hutan. Hal tersebut dilakukan tentu untuk menangkap karbon yang ada di udara dan meringankan perubahan iklim di masa yang akan datang. 10-20% lahan yang tersisa harusnya baru dimanfaatkan untuk menanam lebih banyak tanaman untuk mengisi kekosongan dalam suplai makanan. Meskipun jika terjadi adanya peningkatan yang relatif kecil di lahan pertanian, maka hal ini akan lebih dari menggantikan kehilangan daging karena sepertiga dari lahan tanaman yang saat ini digunakan untuk memproduksi makanan untuk ternak, bukan untuk manusia. Menurut Jarvis, baik restorasi lingkungan maupun konversi lahan ke pertanian yang berbasis tanaman akan membutuhkan perencanaan dan investasi yang tidak sedikit. Namun hal ini bukan berarti kita harus mengurangi secara signifikan konsumsi ternak yang ada, melainkan menyeimbangkan tiap konsumsi dan mengoptimalkan proses agar dampak yang dihasilkan tidak setara dengan nilai yang sulit kita kurangi atau kejar kedepannya.
ADVERTISEMENT