Tanggapan Psikolog Tentang Kasus Bunuh Diri oleh Mahasiswi Itera

Konten Media Partner
23 Januari 2021 13:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Reni Okta Setiawati, Dosen Program Studi Psikologi Universitas Malahayati, Lampung. | Foto : Bella Sardio/Lampung Geh
zoom-in-whitePerbesar
Reni Okta Setiawati, Dosen Program Studi Psikologi Universitas Malahayati, Lampung. | Foto : Bella Sardio/Lampung Geh
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung - Octa Reni Setiawati, Dosen Program Studi Psikologi Universitas Malahayati menanggapi kasus bunuh diri setelah adanya insiden gantung diri salah seorang mahasiswi Institut Teknologi Sumatera (Itera) semester 7, Jumat (22/1).
ADVERTISEMENT
Setiap manusia akan menghadapi suatu proses yang kemungkinan sama dengan yang lain. Namun, bisa jadi dalam pemaknaan berbeda. Sebagaiman yang disampaikan Octa Reni saat diwawancarai reporter Lampung Geh.
"Jiwa itu unik. Ada suatu proses yang kita alami dan kita punya makna di situ. Bisa positif bisa negatif. Orang lain juga seperti itu. Tapi pemaknaannya jadi bisa berbeda, karena memang jiwa itu unik, kepribadian itu unik," tuturnya.
Pada kasus bunuh diri mahasiswa Itera ataupun kasus lainnya, biasanya kondisi yang membawa keputusan itu adalah depresi. Orang yang sedang depresi merasa bahwa banyak penekanan kepada dirinya.
"Kalau melihat dalam kasus bunuh diri. Bunuh diri itu banyak dilatarbelakangi dengan adanya kondisi depresi. Dimana seseorang mengalami satu situasi tertekan, dan apa penyebabnya harus digali lebih lanjut," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Tekanan-tekanan yang membuat manusia stres bersumber dari banyak hal. Manusia satu dengan yang lainnya pun bisa berbeda sumber stres. Namun, perlu diperhatikan bahwa stres yang dialami adalah bagian perkembangan untuk manusia itu sendiri.
"Banyak sumber-sumber stres dan tekanan yang terjadi pada kita. Sumber sumber stres itu memang berbeda-beda, biasanya sesuai tugas perkembangannya," jelas Dosen Psikolog ini.
"Sumber stres pada mahasiswa bisa jadi terkait skripsi, ataupun penyesuaian Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di masa Pandemi ini," lanjutnya.
Kemudian, Octa Reni juga menjelaskan apa yang biasanya seseorang memutuskan untuk bunuh diri, yaitu di titik dimana seseorang merasa kesulitan. Dia merasa di titik frustasi dan tidak memiliki penyelesaian.
"Tapi keputusan bunuh diri itu tidak serta-merta karena pasti sebelumnya sudah lebih dulu adanya tanda-tanda dalam situasi di mana dia depresi," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Terkadang orang sekitar tidak menghiraukan kelemahan yang ditunjukan orang-orang yang biasanya terlihat kuat.
"Kadang-kadang kita dikaburkan dengan tipe-tipe kepribadiannya yang cenderung dia tangguh dia kuat, 'kayaknya dia nggak mungkin deh' atau malah kamu mengatakan 'kok kamu begitu sih kayak orang nggak beriman aja deh'. Padahal itu dia sedang frustasi banget karena kita memang manusia," terangnya.
"Jadi ketika kita menemukan sosok kepribadian yang kuat dibilang yang kayaknya aku capek deh sebenernya itu saatnya kita memberikan bahu kita," lanjutnya.
Sebagaimana yang dikatakannya, keinginan untuk bunuh diri tidak datang secara tiba-tiba. Ada tanda-tanda yang sebelumnya disampaikan.
"Bisa jadi di ada hal-hal yang ditujukan oleh dia yang kadang-kadang kita orang di sekitarnya enggak aware. Mungkin bisa jadi dia seperti ngomong 'saya tidak sanggup menjalani kehidupan kayaknya berat banget sih', begitu," tutur Octa Reni.
ADVERTISEMENT
Kita memiliki orang-orang sekitar, begitu pun orang sekitar kita. Kita bisa menjadi orang sekitar mereka.
"Kita adalah orang lain bagi mereka. orang lain ini bisa temen bisa keluarga bisa kakak adik bisa siapapun yang ketika kita merasa bahwa kok kayaknya dia sedang merasakan sesuatu nih dan saya tidak bisa menolong maka cepatlah cari bantuan," ujarnya.
Octa Reni menegaskan bahwa social support itu sangat penting. Sehingga apabila orang sekitar menunjukan tanda-tanda sedang tertekan atau stres kita siap untuk membuka diri. Namun, apabila masalah yang dia ceritakan tidak berkompetensi memberikan solusi segeralah beri saran untuk ke ahli.
"Ternyata iya dan merasa kita tidak punya kompetensi misalnya kita merasa tidak mampu untuk membantu dia maka segeralah cari link yang lain, bisa keluarga, bisa ke ahli gitu ya bisanya psikolog atau psikiater," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Ia juga menambahkan bahwa hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya mengurangi keputusan bunuh diri orang-orang sekitar. (*)