Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
David Hidayat namanya. Kepedulian pemuda satu ini terhadap lingkungan menjadikan landasannya untuk ambil bagian dalam melestarikan lingkungan, khususnya di kawasan kampung halamannya.
ADVERTISEMENT
Pria 32 tahun ini adalah pemuda di Nagari (Desa) Sungai Pinang, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Apabila dari Kota Padang dengan mengendarai sepeda motor, hanya memakan waktu satu jam untuk sampai di desanya.
Jika telah menginjakkan kaki di kampung halaman David, mata akan melihat begitu luas hamparan laut nan indah. Kapal-kapal nelayan berjejer rapi, para nelayan sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing. Anak-anak bermain girang.
Namun menoleh ke samping kediaman David, terdapat satu bangunan bertingkat yang mencolok berukuran 11x7 meter. Bangunan itu adalah sebuah basecamp yang ia namakan Rumah Belajar Andespin (Anak Desa Sungai Pinang).
Berawal dari sinilah anak kedua dari enam bersaudara pasangan Aswad dan Nurhayati itu, dipanggil dengan sebutan David Andespin. Rumah Belajar Andespin yang didirikannya, menjadi wadah bagi para anak nelayan di kampungnya untuk belajar mengenal alam.
ADVERTISEMENT
Salah satunya, tentang kepedulian terhadap lingkungan keindahan alam laut. Begitu yang didapat para anak nelayan di sana, mulai yang masih duduk di taman kanak-kanak hingga bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Mereka begitu antuasias bisa terlibat dalam hal seperti budidaya terumbu karang serta rumput laut. Hampir setiap bulan kegiatan ini dilakukan David bersama para anak desa.
Mereka mulai sejak mengikuti transplantasi karang hingga ke tahap peletakan di dasar laut di kedalaman empat meter dengan menyelam. Sama halnya dengan kegiatan lain berupa penanaman pohon hingga manggrove yang sebagai upaya pelestarian keindahan laut.
David mengungkapkan dirinya memang sengaja mendidik anak-anak di desanya untuk peduli terhadap lingkungan. Hal ini diniatkan usai meraih gelar sarjana di Universitas Bung Hatta di Kota Padang dan memutuskan untuk pulang demi berbuat di kampung halaman.
ADVERTISEMENT
"Sewaktu jadi mahasiswa, saya aktif dalam kegiatan selam di Universitas Bung Hatta. Setelah wisuda saya putuskan pulang kampung dan mendirikan komunitas selam. Namun tentu kegiatan selam ini masih banyak waktu luang yang tersisa," kata David kepada langkan.id, (5/5).
Agar waktu tersisa tak terbuang sia-sia, di sinilah ia memulai memberikan kegiatan pembelajaran kepedulian tentang lingkungan terhadap anak desa. David juga membuat taman baca yang berada di dalam Rumah Belajar Andespin.
Dirinya yang memiliki jaringan para mahasiswa, memulai untuk bekerja sama dalam menyediakan buku-buku agar bisa dibaca para anak desa. Layaknya seperti perpustakaan mini, berbagai macam buku anak-anak dan lainnya tersedia untuk dapat dimanfaatkan bagi mereka baca.
"Jadi dimanfaatkan taman baca bagi anak-anak di sini. Selain pengenalan lingkungan yang didapatnya, tentu mereka juga bisa mengisi waktu dengan membaca buku," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi dimanfaatkan taman baca bagi anak-anak di sini. Selain pengenalan lingkungan yang didapatnya, tentu mereka juga bisa mengisi waktu dengan membaca buku," ujarnya.
Memang David tak ingin hanya fokus soal melestarikan lingkungan, ia serta adik-adik mahasiswanya tak jarang memberikan pembelajaran tentang seni, budaya dan soal agama kepada anak desa.
Begitupun soal olahraga laut, seperti surfing yang menjadi salah satu favorit bagi mereka. Bahkan anak-anak juga mendapat edukasi dalam langkah upaya pertolongan pertama bagi korban tenggelam.
David menyebutkan untuk saat ini sedikitnya terdapat 46 anak yang aktif ikut dalam program Rumah Belajar Andespin. Jadwal pembelajaran yang diterapkan tidak menentu. Paling sering dilaksanakan sepulang sekolah.
Dalam program ini, semua yang dilakukan David tak sepeserpun dipungutnya terkait pembiayaan bagi anak-anak ini. Ia hanya mencoba memberikan ilmu bagi para generasi mudanya di kampung halaman tercinta.
ADVERTISEMENT
"Kegiatan paling penuh itu setiap Sabtu dan Minggu karena mereka libur. Setiap malam Minggu anak-anak juga kadang tidur di basecamp. Malamnya kami juga kadang pemutaran film anak-anak. Kami di sini pokoknya semua edukasi buat mereka," ungkapnya.
Tak mudah memang bagi David mewujudkan Rumah Belajar Andespin. Baginya begitu banyak rintangan dan kendala dilalui. Seperti halnya dalam memfasilitasi kebutuhan segalanya dalam proses belajar.
Namun semuanya, ia usahakan sedemikian agar para anak desa dapat tumbuh menjadi orang berguna. Saat ini diakuinya beberapa bangku di Rumah Belajar Andespin masih kurang, akan tetapi itu tak menjadi penghalang.
David terus berusaha mencari sampingan pembiayaan untuk memenuhi segalanya. Salah satunya, dirinya yang aktif menjadi pemandu selam bagi para mahasiswa ataupun wisatawan untuk edukasi melestarikan lingkungan.
ADVERTISEMENT
"Nah jadi buku-buku buat anak ini paling banyak mahasiswa yang kasih. Kemudian kebetulan tamu wisata kadang membawa buku, setidaknya terbantu untuk memenuhi perpustakaan Rumah Belajar Andespin. Selain itu papan surfing kadang dikasih wisatawan untuk anak-anak ini," kata dia.
Dalam situasi pandemi corona saat ini, David tetap mematuhi aturan pemerintah dengan tidak melaksanakan kegiatan berkumpul. Namun anak-anak ini tetap datang ke Rumah Belajar Andespin sekedar hanya untuk membaca buku, kadang mereka juga membawa untuk dibaca di rumah.
Adanya Rumah Belajar Andespin ini setidaknya dalam kondisi pandemi yang mengharuskan anak belajar di rumah menjadi suatu ruang bagi mereka di desa untuk tetap berniat ingin belajar.
"Anak-anak di sini saya selalu berpesan dan berharap, selaku generasi muda di desa hendaknya peduli kepada kampung mereka. Saya berharap juga anak-anak ini tidak bermental budak, mereka bisa mandiri dengan skill kemampuannya masing-masing. Sederhana begitu saja," ucapnya.
ADVERTISEMENT