Warga Mentawai Demo Tolak Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus

Konten Media Partner
11 Mei 2018 9:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Langkan.id, Padang --- Puluhan masyarakat Mentawai yang tergabung dalam Badan Musyawarah Masyarakat Mentawai berunjuk rasa di halaman Kantor Gubernur Sumatera Barat, Jumat 11 Mei 2018.
ADVERTISEMENT
Mereka menuntut pemerintah menghentikan proses Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yang ada di sejumlah kawasan di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Ada 5 poin yang disampaikan masyarakat Mentawai terkait KEK, yang dinilai merugikan masyarakat setempat.
Pertama, rencana KEK di Desa Pasakiat Teileleu Kecamatan Siberut Barat Daya dinilai telah mencederai rasa keadilan dan adat Mentawai.
Kedua, rencana KEK di Desa Pasakiat Teileleu Kecamatan Siberut Barat Daya telah mengabaikan perlindungan hukum bagi rakyat, selaku pemilik hak atas tanah suku sebagaimana yang tertuang dalam aturan yang telah ada.
Ketiga, rencana KEK di Desa Pasakiat Teileleu Kecamatan Siberut Barat Daya tanpa ganti rugi atas hilangnya hak atas kepemilikan tanah suku mereka, hal itu merupakan melanggar HAM.
Keempat, apabila ditinjau dari aspek sosial, rencana KEK dikhawatirkan akan menimbulkan konflik sosial. Di antaranya konflik antar warga atau suku, konflik antar pemilik tanaman dengan pemilik tanah suku yang sesuai dengan kebijakan hukum adat Mentawai.
ADVERTISEMENT
Kelima, dalam kajian aspek hukum pidana, rencana KEK di Desa Pasakiat Taileleu Kecamatan Siberut Barat Daya diduga kuat bermuatan kepentingan yakni kolusi korupsi dan nepotisme.
Ketua Badan Musyawarah Masyarakat Mentawai Cornelius Sabailatty mengatakan, pada dasarnya masyarakat di Mentawai tidak menolak adanya investasi masuk ke Mentawai.
Namun melihat dari HPH (Hak Pengelola Hutan), masyarakat Mentawai merasa trauma karena tidak ada kontribusi terhadap masyarakat Mentawai
“Karena itu melihat dari cara pemerintah untuk mengelolah Mentawai terkait KEK tersebut, masyarakat menyatakan menolak adanya KEK di Mentawai​,” ujarnya. (M. Hendra)