Dosen di Padang yang Lecehkan Mahasiswinya Terancam 5 Tahun Penjara

Konten Media Partner
21 Februari 2020 23:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pelecehan seksual (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pelecehan seksual (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Seorang dosen Universitas Negeri Padang (UNP) yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswinya resmi ditetapkan sebagai tersangka, atas perbuatannya itu, pelaku dijerat pasal tindak pidana pencabulan dan terancam lima tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Hal itu dibenarkan Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setiano. Menurutnya, gelar perkara sudah dilakukan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumbar. Namun, pihak kepolisian belum menahan tersangka.
“Tersangka dijerat pasal 289 dan pasal 294 KUHP dengan ancaman pidana penjara di atas lima tahun,” ujarnya kepada Langkan.id, Jumat (21/2).
Pasal 289 KUHP berbunyi, “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, dihukum karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan dengan pidana selama-selamanya sembilan tahun.”
Sementara itu, Pasal 294 KUHP terdiri atas 2 ayat. Pertama ayat 1 pasal 294 KUHP berbunyi, “Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang dewasa, anak tiri atau anak pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan orang yang belum dewasa yang dipercayakan kepadanya untuk ditanggung, dididik untuk dijaga, atau dengan bujang atau orang sebawahnya yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.”
ADVERTISEMENT
Dengan hukuman yang serupa, pada ayat 2 pasal 294 KUHP dijelaskan bahwa pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang di bawah perintahnya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan kepadanya untuk dijaga. Atau, pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor atau bujang dalam penjara, rumah tempat melakukan pekerjaan untuk negeri, rumah pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit ingatan atau balai derma, yang melakukan pencabulan dengan orang yang ditempatkan di situ.
Sementara, Plt. Direktur Women’s Crisis Center Nurani Perempuan, Rahmi Merry Yenti menyebutkan, pihaknya telah membawa korban ke psikiater untuk pemulihan trauma.
“Psikiater menyarankan korban untuk tidak kuliah dulu, biarkan dia menjadi nyaman dengan lingkungannya. Kini masih pemulihan psikologis dan psikososial korban,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Merry, korban sejak kejadian tidak pernah masuk kuliah. Karena merasa tidak nyaman, apalagi kasus ini sampai ke ranah hukum. “Semenjak kejadian, (korban) tidak ada ke kampus. Mana tahu dengan penetapan tersangka dan pelaku ditangkap, korban akan merasa lebih nyaman kembali,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, dikatakan Merry, kampus juga telah memberikan keringanan bagi korban. Bahkan, ancaman pemberhentian atau DO terhadap korban sudah dicabut. “Pihak kampus sudah mendukung untuk kuliah kembali. Kita berharap apabila dosen itu tidak ada lagi, tentu akan membuat dia berani kembali ke kampus, (korban) tidak jadi terancam diberhentikan,” katanya.