Melihat Atraksi Batik Tulis dan Pembuatan Batu Bata di Desa Labuhan Ratu VII

Konten Media Partner
10 April 2021 15:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang wanita saat mencoba melukis batik di sanggar batik tulis Barata Desa Labuhan Ratu VII Lampung Timur, Sabtu (9/4) | Foto : Sidik Aryono/ Lampung Geh
zoom-in-whitePerbesar
Seorang wanita saat mencoba melukis batik di sanggar batik tulis Barata Desa Labuhan Ratu VII Lampung Timur, Sabtu (9/4) | Foto : Sidik Aryono/ Lampung Geh
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Lampung Timur - Memanfaatkan potensi lokal, Desa Labuhan Ratu VII tawarkan wisata edukasi pembuatan batik tulis hingga pembuatan batu bata secara tradisional.
ADVERTISEMENT
Desa Labuhan Ratu VII merupakan desa yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Way Kambas (TNWK), yang sejak lama menghadapi konflik dengan gajah liar.
Dengan pendampingan sejumlah aktivis dan akademisi Konsorsium Unila AleRT yang dinaungi oleh Tropical Forest Conservation Action for Sumatera (TFCA-Sumatera), Desa Labuhan Ratu VII mencoba mengembangkan desa wisata memanfaatkan potensi lokal.
Sunandar, seorang guide wisata lokal memetik jagung saat jungle tracking wisata Desa Labuhan Ratu VII Lampung Timur, Sabtu (9/4) | Foto : Sidik Aryono/Lampung Geh
Penanggung jawab Konsorsium Unila AleRT yakni Elly L. Rustiati mengatakan bahwa pihaknya telah mengadakan uji paket wisata pada awal 2020 lalu. Namun, karena pandemi COVID-19, wisata edukasi di Desa Labuhan Ratu VII ditutup untuk waktu yang cukup lama, dan baru-baru ini telah diizinkan kembali dibuka untuk umum. Meski demikian, pada era new normal, jumlah wisawatan dibatasi dan tetap menerapkan protokol kesehatan.
ADVERTISEMENT
"Ini menjadi salah satu upaya mitigasi konflik secara tidak langsung. Maka kami melakukan pendampingan pemberdayaan masyarakat di desa Labuhan Ratu VII, yang sebelumnya kegiatan ini berhasil dilakukan di Desa Braja Harjo Sari," ujar Elly.
Pengembangan desa wisata Labuhan Ratu VII memanfaatkan potensi lokal serta bentang alam wilayah desa itu sendiri. Sejumlah atraksi wisata yang ditawarkan mulai dari, edukasi pembuatan batu bata, pembuatan batik tulis, menyadap karet, pembuatan susu kedelai, agrowisata petik buah dan sayur, susur sungai, kuliner tradisional, hingga jungle tracking. Informasi selengkapnya dapat dilihat di akun Instagram @wisatadesalabuhanratu7.
Eduwisata batik, para wisatawan berkesempatan melukis hingga mewarnai kain batik di Eduwisata batik tulis Barata Desa Labuhan Ratu VII Lampung Timur, Sabtu (10/4) | Foto : Sidik Aryono/Lampung Geh
Selain atraksi wisata, juga terdapat penginapan berupa homestay dengan memanfaatkan rumah-rumah warga setempat. Dengan demikian, diharapkan terwujud pemberdayaan yang memberikan nilai ekonomis kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Homestay Sulangkar milik Sunandar salah satunya. Letaknya tidak jauh dari Rumah Konservasi Unila yang dijadikan titik kumpul kegiatan wisata. Terdapat satu ruang kamar dengan bed berukuran besar dengan kapasitas maksimal dua orang. Fasilitas yang didapatkan,  yakni kipas angin, air mineral, dan peralatan mandi. Untuk menginap di homestay ini dibanderol dengan tarif Rp 150.000 permalam.
Menikmati sarapan pagi di homestay sulangkar milik Sunandar di Desa Wisata Labuhan Ratu VII Lampung Timur, Sabtu (10/4) | Foto : Sidik Aryono/Lampung Geh
Atraksi wisata yang pertama kali dicoba adalah pembuatan batu bata secara tradisional. Dipandu oleh Sunandar, salah satu anggota Pokdarwis Labuhan Ratu VII, meluncur ke tempat pembuatan batu bata milik Supino dan Sukarsih.
Sorang pengunjung mencoba atraksi pembuatan batu bata, di Eduwisata Desa Labuhan Ratu VII Lampung Timur, Sabtu (10/4) | Foto : Sidik Aryono/Lampung Geh
Di sini, wisatawan bisa merasakan langsung mencetak batu bata secara tradisional menggunakan cetakan yang terbuat dari kayu. Mulai dari mengambil adonan tanah liat, dimasukkan ke dalam cetakan, ditata dan ditekan sedemikian rupa sehingga memenuhi ruang cetakan. Setelah cetakan dirasa sudah penuh dengan tanah liat, sisa tanah di atas cetakan dirapikan menggunakan alat khusus. Barulah cetakan diangkat, dan jadilah batu bata hasil cetakan yang siap dijemur. Dan untuk mengeringkan batu bata, membutuhkan waktu kurang lebih tiga hari hingga satu minggu, tergantung cuaca. Kemudian, batu bata siap memasuki tungku pembakaran yang bahan bakarnya menggunakan sekam.
ADVERTISEMENT
Di sela-sela edukasi pembuatan batu bata, Sukarsih membeberkan harga batu bata yang sudah dibakar atau siap digunakan sebagai bahan bangunan. Sedangkan per harinya, Sukarsih dan suaminya bisa menghasilkan 500 batu bata. "Kalau sekarang per seribunya seharga Rp 330.000, termasuk naik. Tapi memang penjualannya cukup susah sejak ada pandemi," ujar Sukarsih.
Untuk menikmati wisata edukasi pembuatan batu bata, pengunjung dikenai biaya sebesar Rp 15.000 per orang, atau untuk paket 10 orang dikenai biaya sebesar Rp 150.000.
Sorang pengunjung mencoba atraksi pembuatan batu bata, di Eduwisata Desa Labuhan Ratu VII Lampung Timur, Sabtu (10/4) | Foto : Sidik Aryono/Lampung Geh
Dari tempat pembuatan batu bata, kunjungan wisata berlanjut ke tempat pembuatan batik tulis milik ketua Pokdarwis yakni Basuki Rahmat. Satu keujikan dari batik tulis Barata adalah mengangkat motif satwa khas TNWK, seperti gajah Sumatera, Badak Sumatera, Tapir, Harimau, dan Beruang madu.
ADVERTISEMENT
"Dengan eduwisata batik tulis ini, untuk memperkenalkan satwa-satwa yang ada di TNWK. Jadi dapat pengalaman pembuatan batik sekaligus mengetahui jenis satwa khas TNWK,"
Para wisatawan sudah disediakan kain berukuran 30x30 centimeter untuk digambar menggunakan lilin malam. Kemudian, wisatawan berkesempatan untuk mewarnai batik buatannya sesuai selera. Batik karya wisatawan ini nantinya juga bisa dibawa pulang sebagai buah tangan. Untuk menikmati pengalaman membatik di sanggar batik tulis Barata pengunjung dikenai biaya sebesar Rp 50.000 perorang, sudah free selembar kain batik ukuran 30x30 centimeter untuk dibawa pulang sebagai cendera mata.
Atraksi wisata selanjutnya yakni jungle tracking menyusuri jalur pengairan sawah, menapaki permatang sawah, dan melihat kegiatan petani di sawah. Di akhir junggle tracking, wisata berakhir di kebun buah dan sayuran. Di sini, wisatawan bisa memetik langsung buah atau sayuran yang memang sedang musim pada saat itu, bisa memetik jagung, gambas, atau terong. (*)
ADVERTISEMENT