news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Cerita Mahasiswa Lampung Terjebak Lockdown di Sudan: Sulit Finansial dan Faskes

Konten Media Partner
17 Mei 2020 14:48 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mahasiswa Lampung yang berada di Sudan di tengah pandemi COVID-19, Minggu (17/5) | Foto : Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Mahasiswa Lampung yang berada di Sudan di tengah pandemi COVID-19, Minggu (17/5) | Foto : Istimewa
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Sudan - Kondisi mahasiswa asal Lampung yang sedang menempuh perkuliahan di Sudan, di tengah pandemi COVID-19 mengalami banyak kesulitan, mulai dari kesulitan finansial hingga kesulitan mendapatkan akses layanan kesehatan, Minggu (17/5).
ADVERTISEMENT
Dalam surat terbuka yang ditulis oleh Wipa Raziq Sihab Habibi, yang merupakan mahasiswa semester 2 Jurusan Bahasa Arab di International University of Africa, Sudan dan pemerhati politik serta pemerhati kesehatan di Sudan, dijelaskan tentang keadaan mahasiswa asal Indonesia, termasuk mahasiswa asal Lampung di tengah pandemi COVID-19. Berikut isi surat tersebut.
Sudan sudah mengalami isolasi berkepanjangan sejak 1993, ketika Amerika Serikat memasukkan pemerintahan Omar Bashir ke dalam negara yang mensponsori teroris. Hal ini sangat membuat Sudan kesulitan, serta menjadi penghambat saluran bantuan dana moneter Internasional dan Bank Dunia yang sangat dibutuhkan oleh Sudan. Sejak beberapa tahun belakangan ini Sudan mengalami goncangan ekonomi yang kuat. Puncaknya yaitu pada tahun lalu saat pemerintahan Omar Bashir, hal ini makin memperparah kondisi politik dan ekonomi Sudan yang kian hari kian merosot.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya pandemi COVID-19 makin memperburuk kondisi Sudan. COVID-19 sangat berdampak buruk terhadap ekonomi setiap negara, termasuk Sudan. Oleh karenanya, pemerintah sudan memberlakukan lockdown atau karantina wilayah secara parsial sejak April 2020 guna memutus mata rantai penyebaran Corona Virus Disaese (COVID-19), ternyata sangat berdampak terhadap mahasiswa Indonesia, khususnya dari Lampung yang berkuliah di Sudan.
Berdasarkan informasi dari media Al Jazair, bahwa sejak 15 April 2020 Pemerintah Sudan sudah memberlakukan lockdown dari pukul 18.00-06.00 waktu setempat. Karena pergerakan data kasus COVID-19 semakin meningkat, maka sejak 16 April sampai selama tiga pekan, lockdown semakin diperpanjang masanya dari pukul 13.00 sampai pukul 06.00 dan pemerintah juga mengambil langkah seperti menutup bandara, menutup transportasi kendaraan antar daerah, menghentikan perkuliahan, dan sejumlah langkah lainnya yang bertujuan untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19.
ADVERTISEMENT
Hal ini disebabkan karena terus meningkatnya kasus positif COVID-19 di Sudan, sejak pertama kali diumumkan pada akhir Maret 2020.
Sudan adalah salah satu negara favorit bagi calon mahasiswa yang ingin melanjutkan studi Agama Islam di Timur Tengah. Bahkan Sudan memberikan beasiswa kepada 85 negara yang tersebar di berbagai benua termasuk Indonesia. Dan ada puluhan mahasiswa asal Lampung yang mendapatkan beasiswa di Sudan.
"Jumlah mahasiswa asal Lampung yang berkuliah di Sudan terdapat 30 orang. Terdiri atas 29 orang sedang menempuh kuliah S1 atau bechelor, dan 1 orang menempuh kuliah S2 atau magister," paparnya dalam tulisan tersebut.
Kemudian dari 30 mahasiswa asal Lampung yang berkuliah di Sudan tersebut ada satu orang kuliah di Markaz Zaim Alazhari, satu orang di Universitas Alqur’an Alkarim, satu orang kuliah di Universitas Islam Omdurman, dan selebihnya kuliah di Universitas Internasional Afrika, Sudan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari Kemenkes Sudan, total kasus positif COVID-19 terus meningkat. Data terkini terhitung pada 14 Mei 2020 yaitu kasus positif sebanyak 1818 orang, meninggal dunia sebanyak 90 orang, dan sembuh sebanyak 198 orang.
"Dari segi finansial, mahasiswa Lampung yang terdampak COVID-19 sangat terganggu, karena selama lockdown kami tidak bisa mendapat kiriman dari orang tua. Dan bagi mahasiswa yang mempunyai pekerjaan sampingan seperti berdagang juga terhenti akibat harga bahan pokok yang amat melambung tinggi. Dan kami bertahan hidup hanya dengan mencukup-cukupkan uang yang masih tersisa," katanya.
Dampak ini tidak hanya dirasakan oleh mahasiswa asal Indonesia yang berkuliah di Sudan. Namun juga dirasakan oleh masyarakat Sudan, tentu saja dengan keadaan ekonomi yang tidak stabil dan meningginya harga kebutuhan pokok maka tindak kejahatan seperti pembegalan pun marak terjadi akhir akhir ini. Kejadiannya biasa terjadi saat waktu diperbolehkan keluar rumah untuk membeli kebutuhan pokok dari jam 06.00-13.00 waktu setempat.
ADVERTISEMENT
Sedangkan dari segi kesehatan, belum ada mahasiswa Indonesia yang dinyatakan positif COVID-19. Cukup banyak dari mahasiswa Indonesia dan ada beberapa juga mahasiswa asal Lampung yang mengalami sakit batuk, pilek, kesulitan mencium bau, demam, dan lain sebagainya. "Menurut saya ini di karenakan cuaca Sudan di bulan Ramadhan yang panas luar biasa berkisar 42-44 derajat dan menu berbuka puasa seperti es teh dan minuman dingin yang lainnya. Dan seiring berjalannya waktu, alhamdulillah mereka sudah mulai kembali sehat," tambahnya.
Raziq Sihab Habibi, salah satu mahasiswa Lampung yang kini berada di Sudan, Minggu (17/5) | Foto : Istimewa
Namun, mahasiswa Indonesia di Sudan juga sangat kesulitan mendapatkan akses layanan kesehatan. Kemarin ada salah satu mahasiswi asal Indonesia mempunyai gejala COVID-19, kemudian mencoba menelepon nomor pengaduan COVID-19 untuk meminta tes swab, tapi sudah hampir 2 pekan tidak ada kejelasan. Kemudian dia mencoba mandiri mencari rumah sakit untuk memeriksakan diri. Dan apa daya banyak rumah sakit yang tutup akibat kewalahan menangani pasien COVID-19, hingga akhirnya dia memutuskan untuk ke klinik ala kadarnya saja.
ADVERTISEMENT
"Bukan hanya sulit dalam segi faninsial dan kesehatan. Kami juga merasa kerugian dalam bidang pendidikan, buktinya sejak pemberlakuan lockdown demi memutus mata rantai penyebaran COVID-19 pemerintah Sudan telah memberhentikan sistem perkuliahan sampai waktu yang belum ditentukan. Di Sudan tidak ada pembelajaran secara online dan juga tidak ada tugas apapun yang diberikan dosen. Selain proses belajar dan mengajar di kampus dihentikan, proses belajar dengan para masyaikh di luar kampus pun dihentikan. Dan mahasiswa hanya bisa beraktivitas di asrama atau rumah masing-masing," jelas Wipa Rizieq Shihab Habibi
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Khartoum, Sudan juga telah mengirimkan sedikit bantuan kebutuhan pokok berupa beras, minyak, mie, telur, dan lain-lain kepada kekeluargaan daerah, organisasi masyarakat, dan organisasi politik.
ADVERTISEMENT
"Kami mahasiswa Lampung yang berkuliah di Sudan akan mengirimkan surat ke Pemprov Lampung dengan harapan Pemprov Lampung bisa memberikan bantuan kepada masyarakatnya yang ada di sini," harapnya. (*)
***
*kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!