Diduga Cabuli Anak di Bawah Umur, Oknum P2TP2A Dilaporkan ke Polda Lampung

Konten Media Partner
6 Juli 2020 18:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad, saat diwawancarai Lampung Geh, Senin (6/7) | Foto: Obbie Fernando/Lampung Geh
zoom-in-whitePerbesar
Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad, saat diwawancarai Lampung Geh, Senin (6/7) | Foto: Obbie Fernando/Lampung Geh
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung-Oknum pejabat Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur berinisial DA dilaporkan ke Polda Lampung atas dugaan pencabulan anak di bawah umur NV (14) pada Kamis (2/7).
ADVERTISEMENT
Dari informasi yang dihimpun Lampung Geh, bahwa laporan tersebut tertuang dalam surat laporan nomor STTLP/977/VII/2020/LPG/SPKT yang tengah ditindaklanjuti oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Lampung.
Namun hingga saat ini Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Lampung, Kombes Pol Muslimin, belum dapat dikonfirmasi dan ditemui di ruang kerjanya.
Sedangkan, Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) IV Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Lampung, AKBP Adisastri, membenarkan terkait laporan tersebut.
"Iya benar, masih lidik. Untuk lengkapnya silakan (tanya) ke Kabid Humas ya," ujar Adisastri saat ditemui, Senin (6/7).
Sementara itu, Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad, mengungkapkan bahwa laporan tersebut masih dalam proses penyelidikan oleh kepolisian.
Ilustrasi perkosaan anak. Foto: REUTERS/Cathal McNaughton
"Sudah kami tindaklanjuti, korban sudah kami mintai keterangan, untuk terlapor sudah kami kumpulkan identitasnya," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Pandra menjelaskan jika penyidik PPA Polda Lampung telah melakukan trauma healing terhadap korban dugaan pencabulan tersebut.
"Sudah kita lakukan trauma healing ke korban itu oleh PPA kita. Tentunya kami gerak cepat, saat ini kami proses, kita tunggu hasilnya seperti apa," pungkasnya.
Atas perbuatannya, imbuhnya, terlapor terancam melanggar Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 81 dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda pidana paling banyak Rp 5 miliar.(*)