Soal Omnibus Law, PAgA Unand Sebut akan Perparah Kerusakan Lingkungan

Konten Media Partner
5 Maret 2020 21:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
PAgA Fakultas Hukum Unand bahas RUU Omnibus Law (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
PAgA Fakultas Hukum Unand bahas RUU Omnibus Law (Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT
Penolakan terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja terus disuarakan. Kali ini, Pusat Kajian Hukum Agraria dan Adat (PAgA) Fakultas Hukum, Universitas Andalas (Unand) turut menyoalkan, fokus terhadap aspek lingkungan.
ADVERTISEMENT
Direktur PAgA Fakultas Hukum Unand, Kurnia Warman menilai RUU Omnibus Law cenderung mengabaikan serta menganggap remeh masalah izin lingkungan. Jika RUU yang kemudian dijadikan undang-undang itu dipakai, sangat berisiko akan kerusakan dan pencemaran lingkungan.
“Karena kelihatan RUU itu seperti mengaggap UU lingkungan hidup sebagai penghambat investasi,” ujarnya di Padang, Kamis (5/3).
Menurutnya, jika undang-undang itu diterapkan dengan merevisi undang-undang lingkungan hidup yang berlaku saat ini, diperkirakan laju penurunan kualitas lingkungan semakin tinggi. Begitupun kebakaran hutan akan semakin rawan.
“Ancaman bagi lingkungan semakin tinggi jika RUU Omnibus Law yang diterapkan. Tapi ini masih lama. Kesimpulan bahwa RUU Omnibus Law menganggap bahwa lapangan kerja hanya bisa diciptakan oleh investasi-investasi fisik yang bersifat modal,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, PAgA Fakultas Hukum Unand merekomendasikan, khusus dari aspek lingkungan, seharusnya mengembalikan ketentuan perizinan lingkungan pada UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jangan menganggap remeh izin lingkungan dalam pelaksanaan usaha yang ada investasinya.
“Kerusakan lingkungan, kerugiannya lebih besar dibandingkan dengan investasi sesaat itu,” tegasnya.
Kurnia meminta, agar anggota DPR RI yang tengah membahas persoalan ini, harus berhati-hati. Terkhusus dalam membaca pasal-pasal terkait dengan persyaratan lingkungan dalam pelaksanaan usaha.
“Jadi kerusakan-kerusakan itu sudah semua sektor. Kalau kerusakan diabaikan dalam pelaksanaan usaha demi investasi, itu justru kerugian jangka panjang jauh lebih besar dengan hanya mendatangkan investasi sesaat secara instan,” ucapnya.
Ia menyarankan, seharusnya anggota dewan khusus di aspek lingkungan harus ada semacam dengar pendapat dengan para ahli lingkungan. Karena banyak aspek keilmuan yang disinggung dalam RUU tersebut.
ADVERTISEMENT
“Agar paham, karena banyak aspek keilmuan yang disinggung dalam RUU itu. Tidak mungkin orang ahli semua bidang, khusus bidang lingkungan ini,” ungkapnya.
Lalu, juga disarankan agar anggota DPR membahas itu untuk membuka ruang konsultasi publik dalam pembahasan dalam bentuk dengar pendapat atau hal serupa dengan para ahli hukum lingkungan.
“Ini upaya agar tidak ada penyeselan di kemudian hari,” katanya.