Tolak Tambang Emas, Masyarakat Adat Simpang Tonang di Sumbar Dianiaya

Konten Media Partner
24 Mei 2018 15:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Langkan.id, Padang- Organisasi Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Barat mengecam tindakan keji yang dilakukan TNI, Polri, dan Satpol PP kepada masyarakat Simpang Tonang, Kecamatan Dua Koto, Kabupaten Pasaman, pada Rabu (23/5) dinihari.
ADVERTISEMENT
Tindakan keji aparat tersebut dikarenakan penolakan masyarakat adat Simpang Tonang menolak berdirinya PT Inexco Jaya Makmur (PT IJM). Masyarakat menolak pembangunan perusahaan itu karena berada di tanah masyarakat adat.
“Kami mendapat informasi dari lapangan bahwa jelang sahur 23 Mei 2018, sekitar 46 orang masyarakat Simpang Tonang di tangkap oleh aparat gabungan dari unsur TNI, Polri, dan Satpol PP Kabupaten Pasaman. Mereka dibawa ke basecamp tambang emas milik PT IJM,” ujar Direktur PBHI Sumbar, Wengki Purwanto, Kamis (24/5).
Akibat tindakan keji tersebut, kata Wengki, sekitar 20 orang warga Simpang Tonang mengalami luka-luka di bagian kepala, lengan, punggung, bahkan ada yang mengalami patah tangan.
“Tindakan ini jelas tidak manusiawi, ini terjadi di hari-hari peringatan 20 tahun reformasi. Kita mengecam tindakan bar-bar aparat ini,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Wengki mengatakan, dugaan penggunaan kekuatan TNI dan Polri dalam melindungi kepentingan investasi PT IJM serta memukul dan menganiaya warga melanggar UU 34 tahun 2004 tentang TNI dan UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“TNI adalah alat pertahanan negara, sedangkan Polri mengayomi dan melindungi masyarakat. Bukan untuk memukul dan menganiaya,” ujarnya.
Wengki meminta pertanggungjawaban Gubernur Sumatera Barat atas kejadian yang menyebabkan puluhan warga Simpang Tonang menjadi korban penggusuran lahan dan kekerasan dari aparat gabungan tersebut.
“Kejadian ini tidak bisa dilepaskan dari persoalan perizinan yang dikeluarkan oleh pihak (pemerintah) provinsi,” kata Wengki.
Direktur Walhi Sumbar, Uslaini, menilai rangkaian peristiwa yang terjadi di Simpang Tonang tersebut karena adanya pihak-pihak yang mencoba untuk memprovokasi masyarakat.
ADVERTISEMENT
“Sehingga dengan alasan keamanan dan melindungi aset investor, negara punya alasan untuk mengunakan kekuatan TNI, Polri, dan Satpol PP,” ujarnya.
Uslaini mengatakan, anggota TNI dan Polri masih digunakan untuk berhadapan dengan masyarakat adat Simpang Tonang yang mencoba mempertahankan hak-hak mereka sebagai warga negara. Upaya TNI dan Polri melindungi investasi perusahaan itu dianggap mengancam HAM dan perusahaan tersebut juga dinilai akan mencemari lingkungan.
“Kenapa militer terlibat aktif dalam melindungi bisnis tambang emas PT IJM ini? Apakah terlibat dalam bisnis ini? Kecurigaan ini muncul, sebab pada tanggal 17 Mei 2018 yang lalu, mobil pikap dengan tulisan 'Patroli Kodim 0305 PSM' yang dikendarai oknum berseragam TNI keluar dari basecamp PT IJM dengan membawa 3 buah drum minyak kosong," ujar Uslaini.
ADVERTISEMENT
"Apakah militer berbisnis BBM sebagai bahan bakar operasional PT IJM?" (Almurfi Syofyan)