Potret Ketidakadilan Negara dan Kemisikinan di Maluku

Konten Media Partner
23 Juli 2019 12:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu potret kondisi jalan  menuju SMP Negeri 7 Banda Satap. Dok: Lentera Maluku
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu potret kondisi jalan menuju SMP Negeri 7 Banda Satap. Dok: Lentera Maluku
ADVERTISEMENT
Oleh : Paman Nurlette
(Aktivis IMM Maluku, Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan Universitas Indonesia)
ADVERTISEMENT
Lentera Maluku. Adagium Indonesia bagian barat selalu maju dan timur Indonesia selalu tertinggal tampaknya masih menjadi potret kondisi sosial di bangsa saat ini, di satu sisi Indonesia memiliki kekayan alam yang berlimpah ruah. Di sisi lainnya masyarakatnya masih hidup dalam garis kemiskinan, terutama di wilayah timur Indonesia dan khususnya di Maluku.
Sesungguhnya ketidakadilan sosial oleh Negara untuk Maluku sudah berlangsung sangat lama. Karena sudah berlangsung lama, maka persepsi masyarakat akhirnya menganggap ketidakadilan sosial merupakan sebuah realitas sosial yang tidak perlu dipersoalkan dan diributkan. Sehingga implikasinya masyarakat tidak peduli terhadap ketidakadilan sosial, walaupun bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia 1945.
Prinsip keadilan sudah seharusnya dapat ditemukan dalam setiap peraturan perundang-undangan yang dirumuskan oleh lembaga-lembaga yang bewewenang di bangsa ini, sebagaimana asas konstitusionalisme dalam negara hukum. Dalam-dasar negara Indonesia yang juga berfungsi sebagai sumber dari pada semua sumber hukum, yakni Pancasila, konsep keadilan mendapat porsi utama dalam ideologi berbangsa. Sila kedua menyatakan, Kemanusiaan yang adil dan beradab, kemudian sila kelima menyatakan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Terhadap dua kata adil yang muncul pada dua sila dalam Pancasila tersebut mengindikasikan bahwa keadilan merupakan salah satu prinsip utama yang harus diperhatikan dalam menyelenggarakan suatu pemerintahan negara.
Dalam amanat konstitusi menegaskan bahwa keadilan sosial, selalu ditujukan untuk mewujudkan terciptanya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Perwujudan keadilan sosial menghendaki upaya pemerataan sumber daya agar kelompok masyarakat yang lemah dapat diberantaskan dari kemiskinan. Maknanya pendistribusian sumber daya dikatakan adil secara sosial jika dapat mengangkat harkat dan martabat masyarakat ekonomi yang lemah di seluruh penjuru nusantara Indonesia dan mampu meningkatkan kehidupan social ekonomi warga miskin menjadi lebih sejahtera. Dengan begitu kesenjangan sosial ekonomi dapat dihindari, setidaknya dikurangi. Karena ketidakadilan sosial dapat menimbulkan kesenjangan ekonomi di kalangan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Secara eksplisit bunyi Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sedangkan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 menjelaskan bahwa, Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Oleh karena itu Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 secara imperatif menjadi dasar dalam pembangunan hukum ekonomi di Indonesia.
Fakta empiris membuktikan bahwa, Maluku memiliki sumber daya alam hayati maupun non hayati yang begitu berlimpah ruah, baik itu yang terkandung di sektor Kelautan mapun secktor pertanian, namun hal itu belum dimanfaatkan dengan maksimal dan di peruntukkan kepada Masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
Maluku adalah provinsi dengan pantai garis terpanjang di Indonesia, mencapai 10.630 kilometer atau 11,17 persen dari 95.181 kilometer total garis pantai Indonesia. Total garis pantai tersebut, menasbihkan Indonesia menjadi pemilik garis pantai terpanjang di dunia, bersama Kanada, Amerika Serikat, dan Rusia. Dengan garis pantai 10.630 km, Maluku memiliki laut seluas 654.000 kilometer persegi dan di dalamnya tersimpan aneka kekayaan laut.
Paman Nurlette : Aktivis IMM Maluku, Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan Universitas Indonesia
Maluku menyimpan potensi perikanan 27%-30% stok ikan nasional. Laut Banda bahkan dikenal dunia sebagai area migrasi bermacam spesies tuna, rencana lumbung ikan nasional di Maluku sudah bertahun-tahun dibicarakan, tetapi hingga kini belum terwujud. Bahkan Presiden Joko Widodo sempat menyampaikan payung hukum penobatan Maluku sebagai lumbung ikan nasional. Potensi besar perikanan itu, tersebar di tiga WPP yang totalnya mencapai 3.055.504 ton/tahun, dengan rincian 431.069 ton/tahun di WPP RI Laut Banda (714), 631.701 ton.tahun di WPP RI Laut Seram (715). Sementara, potensi perikanan di WPP RI Laut Arafura (WPP RI 718) jumlahnya mencapai 1.992.731 ton/tahun.
ADVERTISEMENT
Angka yang besar tersebut menjadi potensi yang harus bisa dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kepentingan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh Indonesia terutama untuk Maluku. Namun rupahnya Maluku hanya menjadi dapur perekonomian bangsa dan tidak terlalu menikmati potensi SDA yang ada, faktanya Maluku masih menduduki urutan ke 4 Provinsi termiskin di Indonesia.
Maluku juga memiliki potensi gas abadi urutan kedua di dunia, ketika Pemerintah mengabulkan usulan Inpex Corporation terkait perpanjangan waktu dalam menggarap Blok Masela, Maluku. Inpex Corporation akan menggarap Blok Masela sampai dengan 2035. Produksi gas Masela diprediksi mencapai 7,5 MTPA dengan nilai investasi US$ 15 miliar sampai US$ 16 miliar. Sebagian gas tersebut diekspor dan sebagian dikelola Indonesian In Corporate dengan membangun industri petrokimia dan pupuk di wilayah Maluku. Blok Masela di Maluku, bakal menjadi pusat industri petrokimia di dalam negeri. Industri petrokimia berbasis gas dengan total nilai investasi sebesar US$ 3,9 miliar (50,7 Triliun).
ADVERTISEMENT
Selain potensi di atas Maluku memeliki daerah penghasil emas di pulau buru tepatnya di gunung botak dengan nilai penghasilan sebesar Rp. 365 Triliun pertahun, dari hasil potensi SDA yang begitu besar mestinya Maluku mendapat anggaran yang lebih besar pula, namun faktanya jumlah APBD yang di distribusikan oleh pemerintah pusat tentu sangat kecil jika dibandingkan dengan Kontribusi anggaran yang diberikan Maluku kepada Negara.
Oleh karena itu Pemerintah Daerah Provinsi Maluku jangan merasa cukup dengan anggaran saat ini. Padahal apabila potensi SDA Maluku dapat di kelolah secara baik, sesuai dengan amanah Konstitusi dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku maka Maluku bisa lebih kaya dari Negara Qatar. Namun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi Maluku yang diberikan oleh pemerintah pusat sangat kecil hanya rata-rata sekitar Rp2,8 triliun pertahun.
ADVERTISEMENT
Sangat ironis Maluku kaya dengan sumber daya alam yang berlimpah ruah, tapi miskin dalam kehidupan berbangsa dan bernegeara, hal yang sangat mengkwatirkan dari Negara lewat kebijakan Politik Hukum Pemeritah pusat ialah, lapangan abadi di blok Masela yang cadangannya mencapai 10,73 Triliun kaki kubik itu hanya kemudian di ambil dan di ekspor ke Negara lain, apalagi sampai Maluku tidak dapat apa-apa. Hal ini tentuya sangat bertentangan dengan amanah sila kedua dan kelima dari Pancasila dan pasal 33 ayat 3 dan 4 UUD NRI 1945, karena sila kedua dan kelima Pancasila dan Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 merupakan pesan moral dan pesan budaya dalam konstitusi Republik Indonesia di bidang kehidupan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, perlu ada perubahan paradigma dari para pemangku kepentingan di bangsa ini dalam mengelolah sumber daya alam yang lebih berpihak pada rakyat Maluku, dengan potensi yang ada maka sudah layak Maluku menjadi lumbung ikan nasional yang harus di akui oleh Negara dalam sebuah Regulasi. Sesuai dengan tekad Pemeritah untuk jadikan Maluku sebagai lumbung ikan nasional harus komitmen secara konsisten politik dengan penuh tanggung jawab dan tidak boleh hanya wacana tanpa implementasi.
Saat ini masyarakat di Maluku, belum semua merasakan buah kemerdekaan yakni pembangunan yang tidak merata, Pemerintah harus menyadari bahwa implementasi terhadap pancasila sila ke 5 yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia belum sepenuhnya di wujudkan. Untuk itu Negara melalui Pemerintah pusat harus lebih fokus untuk melakukan pemerataan ekonomi yang berkeadilan, distribusi anggaran daerah yang besar dan distribusi infrastruktur pembanguan yang merata untuk Maluku.
ADVERTISEMENT
Pemeritah pusat harus memberikan kinerjanya semaksimal mungkin bagi Maluku. Dengan demikian rakyat Maluku yang berada di pinggiran, pulau-pulau terpencil, dan wilayah terisolir merasakan kehadiran negara. dan keadilan sosial harus mampu diwujudkan secara nyata dalam kehidupan segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan untuk melindungi segenap rakyatnya, memajukan kesejahteraan umum. Kata adil (keadilan sosial) terukir dengan jelas pada setiap paragraf mukadimah UUD 1945 ( kecuali alinea 3) yang mengamanatkan kepada pemimpin negeri ini wajib mewujudkan keadilan sosial.
Maka Pemerintah pusat yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut sama artinya mengingkari makna tujuan negara sebagaimana diamanatkan para founding fathers. Keadilan sosial dimaksud adalah tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap seluruh rakyat Indonesia di tengah perbedaan yang ada. Setiap warga negara diperlakukan sama sesuai porsinya. Pulau jawa, pulau sumatera dan timur Indonesia terutama Maluku harus memiliki hak yang sama dalam hal mendapatkan keadilan sosial dari bangsa dan Negara ini.
ADVERTISEMENT
Bangsa ini masih ada warna perbedaan pembangunan di kawasan pesisir dan pulau-pulau terpencil di Maluku dibandingkan dengan pembangunan di pulau besar yakni, di Pulau jawa dan Pulau Sumatera. Kondisi itu tentunya bertentangan dengan janji Presiden Joko Widodo yang ingin membangun Indonesia dari kawasan pesisir dan pulau-pulau terluar.
Akibat masih lambatnya pembangunan, hingga saat ini masalah kemiskinan dan disparitas sosial masih terus tumbuh dan berkembang biak di Maluku dan belum bisa diselesaikan oleh pemerintah pusat. permasalahan tersebut bisa diatasi selesai, jika pembangunan sudah mulai dilakukan secara merata dan baik. Komitmen secara konsisten politik pemerintah untuk mempercepat pembangunan di timur Indonesia dan khususnya di Maluku perlu di pertanyakan.
Hal-hal yang melatarbelakangi bentuk ketidakadilan negara terhadap Maluku ialah, tenggelamnya wacana pengesahan lumbung ikan nasional dalam sebuah regulasi, tidak ada sinyalemen positif oleh pemerintah pusat terkait muncul wacana otonomi khusus, tidak terakomodir salah satu putra-putri terbaik Maluku dalam menduduki jabatan kabinet di beberapa rezim pemerintahan, hingga terkatung-katungnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Pemerintah di Wilayah Kepulauan yang sudah masuk program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2018, yang diinisiasi oleh DPD RI.
ADVERTISEMENT
RUU tersebut telah dibahas oleh pansus DPR RI namun hingga saat ini, belum kelar juga dengan aneka ragam alasan. Padahal RUU tersebut menjadi urgensi dan sangat dibutuhkan oleh Maluku, karena ketika RUU dapat di sahkan bisa dapat menjawab tenggelamnya wacana regulasi lumbung ikan nasional dan otonomi khusus. Hal ini di sebabkan Maluku punya sumber daya alam yang begitu berlimpah ruah, tetapi ketika di kelola hasilnya tidak dinikmati oleh penduduk setempat.
Untuk menjawab problematika sosial di Maluku saat ini, maka pemerintah pusat harus bijaksana dan cermat memberikan solusi yang tepat, salah satu langkah strategis yang di tempuh ialah harus secepatnya menggolkan RUU Daerah Kepulauan, karena RUU Daerah Kepulauan merupakan pintu masuk untuk bargaining kapasitas Fiskal di Provinsi Maluku.
ADVERTISEMENT
Kapasitas fiskal Maluku kalau diharapkan dari APBN dan PAD saja sangat sulit untuk Maluku mengejar ketertinggalan dari semua asfek yang ada. Sehingga dana khusus untuk daerah kepulauan itu menjadi syarat mutlak diberikan kepada daerah-daerah kepulauan.
Oleh karena itu Maluku sebagai Provinsi Kepulauan terluas di Indonesia, idealnya akan mendapat tambahan dana sebesar Rp10-11 triliun, jika RUU Daerah Kepulauan tersebut akan disahkan. (LM1)