Pemda Solok Selatan Diminta Carikan Ekonomi Alternatif untuk Penambang Ilegal

Konten Media Partner
20 April 2020 20:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tambang Emas di Solok Selatan, Sumatera Barat (Foto: Dok. BNPB)
zoom-in-whitePerbesar
Tambang Emas di Solok Selatan, Sumatera Barat (Foto: Dok. BNPB)
ADVERTISEMENT
Peristiwa tertimbun dan tewasnya sembilan warga yang terdiri dari delapan laki-laki dan satu orang perempuan di lubang tambang emas ilegal di Kabupaten Solok Selatan menjadi sorotan berbagai pihak. Bahkan pemerintah setempat didesak untuk mencari ekonomi alternatif bagi warga yang selama ini bergantung hidup dengan tambang.
ADVERTISEMENT
Kepla Departemen Kajian, Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indoensia (Walhi) Sumatera Barat, Yoni Candra menyebutkan, aktivitas tambang ilegal di beberapa daerah di Sumbar selalu menjadi sorotan karena menimbulkan bencana ekologi.
"Kami dari Walhi Sumbar juga telah berulang kali mengingatkan potensi bencana dan kecelakaan kerja terkait adanya tambang ilegal ke pemerintah, baik tingkat provinsi ataupun kabupaten dan kota. Namun, hingga saat ini masih belum mendapatkan perhatian yang serius," ujarnya di Padang, Senin (20/4).
Menurutnya, Dinas ESDM, Polda Sumbar dan juga Polres Solok Selatan tidak lalai mengawasi aktivitas dalam pemanfaatan seumber daya alam. Apalagi, di tengah Pandemi Corona seperti ini.
"Kami mendorong pemerintah, tingkat provinsi ataupun kabupaten dan kota, khususnya Kabupaten Solok Selatan menciptakan ekonomi alternatif yang berkelanjutan bagi masyarakat yang selama ini bekerja dan menggantungkan hidup di tambang ilegal," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, ia juga meminta agar penegak hukum menindak secara tegas adanya cukong dan pemodal terkait tambang ilegal tersebut, agar ke depan bisa terhindar dari bencana ekologi.
Kepada keluarga korban, kami ucapkan turut berduka, katanya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Pecinta Alam (KPA) Winalsa, Abdul Aziz menyebutkan, berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, awalnya penambang yang masuk ke lubang tambang yang roboh itu sebanyak 12 orang.
Mereka melakukan penggalian menggunakan dompeng. Saat itu, lubang tersebut sudah ada yang retak, ditambah dengan adanya penggalian, maka menyebabkan lubang tersebut roboh.
"Tiga dari 12 orang itu selamat dari reruntuhan lobang bekas tambang Belanda itu. Pertambangan emas menggunakan dompeng dan dulang juga tidak bisa sepenuhnya dihentikan, karena masih ada masyarakat yang bergantung hidup di sana," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Lalu, terkait aktivitas tambang dengan menggunakan alat berat, jelas Abdul Aziz, memang sudah berhenti, sejak adanya penindakan oleh pihak kepolisian beberapa bulan yang lalu.
Terkait adanya persitiwa yang menewaskan sembilan warga tersebut, menurut Abdul Aziz, kehadiran pemerintah dalam upaya mencarikan solusi ekonomi sangat dibutuhkan.
Adanya warga yang nekat untuk menambang secara ilegal itu, kata Abdul Aziz, karena memang upaya untuk mencarikan ekonomi alternatif dari pemerintah belum ada hingga saat ini.
“Beberapa kali di dalam diskusi grup terfokus yang diinisiasi Kapolres Solok Selatan, masih saja tokoh masyarakat meminta pelonggaran penegakan hukum. Ironis, karena kebutuhan hidup sehari-hari dijadikan hal pembenaran tambang emas ini. Kalau telah memakan korban, siapa yang akan bertanggung jawab dan harus disalahkan atas insiden ini," katanya.
ADVERTISEMENT