Ritno Kurniawan, Pelestari Air Terjun Nyarai

Konten Media Partner
28 Mei 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ritno Kurniawan | Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Ritno Kurniawan | Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
'Kenapa tidak tes CPNS atau menjadi pegawai perkantoran saja? Kuliah kan sudah jauh-jauh'. Begitulah pertanyaan yang keluar dari mulut kedua orang tua Ritno Kurniawan kala mengetahui anaknya telah lulus sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Namun, Ritno memutuskan tetap pulang dari rantau ke kampung halamannya di Nagari (Desa) Salibutan, Kecamatan Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Ritno mengenang kejadian tujuh tahun silam atau tepatnya 2012 seusai lulus kuliah dan mengantongi gelar sarjana.
Padahal, dia saat itu tidak mengetahui apa yang akan dikerjakan sepulang dari rantau. Niatnya yang tulus hanya satu, ingin memajukan kampung halamannya. Akan tetapi sampai di kampung halaman, hati Ritno malah teriris dan risau tak karuan setelah menjelajahi hutan nan lebat yang bernama hutan Gamaran, Cagar Alam Nasional Bukit Barisan I.
"Hobi saya memang suka ke hutan, berpetualang, dan senang kegiatan fotografi," kata Ritno kepada langkan.id saat ditemui di kediamannya, Jumat(17/5).
Hutan Gamaran dengan luas sekitar 5.000 hektare itu ternyata telah dirusak untuk lahan mata pencarian masyarakat setempat dengan menebang kayusecara leluasa. Lantas, Ritno mencari tahu apa yang ada di hutan Gamaran selain pembalakan kayu. Pria yang kini telah berusia 32 tahun itu akhirnya mendapat informasi dari masyarakat bahwa di balik aktivitas pembalakan kayu, hutan Gamaran memiliki kawasan air terjun nan indah. Adalah bernama Air Terjun Nyarai.
Air terjun Nyarai. | Foto: Ritno Kurniawan
"Saya masuk ke hutan setelah melalui perjalanan hampir tiga jam, kemudian bertemu dengan Air Terjun Nyarai. Saya kaget, kenapa tempat sebagus ini tidak dikembangkan masyarakat, padahal potensi cukup besar," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Ritno membandingkan ketika ia masih berada di Yogyakarta, terdapat tempat objek wisata sebetulnya biasa saja dan tidak spesifik hanya bisa dikemas oleh masyarakat dengan sedemikian rupa dan maksimal. Akhirnya lokasi itu banyak dikunjungi wisatawan. Ia berpikir apa yang sebenarnya terjadi, sehingga Air Terjun Nyarai tidak dikelola masyarakat sedemikian rupa untuk dijadikan objek wisata.
"Oh ternyata disimpulkan ini pasti ada yang kurang, ternyata yang kurang itu ESDM di tempat itu [kawasan nyarai]," katanya. "Selama ini Air Terjun Nyarai ternyata tertutup dengan aktivitas penambangan kayu di hutan Gamaran oleh masyarakat,” lanjutnya. Ritno berkeinginan agar kawasan Air Terjun Nyarai dapat dikelola sebagai objek wisata unggulan. Namun upayanya itu ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pola pikir Ritno rupanya bertentangan dengan masyarakat, sehingga muncul penolakan dari masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
Sekitar 80 persen dari mata pencarian masyarakat di kawasan Air Terjun Nyarai memang menjadi penebang kayu. Hutan Gamaran adalah menjadi salah satu lumbung kayu untuk Sumatera Barat. Pandangan masyarakat kala itu langkah yang dilakukan Ritno akan membunuh mata pencarian mereka.
"Jadi masyarakat menolak pada saat itu dan saya juga tidak ingin jauh lebih masuk ke dalam, karena takut terjadi gesekan dengan masyarakat," ujarnya.

Kegigihan Mengubah Pola Pikir Masyarakat

Ritno tidak menyerah dan putus asa begitu saja, meski idenya mendapat penolakan. Pendekatan demi pendekatan ia lakukan, agar apa yang diinginkannya terwujud. Melalui orang tertua yang berpengaruh di kawasan itu, Ritno mencoba menjelaskan akan gagasannya. Hanya satu, agar Air Terjun Nyarai dapat dikelola sebagai objek wisata.
ADVERTISEMENT
Ia meyakini bahwa apabila Air Terjun Nyarai dapat dikembangkan akan ada manfaat yang sangat berdampak terhadap masyarakat setempat. Kepada orang tertua, Ritno juga menyampaikan bahwa upaya ini akan dapat meninggalkan aktivitas masyarakat dalam pemalakan kayu yang tentunya merusak hutan.
"Tokoh masyarakat yang berpengaruh itu adalah datuak dan ninik mamak di Gamaran. Saya coba datangi satu persatu dan saya utarakan kemauan dan niat saya ini untuk mengembangkan lokasi nyarai sebagai tempat wisata," ucapnya.
Ritno Kurniawan | Dok. Pribadi
Niat tulus Ritno membuahkan hasil, meski membutuhkan waktu yang panjang hampir enam bulan. Satu sampai tiga orang saat itu setuju dan menerima idedari gagasannya. Melalui rapat bersama masyarakat itulah, Ritno mulai mengutarakan ide-idenya di hadapan masyarakat dengan didukung oleh orang tertua.
ADVERTISEMENT
"Masyarakat yang awalnya bergerak di bidang penebangan kayu dapat kita latih sebagai pemandu wisata. Kita latih secara maksimal," ujar Ritno.
Perjuangan Ritno nan panjang, tepat pada bulan April 2013 objek wisata Air Terjun Nyarai akhirnya dibuka. Ritno berupaya melengkapi segala SDM yang kurang. Masyarakat pun mulai penasaran. Meski belum begitu memahami tata cara dalam pengelolaan objek wisata, masyarakat antusias mencari tahu dengan mengikuti setiap kegiatan.
"Setelah enam bulan dan sampai satu tahun itu saya langsung memandubersama tim, karena masyarakat belum bisa memandu wisatawan karena bahasa mereka yang masih kental dengan bahasa lokal," kata Ritno.
"(Tapi) saat kami memandu tamu yang ingin ke Air Terjun Nyarai masyarakat ini ikut dengan rombongan untuk mencari tahu bagaimana caranya," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Awal pertama dibuka, para wisatawan yang ingin ke objek wisata Air Terjun Nyarai diberlakukan secara gratis. Namun syaratnya, pengunjung dapat mempromosikannya di media sosial maupun dari mulut ke mulut akan keindahan Air Terjun Nyarai.
Air Terjun Nyarai setinggi 8 meter ini dikelilingi oleh pepohonan yang rindang dan bebatuan yang sangat besar. Jika diperhatikan, air yang turun seperti dibendung oleh dua batu besar sebelum akhirnya masuk ke dalam kolam dengan air jernih berwarna hijau. Sangat indah dipandang mata.

Pembalakan Mulai Berkurang

Pada 2014 menjadi tahun booming-nya objek wisata Air Terjun Nyarai di kalangan masyarakat di Sumatera Barat. Keinginan masyarakat setempat untuk bergabung pun dalam mengembangkan Air Terjun Nyarai mulai terlihat. Banyak dari mereka yang memilih meninggalkan aktivitas pembalakan kayu untuk menjadi pemandu wisata.
ADVERTISEMENT
Berawal dari lima orang, hingga kini sudah terdapat 175 pemandu wisatawan. Mereka berasal dari para mantan penebang kayu di hutan Gamaran. Di era booming-nya, objek wisata air terjun nyarai dapat dikunjungi 1.000 hingga 2.000 wisatawan setiap minggunya. Bak seperti 'bayi' yang baru lahir, Ritno dan timnya dituntut untuk berlari kencang.
Kini perubahan pun terasa, masyarakat yang dahulunya sebagai penebang kayu telah merasakan perubahan ekonomi mereka dari menjadi pemandu wisata. Status inpres desa tertinggal di kawasan Air Terjun Nyarai pun juga dicabut.
"Jadi mulai banyak gabung (masyarakat) barulah kita buat pelatihan-pelatihan secara mandiri kepada mereka para mantan penebang kayu. Kita edukasi sendiri. Kemudian kita ajak pihak pemerintah setempat untuk menanyakan bagaimana mengelola lebih baik lagi," kata Ritno.
ADVERTISEMENT
Melalui Dinas Pariwisata dan Olahraga, Ritno disarankan untuk membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Bernama LA Adventure, Pokdarwis Ritno ini pun mendapat juara lomba versi Kementerian Pariwisata pada 2014 karena membawa perubahan besar.
Tidak hanya penghargaan tingkat nasional itu saja, Pokdarwis Ritno juga menjadi juara 1 Asosiasi outdoor Eropa (EOCA) 2016.
Secara izin formal, Ritno juga sedang membentuk HPAN, artinya menurunkan dari hutan lindung ke hutan nagari yang ada di Air Terjun Nyarai. Izinnya ini juga masih bergulir dan pengurusan sudah dibentuk.
Secara materil, Dinas Pariwisata dan Olahraga selama ini juga sudah menyumbangkan APBD ke tim Ritno untuk lebih mengembangkan Air Terjun Nyarai. Hampir sekitar Rp 2 miliar dana dikucurkan seperti untuk pembelian peralatan pemandu wisata. Serta pembuatan lahan parkir, ruang pertemuan, cottage penginapan dua ruangan, musala dan posko.
ADVERTISEMENT
"Betul-betul tidak menyangka, dari kita yang awalnya tidak ada modal, sampai akhirnya dilirik pemerintah setempat," ungkap Ritno.
Ritno juga tidak menyangka kegiatannya di dalam hutan ternyata juga dilirik dan dihargai hingga akhirnya mendapat apresiasi SATU Indonesia Awards kategori lingkungan pada tahun 2017. Program tersebut diinisiasi Astra untuk menjaring anak-anak muda Indonesia yang memiliki kegiatan bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya di seluruh Nusantara.
Semenjak Ritno menjadi penerima SATU Indonesia Awards 2017, programnya semakin diterima oleh masyarakat. Bahkan pemerintah setempat memberikan bantuan untuk program tersebut. Tak ayal, ia pun akhirnya menjadi inspirasi bagi pemuda-pemudi di sekitarnya.
"Kalau dilihat dari award dahulunya pemenangnya luar biasa, kita tidak yakin dapat menyaingi. Tapi kita termotivasi untuk terus berbenah. Dan secara penghargaan lingkungan dan alhamdulillah sesuai dengan bidang yang dilakukan karena kita memang potensi wisata adalah aspek lingkungan itu dasarnya," katanya. (Irwanda)
ADVERTISEMENT