Perjalanan 12 Tahun Iwan Muliyadi Korban Salah Tembak Menanti Keadilan

Konten Media Partner
6 November 2018 19:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Iwan Muliyadi, korban penembakan polisi (Foto: Langkan)
Langkan.id, Padang- Korban salah tembak Polsek Kinali Pasaman Barat pada 2006 lalu, Iwan Muliyadi (28), akhirnya menerima ganti rugi sebesar Rp 300 juta dari Polda Sumatera Barat. Berikut ini perjalanan panjang Iwan mencari keadilan.
ADVERTISEMENT
20 Januari 2006
Iwan Muliyadi, yang saat itu berusia 16 tahun, ditembak anggota Polsek Kinali, Pasaman Barat, bernama Briptu Novrizal. Peluru dari jenis Revolver Colt 38 merek Taurus itu mengenai rusuk sebelah kiri dan menembus ke bawah ketiak kanan Iwan.
Akibat tembakan itu, Iwan menderita lumpuh total dari pinggang hingga kedua kakinya. Iwan ditembak karena dituduh melempar rumah tetangganya.
24 November 2006
Iwan menggugat pemerintah, Kepala Polri, Kepala Polda Sumbar, Kepala Polres Pasaman Barat, Kepala Polsek Kinali (selanjutnya kelima pihak disebut pihak tergugat I), dan Briptu Novrizal (tergugat II). Mereka dinilai telah melanggar hak konstitusional Iwan yang dilindungi dan dijamin undang-undang.
Perbuatan para tergugat telah menyebabkan kerugian materi dan imaterial terhadap Iwan, yaitu kelumpuhan permanen, kerusakan mental dan fisik, kehilangan pekerjaan, kehilangan pendidikan, mengalami penderitaan, traumatis, dan kehilangan masa depan.
ADVERTISEMENT
Majelis hakim memvonis Briptu Novrizal dengan hukuman penjara 1 tahun 6 bulan melalui putusan Nomor 160/Pid B/2006/PN. Briptu Novrizal dinilai terbukti melakukan perbuatan melawan hukum.
18 Juni 2008
Hakim pemeriksa perkara a quo, berdasarkan putusan nomor 04/Pdt.G/2007/PN.PSB, memutuskan perbuatan tergugat atas nama Novrizal terhadap Iwan adalah perbuatan melawan hukum. Sehingga pihak tergugat I dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp 300 juta kepada Iwan Muliyadi.
26 Juni 2008
Tergugat I mengajukan banding atas putusan tersebut ke Pengadilan Tinggi Padang.
18 Januari 2010
Putusan Pengadilan Tinggi Padang Nomor 56/PDT/2009/PT.PDG justru menguatkan putusan Pengadilan Negeri Pasaman Barat.
7 April 2010
Tergugat I (pemohon kasasi) mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
ADVERTISEMENT
19 Mei 2011
Mahkamah Agung melalui putusan nomor 2710 K/PDT/2010 menyatakan menolak kasasi dari pemohon.
Mei 2011
Putusan pengadilan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (BHT). Sehingga sesuai hukum acara perdata, pihak kepolisian mesti melaksanakan putusan tersebut secara sukarela dengan membayar ganti rugi imaterial Rp 300 juta kepada Iwan Muliyadi.
17 Januari 2013
Polisi tidak melaksanakan putusan secara sukarela, sehingga diajukan permohonan eksekusi putusan ke Pengadilan Negeri Pasaman Barat. Ketua Pengadilan Negeri Pasaman Barat melakukan aanmaning (teguran) kepada termohon eksekusi (Polisi) untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah BHT.
Polisi masih belum melaksanakan putusan tersebut.
15 Agustus 2013
Ketua Pengadilan Negeri Pasaman Barat melakukan teguran ke-2 kepada termohon eksekusi, tapi masih belum dilaksanakan.
ADVERTISEMENT
7 Januari 2014
Pengadilan Negeri Pasaman Barat melakukan teguran ke-3. Namun, polisi masih belum membayar ganti rugi kepada Iwan sebagaimana putusan pengadilan.
16 April 2015
Polisi mengajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) atas Putusan Pengadilan yang telah BHT tersebut.
23 Oktber 2015
PK polisi ditolak berdasarkan putusan nomor 375 PK/PDT/2015, sehingga polisi tidak memiliki alasan lagi untuk tidak melaksanakan putusan pengadilan.
20 April 2017
Permohonan eksekusi putusan pengadilan kembali diajukan karena polisi masih belum membayar ganti rugi kepada Iwan.
Juni 2017
Ketua Pengadilan Negeri Pasaman Barat melakukan teguran ke-4 kepada termohon eksekusi (polisi) untuk segera membayar ganti rugi imateriel kepada Iwan, namun polisi belum juga menaati putusan pengadilan tersebut.
ADVERTISEMENT
Polisi berpendapat pembayaran ganti rugi imaterial Rp 300 juta kepada Iwan dilakukan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 80/PMK.01/2015 tentang Pelaksanaan Putusan Hukum. Iwan justru diminta mengajukan ganti rugi kepada Kemenkeu.
Kemenkeu menyatakan pembayaran ganti rugi imaterial tidak bisa menggunakan mekanisme Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.01/2015 tentang Pelaksanaan Putusan Hukum.
5 November 2018
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Sumbar diundang Kepala Bidang Hukum (Kabidkum) Polda Sumbar untuk membicarakan pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah BHT itu di Ruang Advokat Polda Sumbar.
Kabidkum Polda Sumbar menyebut pembayaran ganti rugi itu masuk kepada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Polda Sumbar tahun 2018 dan sedang menunggu persetujuan Asisten Perencanaan Mabes Polri. Jika disetujui, maka pembayaran dilakukan pada Desember 2018.
ADVERTISEMENT
6 November 2018
Kepala Polda Sumbar bertemu Iwan Muliyadi dan kuasa hukumnya. Setelah mendengar penjelasan Kabidkum Polda Sumbar dan kuasa hukum Iwan Muliyadi, Kepala Polda Sumbar menyatakan ganti rugi imaterial Rp 300 juta harus dibayarkan saat itu juga.
Meski masih ada proses administrasi, keputusan itu tetap dijalankan dan menjadi tanggung jawab Kepala Polda Sumbar. Dia tidak ingin persoalan ini memakan waktu lebih lama lagi, sehingga tak jadi masalah meski proses administrasi masih berjalan.
"Kita bayarkan langsung hari ini menggunakan dana lain dulu. Secara admintrasi tetap kita ikuti ketentuan peraturan perundang-undangan," kata kuasa hukum Iwan Muliyadi, Wengki Purwanto, menirukan ucapan Kepala Polda pada pertemuan tersebut.
Kepala Polda Sumbar menyampaikan permohonan maaf atas lambatnya pemenuhan putusan pengadilan. Dia juga memberi uang santunan atas nama pribadi kepada Iwan dengan harapan uang tersebut dapat bermanfaat.
ADVERTISEMENT
Kepala Polres Pasaman dan Kepala Polsek Kinali diperintahkan untuk terus memperhatikan kondisi Iwan. Kepala Polda Sumbar menyatakan bahwa Iwan dapat langsung menghubunginya jika ada sesuatu yang perlu disampaikan.
Kuasa hukum Iwan, Wengky Purwanto, mengapresiasi keputusan Kepala Polda Sumbar. Wengky menyatakan, kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum adalah hak asasi manusia.
Tidak melaksanakan putusan pengadilan, kata Wengky, hanya akan memperpanjang pelanggaran HAM terhadap Iwan Muliyadi. (Irwanda)