Dua ASN Pemprov Lampung Jadi Tersangka Korupsi Benih Jagung

Konten Media Partner
25 Maret 2021 14:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jajaran Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung saat melakukan gelar perkara penetapan tersangka tindak pidana korupsi Pengadaan Bantuan Benih Jagung pada Direktorat Jendral Tanaman Pangan Kementerian Pertanian RI, Kamis (25/3). | Foto : Ist
zoom-in-whitePerbesar
Jajaran Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung saat melakukan gelar perkara penetapan tersangka tindak pidana korupsi Pengadaan Bantuan Benih Jagung pada Direktorat Jendral Tanaman Pangan Kementerian Pertanian RI, Kamis (25/3). | Foto : Ist
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menetapkan 2 ASN Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung dan 1 orang rekanan sebagai tersangka tindak pidana korupsi Pengadaan Bantuan Benih Jagung.
ADVERTISEMENT
Diketahui bahwa perkara ini merupakan korupsi Pengadaan Bantuan Benih Jagung pada Direktorat Jendral Tanaman Pangan Kementerian Pertanian RI. Hal ini merupakan bantuan yang dialokasikan untuk Provinsi Lampung tahun anggaran tahun 2017.
Kepala Kejati (Kajati) Lampung Heffinur menyebutkan tiga tersangka itu dua orang dari dinas dan satu orang merupakan rekanan.
"Tersangka dari kalangan Dinas Tanaman Pangan Holtikultura ini berinisial EY dan IMA. Kemudian, rekanan yang terlibat berinisial HRR," ujarnya, Kamis (25/3).
Ia melanjutkan bahwa perkara ini merupakan keberlanjutan dari perkasa yang diselidiki oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia berdasarkan Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Perkara ini berawal dari kegiatan penyelidikan yang dilaksanakan oleh penyelidik pada Kejaksaan Agung dengan menggunakan sumber informasi awal yang tertuang dalam LHP BPK terhadap kegiatan Pemeriksaan Kementerian Pertanian Republik Indonesia," terangnya.
ADVERTISEMENT
Pada LHP BPK tersebut tertuang didapati indikasi kerugian negara atas pekerjaan PT DuPont Agricultural Products Indonesia (DAPI). Kerugian terkait ini disebabkan benih melebihi batas masa edar (kadaluarsa) dan senilai lebih kurang Rp 8 miliar benih tidak memiliki sertifikat.
"Saat ini proses perhitungan kerugian keuangan negara sedang dikoordinasikan dengan Badan Pemeriksa Keuangan RI," tuturnya. (*)