Walhi Lampung: Kapal Penambang Pasir di Sekitar GAK Cacat Administrasi

Konten Media Partner
3 September 2019 17:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
 Kapal diduga melakukan penambangan pasir di sekitar GAK | Foto: Ist.
zoom-in-whitePerbesar
Kapal diduga melakukan penambangan pasir di sekitar GAK | Foto: Ist.
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Lampung juga ikut menyoroti terkait viralnya video kapal yang diduga melakukan penambangan pasir di sekitar Gunung Anak Krakatau (GAK).
ADVERTISEMENT
Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri mengatakan bahwa telah menerima informasi tentang adanya adanya aktivitas penambangan pasir namun itu belum terjadi.
"Kalau informasi yang kita dapatkan di sana belum terjadi aktivitas pertambangan. Mereka (pihak kapal) bersikukuh memiliki izin usaha pertambangan di perairan laut Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan, tepatnya di dekat Pulau Sebesi," katanya saat dikonfirmasi Lampung Geh, Selasa (3/9).
Namun yang menjadi sorotan khusus dari Walhi Lampung, bahwa izin usaha penambangan pasir itu memiliki kecacatan dalam penerbitannya.
"Yang menjadi sorotan kita, izin tersebut cacat administrasi dalam penerbitannya. Di UU 1 tahun 2014 mengamanatkan semua daerah wajib memiliki Perda rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZ2P3K)," papar Irfan.
Jadi, sambung dia, Perda RZ2P3K Provinsi Lampung itu baru disahkan di tahun 2018. Antara awal 2014 sampai awal 2018 itu seharusnya ada moratorium pemberian izin.
Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri | Foto: Irfan Tri Musri
"Karena wilayah Lampung belum ada ruang tata lautnya, tapi di tahun 2015 Pemprov Lampung mengeluarkan izin untuk PT LIP yaitu Lautan Indonesia Persada. Itu kita lihat cacat administrasi dalam pemberian izinnya," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Ditanya soal dampak dari penambangan ini, Irfan menuturkan bahwa itu dapat menimbulkan abrasi menggangu ekosistem laut yang ada.
"Secara izin memang dia di luar dari cagar alam laut, tapi kita tidak tahu dalam implementasinya. Apakah benar mengambil pasir di luar cagar alam laut? Atau itu hanya dijadikan modus untuk mencuri pasir hitam yang ada di kepulauan Gunung Anak Krakatau," kata Irfan.
Irfan menjelaskan, modus itu itu pernah dilakukan di tahun 2009 dan 2014, berdalih akan melakukan mitigasi bencana tetapi oknum-oknum tertentu justru mengambil pasir di GAK.
"Itu yang kita dan masyarakat khawatirkan, karena masyarakat Pulau Sebesi sana merasa trauma dengan kejadian tsunami 22 Desember 2018. Dari dulu mereka memang tegas menolak dengan adanya aktivitas penambangan di wilayah tersebut," urai dia.
ADVERTISEMENT
Menurutnya izin tersebut tidak layak dikeluarkan oleh Pemprov Lampung lantaran dapat mengganggu kehidupan masyarakat sekitar.
"Sekarang pun, semua rencana izin pertambangan laut dari titik 0 sampai 12 mil sudah dihapuskan. Jadi di Lampung itu tidak ada lagi izin-izin pertambangan pasir laut atau lainnya, kecuali minyak dan gas bumi. Kalau lewat dari 12 mil itu sudah kewenangan pemerintah pusat," tegasnya.
Dengan ini, Walhi Lampung bersama masyarakat akan menyampaikan hal tersebut kepada Pemprov Lampung dan meminta Gubernur agar dapat mencabut izin usaha pertambangan operasi milik PT LIP.
"Karena gubernur yang mengeluarkan izin juga punya kewenangan untuk melakukan pencabutan izin. Ada beberapa pertimbangan yang kita jadikan senjata tapi tidak kita ekspose dulu," pungkasnya.(*)
ADVERTISEMENT
----
Laporan reporter Lampung Geh Obbie Fernando Editor : M Adita Putra