Menangkal Diskriminasi, Anak Muda Ambon Lihat Perbedaan dengan Cinta

Konten Media Partner
26 Agustus 2019 11:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peserta enact camp di Gonzalo (24/8). Dok : Dina
zoom-in-whitePerbesar
Peserta enact camp di Gonzalo (24/8). Dok : Dina
ADVERTISEMENT
Lentera Maluku. Terlepas dari pengalaman kelam Maluku di tahun 1999, anak-anak muda rentang terpapar paham radikal, terorisme, dan anarkis. Pengalaman pribadi mereka juga seringkali bersinggungan, seperti rasisme dan perundungan pastinya akan menjadi pengalaman yang traumatis. Oleh karena itu American Corner bersama US Embassy menginisiasi kegiatan yang diberi nama Enact Camp. Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari di Gonzalo, Kopertis Ambon sejak tanggal 23--25 Agustus 2019.
Diskusi kelompok peserta enact camp (24/8). Dok : Dina
Dengan melibatkan 80 peserta yang datang dari berbagai latar belakang agama, suku dan ras yang berbeda. Mereka berbagi pengalaman dengan narasumber tentang perbedaan dan bagaimana menyampaikan pesan damai, dengan cara yang mereka pahami.
ADVERTISEMENT
Pada sela-sela kegiatan, Lentera Maluku mencoba untuk menemui Koordinator Camp (24/8), Leli Hendrikus menjelaskan tentang tujuan diadakan camp ini. Kata dia, anak-anak muda itu berasal dari latar belakang yang berbeda, mereka diarahkan agar bisa menerima perbedaan yang ada dalam masyarakat.
"Tujuan Enact Camp ini adalah untuk menumbuhkan rasa cinta damai, disamping meningkatkan nilai-nilai perdamaian itu sendiri, juga untuk mencegah kaum muda dari tindak kekerasan, serta mendorong mereka agar kreatif, dalam menyampaikan pesan damai sekaligus meningkatkan jiwa kepemimpinan peserta", pungkas Hendrikus.
Peserta enact camp, Dok : Dina
Pendekatan yang dilakukan juga lebih sederhana dan menyenangkan. Dengan menghadirkan beberapa narasumber dari komunitas lokal, yang bergerak di bidang perdamaian. Seperti Komunitas Jalan Merawat Perdamaian, yang memilih media dongeng dalam menyampaikan perdamaian, Peace Generation, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Salah satu peserta yang mewakili agama suku, Ratia Peirissa mengaku senang karena bisa terlibat dalam kegiatan ini. Stigma negatif tentang suku Noaulu ternyata sangat menggangu dan merugikan mereka. Ratia datang bersama dua teman lainnya, yang berasal dari suku Noaulu, Dusun Rohua, Desa Sepa, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah.
Ratia merasa keberadaannya selama menjadi peserta camp, sangat membantu dirinya untuk menjelaskan tentang bagaimana sebenarnya suku Noaulu, yang ternyata tidak seperti perkiraan orang selama ini.
"Beta (saya) sangat bahagia dan terharu diundang ikut kegiatan ini. Ini kesempatan beta (saya) untuk menjelaskan kepada orang, kalau suku Noaulu tidak jahat seperti kata orang selama ini. Tolong jangan diskriminasi kami', ungkap Ratia.
ADVERTISEMENT
Diharapkan setelah mengikuti camp, setiap peserta dapat berkontribusi aktif dalam masyarakat untuk menyampaikan pesan damai. Media dan metode yang dipakai juga tidak terbatas atau berfokus pada satu cara, namun hal itu dikembalikan pada tiap individu. Supaya tiap orang lebih bertanggungjawab sekaligus menikmati peran sebagai agen perdamaian. (LM3)