Diskriminasi Kaum Minoritas di Indonesia: Tantangan Menuju Kesetaraan

Larasati Primaputri
Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Konten dari Pengguna
20 Maret 2024 10:58 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Larasati Primaputri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sebagai negara hukum yang memiliki keberagaman etnis dan agama, Indonesia wajib memastikan perlindungan hak setiap warga negara. Foto: Pexels/fauxels
zoom-in-whitePerbesar
Sebagai negara hukum yang memiliki keberagaman etnis dan agama, Indonesia wajib memastikan perlindungan hak setiap warga negara. Foto: Pexels/fauxels
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagai sebuah negara yang berdasarkan hukum, adalah kewajiban bagi sistem hukum untuk memastikan perlindungan hak-hak setiap warga negara tanpa adanya diskriminasi. Kasus-kasus diskriminasi di Indonesia sering kali muncul karena intoleransi, prasangka masyarakat yang muncul karena kurangnya pemahaman terhadap kebiasaan-kebiasaan yang dianggap tidak umum atau berbeda, dan juga karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap permasalahan-permasalahan diskriminasi di negara ini.
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh kekerasan yang terjadi akibat diskriminasi adalah insiden yang menimpa Gereja Santa Clara di Bekasi. Walaupun gereja ini telah memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sejak tanggal 28 Juli 2015, namun massa dari berbagai organisasi masyarakat menentang pembangunan gereja tersebut.
Padahal, selain telah mendapatkan IMB, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi juga memberikan rekomendasi atas pembangunan Gereja Santa Clara. FKUB mengklaim pembangunan gereja tersebut telah mematuhi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah.
Selain itu, pada 8 Agustus 2020, terjadi insiden serangan intoleran yang menyerang upacara malam sebelum ijab kabul, atau biasa disebut midodareni, di persemayaman Alm. Assegaf bin Jufri di Solo. Insiden ini mengakibatkan luka-luka pada tiga orang dan kerusakan pada berbagai kendaraan milik keluarga korban. Peristiwa ini menunjukkan bahwa tindakan diskriminasi tidak hanya melanggar hak asasi manusia tetapi juga mengancam ketertiban dan kedamaian masyarakat.
ADVERTISEMENT
Idealnya, konstitusi Indonesia menyatakan dengan jelas bahwa semua warga negara memiliki kedudukan yang sama dan tidak ada tempat bagi praktik diskriminasi dalam bentuk apapun. Meskipun demikian, kenyataannya masih terdapat peraturan perundang-undangan yang bersifat diskriminatif terhadap kelompok minoritas.
Peraturan-peraturan ini termasuk Undang-Undang tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama tahun 1965, Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1979 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia, dan berbagai ketentuan lainnya yang masih dianggap diskriminatif. Hal ini menunjukkan masih rendahnya tingkat penegakan hukum dalam memastikan hak-hak masyarakat.
Konstitusi Indonesia menganggap semua warga negara memiliki kedudukan yang sama. Foto: Pexels/Min An
Hampir semua negara memiliki kelompok masyarakat minoritas yang dapat dikenali dari perbedaan identitas suku bangsa, agama, atau bahasa dari mayoritas masyarakat dalam wilayah nasional. Pentingnya pengakuan hak-hak kelompok minoritas dalam suatu negara sangatlah besar, karena hubungan yang baik antara kelompok mayoritas dan minoritas dapat menjadi salah satu aset utama dalam memelihara keragaman suku bangsa dan budaya nasional.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pemenuhan hak-hak seluruh masyarakat tanpa memandang suku, agama, dan bahasa juga merupakan kunci dalam mencapai stabilitas dan kedamaian hidup bersama. Jika hak-hak kelompok minoritas tidak diakomodasi dengan baik, hal ini dapat memicu konflik diskriminasi dan ketegangan yang berpotensi mengancam integritas dan ketahanan nasional.
Ramly Hutabarat menjelaskan bahwa prinsip equality before law adalah norma yang hampir selalu ditemukan dalam konstitusi semua negara dan bertindak sebagai pembela atas hak asasi warga negara. Permasalahan yang dihadapi oleh kelompok minoritas seringkali menjadi kontroversial dalam masyarakat, sehingga hal ini menjadi penghambat dalam upaya penegakan hak asasi manusia. Selain itu, konflik diskriminasi juga sering kali berasal dari kurangnya pemahaman masyarakat terhadap kelompok minoritas. Masyarakat seringkali kesulitan untuk beradaptasi dengan hal-hal yang tidak sesuai dengan kebiasaan umum, dan menganggap hal tersebut asing dan keliru.
ADVERTISEMENT
Pandangan seperti ini harus diubah, karena konstitusi telah dengan tegas menyatakan bahwa semua warga negara Indonesia memiliki kedudukan yang sama, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005 yang menuntut implementasi penghormatan terhadap hak-hak kelompok masyarakat minoritas, termasuk hak-hak etnis, bahasa, dan agama.
Meskipun masih ada banyak isu diskriminasi di Indonesia, tidak dapat disangkal bahwa negara ini telah mengakui hak-hak kelompok minoritas sesuai dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika, yang ditunjukkan dengan beragamnya suku dan agama yang diberikan kepercayaan untuk menduduki jabatan-jabatan publik di Indonesia.
Selain itu, sosial media juga memainkan peran yang signifikan, di mana dengan penggunaan yang tepat, dapat menjadi alat untuk menyebarkan informasi tentang pentingnya menjaga persatuan antar masyarakat. Namun, jika tidak digunakan dengan baik, sosial media justru dapat mengancam dan memperburuk kondisi penegakan hak asasi manusia di Indonesia, dan bahkan dapat menjadi faktor baru dalam isu diskriminasi.
ADVERTISEMENT
Dalam upaya melangkah maju menuju masyarakat yang lebih inklusif dan adil, penting untuk terus mengamati, mengkritisi, dan bertindak terhadap segala bentuk diskriminasi terhadap kaum minoritas di Indonesia. Perlindungan terhadap hak-hak dasar setiap individu, tanpa memandang suku, agama, atau latar belakang lainnya, harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan Indonesia, demi cita-cita Bhinneka Tunggal Ika yang sejati.