Indonesia Escorting Ambulance: Kawal Ambulans untuk Selamatkan Nyawa

Konten Media Partner
29 Agustus 2019 12:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota IEA saat melakukan pengawalan ambulans, Rabu (29/8) malam | Foto : Dimas Prasetyo/Lampung Geh
zoom-in-whitePerbesar
Anggota IEA saat melakukan pengawalan ambulans, Rabu (29/8) malam | Foto : Dimas Prasetyo/Lampung Geh
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung - Indonesia Escorting Ambulance atau yang biasa disebut IEA merupakan suatu komunitas yang bergerak di bidang sosial untuk melakukan pendampingan kepada ambulans yang melintas.
ADVERTISEMENT
IEA sendiri biasanya bertugas dalam melakukan penguaraian kemacetan untuk memberi ruang kepada ambulans yang membawa pasien gawat darurat agar cepat sampai rumah sakit (RS) tujuan.
Koordinator Wilayah (Korwil) Bandar Lampung, Wayan Supriono mengatakan, bahwa komunitas IEA sendiri terbentuk sejak Oktober 2017 lalu ini dibangun atas insiatif dirinya bersama rekan-rekannya.
"Awalnya tergerak dari hati nurani kita terutama anak motor, kita melihat kok ambulans sudah jelas kategori nomor 2 tetapi tidak diprioritaskan," katanya saat diwawancarai Lampung Geh, Rabu (28/8) dini hari.
IEA sendiri sering melakukan escorting (pengawalan/pendampingan) ambulans dari Bundaran Hajimena hingga berbagai Rumah Sakit yang ada di Kota Bandar Lampung.
Korwil Bandar Lampung, Wayan Supriono saat diwawancarai Lampung Geh, Rabu (29/8) malam | Foto : Dimas Prasetyo/Lampung Geh
"Banyak juga ambulans yang dari luar kota ngasih informasi ke kita kalau akan masuk ke sini (Bandar Lampung), dari info itu kita langsung bergerak untuk meng-escort," papar dia.
ADVERTISEMENT
Untuk IEA di wilayah Kota Bandar Lampung saat ini sudah memiliki 25 orang anggota tetap, 11 calon anggota, dan 9 partisipan. Tidak hanya di Bandar Lampung, di daerah lain pun juga komunitas IEA juga melakukan hal serupa.
"Itu hanya untuk wilayah Bandar Lampung, beda dengan yang di Pringsewu, Lampung Tengah, Metro, dan Lampung Selatan sudah memiliki anggota masing-masing," katanya.
Dalam melakukan pendampingan, IEA juga memiliki standar operasional prosedur (SOP) yang harus dijalankan, dimana ketika ambulans datang anggota IEA akan mendampingi dengan menggunakan 5 sepeda motor.
"Kalau untuk SOP pengawalan itu ada 3 di depan dan 2 di belakang. Itupun jaraknya ke ambulans jauh, minimal 10 sampai 15 meter," ujar Supri.
ADVERTISEMENT
Namun jika kondisi jalan mengalami kepadatan, maka IEA akan melakukan perubahan formasi secara fleksibel.
Para anggota IEA saat menunggu ambulans yang akan masuk ke wilayah Kota Bandar Lampung, Rabu (29/8) malam | Foto : Dimas Prasetyo/Lampung Geh
"Tapi beda halnya dengan situasi kemacetan, 2 orang di depan ini yang mengurai kemacetannya biasanya kami sebut peluru untuk meminggirkan pengendara lain. Sedangkan 1 orang ini yang mempertahankan agar ambulansnya agar tetap bisa masuk," beber dia.
Dalam satu hari, anggota IEA biasanya melakukan pendampingan ambulans lebih dari 3 ambulans yang datang dari berbagai kota/kabupaten.
"Kalau pengawalan tidak tentu, hari ini aja ada 3 ambulans yang masuk, itu baru hari ini, kadang juga kosong. Tapi di kemarau ini banyak ambulans yang masuk ke Bandar Lampung," urainya.
Selain meng-escort, IEA juga bergerak di bidang sosial lain untuk membantu para korban dalam situasi bencana yang ada di wilayah Lampung.
ADVERTISEMENT
"Kita lebih dominan ke relawannya dalam bentuk apapun, seperti motor mati di jalan kita bantu, bencana kebakaran juga pernah, bencana kebanjiran kita juga sudah koordinasi dengan BPBD Kota Bandar Lampung," katanya.
Disinggung soal penggunaan toa dan strobo, Supri, sapaan akrab, tidak menampik hal itu bahwa anggotanya banyak yang menggunakannya. Namun dirinya tetap memberi arahan kepada anggotanya agar tidak menggunakan alat-alat yang dilarang oleh pihak kepolisian.
"Untuk peraturan di wilayah Bandar Lampung sendiri sudah dibuat di AD/ART bahwa anggota dilarang menggunakan toa atau strobo. Tetapi kalau mereka masih menggunakannya dan ketangkap polisi karena itu resiko ditanggung sendiri. Jadi bukan tanggungjawab dari IEA, karena di peraturan kita sudah jelas tidak diperbolehkan pakai toa atau strobo," paparnya.
ADVERTISEMENT
Sebagai tim relawan tanpa pamrih, dirinya mengharapkan kepada petugas kepolisian untuk memberi ruang kepada komunitasnya agar bisa lebih membantu orang banyak melalui hal kecil seperti mendampingi ambulans untuk segera sampai tujuan.
"Harapan kepada polisi, kita ini relawan dibentuk dari hati nurani. Kita sebagai relawan yang tidak dibayar sama sekali, cobalah pihak kepolisian dan pemerintah rangkul kami. Jika kami diperlukan untuk lalin kemacetan kita siap membantu, membutuhkan ambulans pun kita bisa membantu. Koordinasikan saja ke kita, kalau untuk peng-escort-an sekarang sudah kami kurangi," harapnya.(*)
-----
Laporan reporter Lampung Geh Obbie Fernando Editor : M Adita Putra