news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Redika Cindra Reranta, Melestarikan Budaya Sebagai Jati Diri

Konten Media Partner
6 Maret 2019 11:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rey si pemusik tradisional Lampung yang berasal dari kalangan milenial | foto: Dokumen Pribadi Rey
zoom-in-whitePerbesar
Rey si pemusik tradisional Lampung yang berasal dari kalangan milenial | foto: Dokumen Pribadi Rey
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung - "Budaya itu identitas. Yang membedakan saya dan orang lain, ya budaya. Ketika kita kehilangan budaya, maka kita kehilangan jati diri sendiri. Lalu kita akan hidup sebagai orang lain, bukan sebagai diri sendiri," tutur Redika Cindra Reranta, pada reporter Lampung Geh (5/3) saat ditemui di sela-sela pekerjaannya.
ADVERTISEMENT
Laki-laki yang akrab disapa Rey ini kelahiran Kotabumi 9 Januari 1996 silam. Merupakan keturunan suku Lampung Sungkai, dengan gelar Tihang Raja Penutup. Ia mulai mencintai musik sejak Sekolah Dasar, kala itu ia amat menggemari lagu pop.
Saat melanjutkan pendidikan di SMP 11 Bandar Lampung, Rey sempat membentuk sebuah band bersama teman-temannya dengan job manggung saat perpisahan sekolah. Melanjutkan pendidikan di MAN 2 Bandar Lampung, ia lantas membuat grup marawis sekolah.
Kiprahnya di dunia musik terus berlanjut saat ia menempuh pendidikan di Universitas Teknokrat Indonesia (UTI), dengan membentuk band beraliran musik klasik Lampung, bersama dua orang temannya. Sesekali ia juga manggung solo dengan memainkan gitar gambus atau gitar klasik Lampung.
ADVERTISEMENT
Baginya, mencintai, mendalami dan melestarikan musik tradisional Lampung merupakan bagian dari ketahudirian. Sebagai orang Lampung, ia merasa harus hidup dengan gaya dan pedoman yang diturunkan oleh nenek moyangnya.
Tidak hanya musik dan budaya Lampung saja, laki-laki yang sibuk dengan pekerjaan utamanya sebagai marketing hotel dan kordinator resepsionis salah satu hotel bintang tiga di Bandar Lampung ini mengaku menyukai segala hal yang berbau tradisional, seperti lagu Sinden Jawa.
"Memang yang saya unggah ke sosial media dan kanal Youtube itu lagu-lagu klasik Lampung. Karena saya ingin orang-orang mengenal dan akrab dengan musik dan budaya daerah saya," pungkasnya.
Di luar pekerjaannya itu, Rey juga menjalakan profesinya sebagai pemusik, MC, pembicara, mengajar Bahasa Inggris dan mengaji, melatih marawis, juga sebagai Pemateri Scientific Tauhid.
ADVERTISEMENT
Di tengah segudang kesibukan dan jadwal yang amat padat itu, Rey mengaku menikmati semua kegiatannya, "kalau pekerjaan di hotel itu kan bisa pindah-pindah jadwal, jadi bisa disesuaikan dengan pekerjaan yang rutin seperti mengajar. Sepandai-pandainya saja, bagaimana membagi waktu."
Baginya usia muda adalah fajar dan usia tua adalah senja. Pagi hari bukanlah waktu yang tepat untuk istirahat dan bersantai, tapi untuk memaksimalkan tenaga dengan memperbanyak ilmu, memperbanyak usaha dan menggapai cita-cita tanpa memikirkan istirahat, selagi fisik dan pikiran masih prima.
Kecintaannya pada budaya daerah tidak melulu soal musik, sejalan dengan itu Rey juga merupakan seorang pemantun. Tercatat ia pernah mengikuti festival pantun di Tanjung Pinang dan Pekan Sastra di Bengkulu. Tidak mengherankan jika beberapa lagu-lagu yang band-nya bawakan merupakan ciptaan Rey sendiri.
ADVERTISEMENT
Mencintai musik tradisional tidak lantas membuat seorang kelahiran era milenial menjadi kuno dan ketinggalan jaman, atau bahkan membuatnya anti terhadap budaya asing. Ia bahkan mengambil jurusan kuliah Sastra inggris, dengan konsentrasi belajar Linguistik Inggris.
Baginya, menyukai produk dan budaya asing, harus membawa dampak positif, ia mencontohkan seperti halnya menyukai film barat, ini haruslah dapat membuat penyukanya minimal bisa memgasah kemampuan berbahasa Inggris.
Kesadaran akan pentingnya mampu berbahasa asing dan ketekunannya dalam mempelajari, mengantarkan Rey menjadi perwakilan di Mawapres Sumbagsel 2017 dan Pembicara di Converensi Linguistik tahuhan Atmajaya Jakarta 2017.
Sebagai pemantun, Rey lantas memberikan sebuah pantun kepada Lampung Geh.
"Keris bukan sembarang keris
Gagangnya kayu akasia
ADVERTISEMENT
Walaupun belajar budaya Inggris
Tetap cinta budaya Indonesia."
Ketika ditanya perihal pemusik Lampung yang menjadi panutannya, laki-laki itu mengaku mengagumi Cik Din dan Sudirman, bagi Rey keduanya merupakan maestro Lampung senior yang dari usia muda konsisten melestarikan budaya dan masih eksis hingga masa tua bahkan sampai saat ini. (*)
---
Laporan reporter Lampung Geh Latifah Desti Lustikasari
Editor : M Adita Putra