Penemuan Patung di Pasaman, BPCB: Itu Makara

Konten Media Partner
4 Oktober 2019 19:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Makara yang ditemukan masyarakat di Sungai Batang Sibinail, Pasaman (Foto: Ist)
zoom-in-whitePerbesar
Makara yang ditemukan masyarakat di Sungai Batang Sibinail, Pasaman (Foto: Ist)
ADVERTISEMENT
Langkan.id, Pasaman – Patung yang ditemukan masyarakat di Sungai Batang Sibinail, Jorong III Padang Nunang, Kebupaten Pasaman beberapa waktu lalu merupakan Makara (makhluk dalam Mitologi Hindu) yang diperkirakan berasal dari abad ke-13 sampai 14 masehi.
ADVERTISEMENT
Patung itu disebut Makara berdasarkan hasil penelitian Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat. “Hal ini didukung oleh data Prasasti Lubuk Layang (Kubu Sutan) yang ditemukan tahun 1970-an,” ujar Nurmatias, Kepala BPCB Sumbar, melalui keterangan tertulis yang diterima Langkan.id, Jumat (4/10).
Hasil penelitian yang dilakukan, kata Nurmatias, isi dari prasasti (Kubu Sutan) tersebut adalah penyebutan Bijayawarmma, seorang Yauwasuta Jayendrawarmma, Moksam, Yauwaraja Bijayendrasekhara, pitamahadara dan Śrī Indrakilaparwatapuri.
Prasasti ini dibuat untuk memperingati pembinaan kuil pemujaan nenek moyang dari raja yang memerintah, yaitu Bijayawarmma.
Terdapat seorang yuwaraja (Raja muda) yang bernama Jayendrawarnan. Beliau di gambarkan memiliki sifat selayaknya dewa/buddha.
Menelisik pada temuan sebelumnya, temuan Arca Dwarapala dan Makara menunjukkan adanya keterkaitan. Karena pada umumnya, Arca Dwarapala dan Makara ditempatkan pada bagian depan candi, tepatnya di sisi kanan dan kiri bangunan candi.
ADVERTISEMENT
“Bangunan candi yang terdapat khususnya di Rao diperkirakan berlatar agama Buddha aliran Tantrayana. Aliran ini adalah salah satu sekte dalam agama Buddha yang berkembang di Sumatera, khususnya pada masa Adityawarman,” jelasnya.
Sementara, Arca Dwarapala ditempatkan di depan bangunan candi sebagai area penjaga. “Ini ditunjukkan dengan ciri-ciri peralatan yang dipegang oleh tangan kanannya yaitu sebuah Gada. Adapun laksana di tangan kirinya tidak diketahui karena sudah hancur,” ucap Nurmatias.
Selain itu, menurut Nurmatias, biasanya pada bahu candi, juga akan terdapat Upawita (Tali Kasta), berupa seekor ular.
“Laksana yang dipakai merupakan sesuatu yang menyeramkan mengingat fungsi area tersebut sebagai area penjaga, agar bangunan suci terhindar dari unsur-unsur yang tidak dikehendaki,” ungkapnya.
Dan, di bagian atas makaran, siasanya berasosiasi dengan Kala yang diletakkan pada bagian atas pinti masuk bangunan candi. “Kala-Makara merupakan simbolis dari persatuan penguasa gunung (Kala) dan laut (Makara),” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Deijelaskan Nurmatias, menelisik lebih jauh bahwa penggambaran figur manusia untuk mulut Makara banyak ditemukan pada Makara-makara candi masa Sriwijaya. Tetapi, jenisnya berbeda-beda, ada yang berbentuk Figur Prajurit (Padang Lawas, Padang Nunang), Figur Penjaga (Candi Solok Sipin) dan Figur Resi (Makara Candi di Bumiayu).
Temuan Figur Prajurit dengan membawa senjata dan perisai ini juga ditemukan di Makara-makara di Percandian Padang Lawas, Figur Penjaga yang memegang Gada ditemukan di Candi Solok Sipin.
Dari data awal itu, masih perlu dilakukan pelindungan oleh BPCB Sumbar. Penyelamatan cagar budaya, menurutnya perlu untuk mencegah kerusakan karena faktor manusia atau alam. “Juga mencegah pemindahan dan beralihanya kepemilikan atau penguasa Cagar Budaya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” tuturnya. (Zulfikar)
ADVERTISEMENT