Cerita Dokter di Lampung Saat Periksa Pasien Diduga Corona yang Berbohong

Konten Media Partner
6 April 2020 16:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi petugas medis | Foto : Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi petugas medis | Foto : Kumparan
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung - Pandemi virus corona atau COVID-19 di dunia saat ini menjadikan paramedis menjadi garda terdepan untuk penanganan pertama. Bahkan tak sedikit juga tim medis yang gugur dalam pertarungan melawan virus mematikan tersebut.
ADVERTISEMENT
Di Provinsi Lampung sendiri saat ini sudah ada 13 pasien yang terkonfirmasi positif terjangkit virus COVID-19, 2 di antaranya sudah meninggal dunia dan 2 pasien dinyatakan sembuh.
Lika-liku perjalanan medis dalam menganalisis virus ini juga mendapat suatu hambatan, hal itu ketika ada beberapa pasien yang tak mau berkata jujur saat ditanya oleh dokter terkait kondisi riwayat kesehatannya.
Begitu juga yang dialami dr. Eka, wanita berumur 26 tahun yang bekerja pada beberapa rumah sakit swasta di Lampung ini sedikit berbagi pengalaman saat ia periksa pasien yang diduga terjangkit virus COVID-19.
"Sebenernya yang bohong itu bukan cuma satu pasien ada banyak, cuma karena terlalu banyak dan mereka kurang kooperatif, jadi curhat di media sosial," ucapnya saat dihubungi Lampung Geh, Senin (6/4).
ADVERTISEMENT
Menurutnya kasus seperti ini tak hanya terjadi di rumah sakit tempatnya bekerja, namun beberapa paramedis lain pun mengalami hal serupa. Standar Operasional Prosedur (SOP), kata Eka, juga selalu dilakukan di setiap rumah sakit untuk penanganan setiap pasien apa pun.
"Awal mula pasien masuk lalu didatengin oleh perawat, dan perawat akan mengecek pasien ini dalam kondisi seperti apa. Di triage merah, triage kuning, atau triage hijau," ungkapnya.
"Kalau kuning itu gawat darurat namun dalam 1 jam tidak mengancam nyawanya, kalau triage hijau itu tidak mengancam nyawa sama sekali," imbuh dr. Eka.
Namun kesulitan yang dialaminya ketika pasien tak berkata jujur saat diperiksa perawat maupun dokter yang menangani. Hal itu yang membuat tim medis tak bisa berbuat banyak lantaran sang pasien tak kooperatif.
ADVERTISEMENT
"Biasanya pasien suspect ODP (Orang Dalam Pemantauan) atau PDP (Pasien Dalam Pengawasan) kalau dia tidak jujur masuknya ke triage kuning, bahkan seharusnya dia masuk ke ruang isolasi IGD sementara," ujarnya.
Ketika itu dr. Eka tengah memeriksa pasien pria yang datang ke rumah sakit, ia menduga jika pasien tersebut menyandang status ODP COVID-19. Namun dugaan tersebut harus diklarifikasi dengan melakukan wawancara langsung terhadap pasien.
"Dari awal ditanya keluhannya apa, dia cuma ngomong lemas atau sesek aja. Tapi gak mau bilang kalau ada batuk, nyeri tenggorokan, demam, pilek, atau riwayat bepergian ke luar kota, kontak dengan pasien ODP/PDP, atau kontak dengan orang asing," urai dia.
Meski demikian, ia pun tetap mewaspadai agar pasien yang diduga terjangkit tersebut tak menularkan virus kepadanya. Selain itu dr. Eka juga meminimalisir agar tugasnya sebagai medis tidak mengambil keputusan yang salah.
ADVERTISEMENT
"Karena seandainya kecolongan pasien itu masuk ke triage kuning yang banyak pasien lainnya, itu akan menularkan ke pasien lain atau dokter yang gak selalu memakai APD (Alat Pelindung Diri) lengkap. APD lengkap itu biasa digunakan di ruang isolasi, seperti parasut putih, kacamata goggle, masker N95, sepatu boot," ucapnya.
Bahayanya ketika sang pasien tak berkata jujur tentang kondisi riwayat kesehatannya dapat menularkan kepada orang sekitar bahkan keluarga. Maka dr. Eka mengambil keputusan agar pasien dilakukan rontgen untuk mengecek kondisinya.
"Kalau dia tidak jujur maka dokter menyarankan untuk rontgen, apabila rontgen-nya menunjang dan gejala spesifiknya tidak menunjang dia tidak akan menjadi pasien PDP," jelas dia.
Hasil rontgen pasien tersebut ternyata merujuk ke arah ciri-ciri COVID-19, namun lantaran pasien tidak berkata jujur maka petugas medis hanya bisa menetapkannya sebagai OPD.
ADVERTISEMENT
"Karena dia didiagnosis OPD tetapi seharusnya PDP seharusnya sudah ada penanganan berlanjut, tetapi gara-gara dia bohong virusnya tidak tertata laksana dengan baik. Itu membahayakan nyawa dia," pungkasnya.
Melalui pengalaman dokter tersebut sudah seharusnya setiap pasien yang memeriksakan diri untuk berkata jujur dalam kondisi kesehatannya. Kebohongan itu menjadi penularan singkat jika tak ditangani sesegera mungkin.(*)
***
*kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!